Gelombang Kekerasan Berbasis Gender Resahkan Wanita di Jambi, Begal Payudara hingga Teror di Jalan

Aktivis perempuan sekaligus dosen Universitas Nurdin Hamzah, Wenny Ira R, menganggapi kasus kekerasan berbasis gender yang terjadi di ruang publik.

Penulis: Rifani Halim | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
Instagram
Warga Kota Jambi digegerkan dengan aksi begal payudara yang menimpa seorang karyawati toko berinisial R (20) pada Selasa (3/6) sekitar pukul 08.00 WIB. Peristiwa memilukan ini terjadi di lorong depan Fresh Mart Tugu Juang. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI – Dalam sepekan terakhir, masyarakat Jambi diresahkan oleh sejumlah kasus kekerasan berbasis gender yang terjadi di ruang publik. 

Dua peristiwa yang diperbincangkan adalah aksi begal payudara di kawasan Simpang III Sipin, Kota Jambi, dan kasus perempuan yang diikuti oleh laki-laki secara mencurigakan di kawasan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi.

Berdasarkan pantauan Tribun Jambi di sejumlah akun media sosial Instagram, beredar video yang menunjukkan seorang perempuan diteror oleh seorang laki-laki di kawasan Citra Raya, Kabupaten Muaro Jambi

Dalam video tersebut, tampak laki-laki tersebut mengikuti korban yang sedang mengendarai sepeda motor, kemudian memepetnya di jalan.

Aksi ini menimbulkan ketakutan dan dinilai sebagai bentuk ancaman nyata bagi perempuan, khususnya saat berada di jalan raya. 

Sayangnya, alih-alih mendapat simpati, korban justru menerima komentar miring dari sejumlah warganet yang menyalahkan pakaian yang dikenakannya.

Hal ini menunjukkan masih kuatnya budaya victim blaming di masyarakat.

Aktivis Perempuan Soroti Ancaman di Ruang Publik

Menanggapi kasus ini, aktivis perempuan sekaligus dosen Universitas Nurdin Hamzah, Wenny Ira R, menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan hanya tindakan kriminal biasa, melainkan bagian dari kejahatan berbasis gender.

“Menurut saya ini termasuk teror yang berbentuk kejahatan berbasis gender terhadap perempuan di ruang publik. Ini juga menunjukkan belum amannya ruang publik di Kota Jambi untuk perempuan,” ujarnya kepada Tribun Jambi (Selasa, 10/6/2025).

Wenny menambahkan, kejadian-kejadian semacam ini mencerminkan bagaimana tubuh perempuan masih kerap dipandang sebagai objek yang dapat diakses atau diganggu tanpa izin.

Ia menegaskan bahwa alasan pakaian tidak bisa dijadikan pembenaran atas tindak kejahatan terhadap perempuan.

“Pakaian tertutup atau terbuka menurut saya bukan menjadi alasan kejahatan ini diberlakukan terhadap perempuan. Ini jelas pelanggaran hak asasi perempuan atas rasa aman di ruang publik,” tegasnya.

Ia juga menyoroti budaya patriarki yang masih kuat mengakar di masyarakat, yang menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang bisa dikontrol bahkan dirampas otonominya.

“Menyalahkan perempuan atas pakaian yang dikenakannya adalah bentuk victim blaming yang hanya akan memperburuk kondisi perempuan dan mendukung pelaku. Toh, banyak juga yang pakaiannya tertutup tetap menjadi korban,” katanya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved