Berita Internasional

6.900 Karyawan Terancam Dipecat saat PBB di Ambang Kolaps imbas Efisiensi Anggaran

Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah bersiap melakukan langkah efisiensi besar dengan rencana pemangkasan sekitar 6.900 posisi

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Mareza Sutan AJ
istimewa
LOGO PBB - Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan menghapus 6.900 posisi pekerjaan imbas efisiensi anggaran. 

TRIBUNJAMBI.COM - Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah bersiap melakukan langkah efisiensi besar dengan rencana pemangkasan sekitar 6.900 posisi pekerjaan secara global.

Informasi ini tertuang dalam sebuah memo internal yang ditandatangani oleh Pengawas Keuangan PBB, Chandramouli Ramanathan.

Dalam dokumen yang dilaporkan Reuters, setiap unit dan lembaga di berbagai belahan dunia diminta untuk menyerahkan rencana efisiensi selambat-lambatnya 13 Juni 2025.

Pemangkasan ini dijadwalkan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2026, bersamaan dengan dimulainya siklus anggaran baru.

Kebijakan pengurangan tenaga kerja ini akan memengaruhi berbagai sektor, termasuk kantor politik, bantuan kemanusiaan, urusan pengungsi, kesetaraan gender, perdagangan internasional, pelestarian lingkungan, serta pembangunan perkotaan.

Bahkan UNRWA, lembaga PBB yang menangani pengungsi Palestina, turut masuk dalam daftar unit yang terdampak.

Langkah efisiensi ini merupakan bagian dari program reformasi bertajuk "UN80" yang diumumkan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Maret lalu, menjelang peringatan 80 tahun organisasi tersebut.

Guterres menegaskan bahwa meskipun keputusan ini berat, hal tersebut diperlukan agar PBB tetap relevan dalam mendukung prinsip multikulturalisme abad ke-21, mengurangi penderitaan manusia, dan membangun masa depan yang lebih baik bagi semua pihak.

Upaya efisiensi ini juga menjadi respons atas tantangan global yang terus berubah dan menuntut penyesuaian struktural.

“Ini adalah upaya ambisius untuk memastikan PBB siap menghadapi tantangan abad ke-21 dalam mendukung multikulturalisme, mengurangi penderitaan manusia, dan membangun kehidupan dan masa depan yang lebih baik bagi semua orang.

"Saya mengandalkan kerja sama Anda dalam upaya yang memiliki tenggat waktu yang ketat ini,” kata Ramanathan.

Menurut laporan Reuters, keputusan ini dilatarbelakangi krisis keuangan yang sebagian besar dipicu oleh Amerika Serikat (AS).

AS yang selama ini menyumbang hampir seperempat dari total anggaran PBB, melakukan pemotongan signifikan terhadap dana organisasi ini selama masa pemerintahan Presiden Donald Trump.

Pengurangan ini berdampak besar terhadap kelangsungan program-program kemanusiaan PBB.

Selain itu, AS juga tercatat menunggak iuran tahunan dengan nilai mendekati 1,5 miliar dolar AS, sehingga memperparah krisis keuangan.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved