Pemakzulan Gibran Rusak Demokrasi Indonesia, Begini Penjelasan Pengamat

Di tengah riuh rendah usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, suara kritis muncul dari pengamat politik Boni Hargens.

Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
Instagram.com/pgi.official
Pemakzulan Gibran Rusak Demokrasi Indonesia, Begini Penjelasan Pengamat. 

TRIBUNJAMBI.COM - Di tengah riuh rendah usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, suara kritis muncul dari pengamat politik Boni Hargens.

 Ia memperingatkan bahwa langkah tersebut bukan hanya tak berdasar hukum, tapi juga berpotensi menodai wajah demokrasi Indonesia.

"Tidak ada dasar hukumnya untuk memakzulkan Presiden atau Wakil Presiden tanpa adanya pelanggaran terhadap Pasal 7A UUD 1945," tegas Boni, Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), saat dihubungi Tribunnews, Selasa (29/4/2025).

Ia menekankan, pemakzulan hanya bisa dilakukan jika ada pelanggaran berat, seperti pengkhianatan terhadap negara atau korupsi.

Pasal 7A UUD 1945 jelas menyatakan bahwa pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya bisa dilakukan atas usulan DPR kepada MPR jika terbukti melakukan pelanggaran hukum berat atau perbuatan tercela.

Purnawirawan Desak MPR Ganti Gibran


Guliran isu pemakzulan mencuat usai Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyampaikan surat terbuka kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Surat yang ditandatangani sejumlah tokoh militer senior antara lain Try Sutrisno, Fachrul Razi, dan Tyasno Soedarto menyuarakan delapan poin sikap. 

Salah satunya: desakan untuk mengganti Wakil Presiden melalui MPR.

Tak hanya itu, forum tersebut juga mengusulkan penghentian pembangunan IKN, penertiban tambang, dan pembatasan tenaga kerja asing ilegal.

Namun bagi Boni, suara purnawirawan ini harus dilihat sebagai bagian dari dinamika politik.

"Presiden dan Wakil Presiden itu dwitunggal. Tidak mungkin bongkar-pasang di tengah jalan dilakukan di luar cara-cara konstitusional," tandasnya.

PDIP Desak Pembentukan Tim Independen

Sementara itu, dari kubu PDIP, suara lebih hati-hati disuarakan. Ketua DPP PDIP Komarudin Watubun meminta Presiden Prabowo membentuk tim independen untuk menelaah desakan pemakzulan tersebut secara konstitusional.

"Oleh karena itu, presiden harus mempersiapkan tim yang betul-betul independen untuk menguji dari sisi konstitusi," ujar Komarudin.

Meski begitu, ia mengakui bahwa isu ini seolah datang terlambat. Menurutnya, dugaan pelanggaran konstitusi seharusnya sudah dikritisi sejak Pilpres 2024, ketika nama Gibran mencuat dalam bursa cawapres di tengah kontroversi putusan MK.

Ancaman Terhadap Demokrasi?

Boni mengingatkan, jika proses pemakzulan dipaksakan tanpa dasar hukum, itu akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi. "Ini bukan sekadar dinamika elite, ini soal masa depan demokrasi kita. Jangan sampai nafsu politik mencederai konstitusi," pungkasnya.

Di tengah atmosfer politik yang kian panas, suara-suara rasional seperti Boni Hargens menjadi pengingat bahwa jalan konstitusi tak boleh dibelokkan hanya karena gelombang opini.

Artikel ini diolah dari Tribunnews.com

Baca juga: Pengamat Menilai Presiden Prabowo Mulai Mengecilkan Peran Gibran di Pemerintahan

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved