Sidang Agus Buntung, Psikolog Forensik Sebut Kecacatan Bisa jadi Faktor yang Beratkan Hukuman

Terdakwa perkara dugaan pelecehan seksual I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung berpotensi mendapatkan hukuman lebih berat.

Editor: Mareza Sutan AJ
TribunLombok/Robby Firmansyah
JALANI SIDANG - Agus Buntung saat menghadiri sidang pembuktian pada Kamis (23/1/2025) di Pengadilan Negeri Mataram. Dalam sidang pemaparan ahli, pakar psikologi forensik, Reza Indragiri menyebut, kondisi kecacatan bisa menjadi pemberat hukuman bagi seorang difabel yang melakukan kejahatan. 

TRIBUNJAMBI.COM, MATARAM -  Terdakwa perkara dugaan pelecehan seksual I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung kembali menjalani sidang kemarin, Senin (10/3/2025).

Melansir dari Kompas.com, pakar psikologi forensik, Reza Indragiri menyebut, kondisi kecacatan bisa menjadi pemberat hukuman bagi seorang difabel yang melakukan kejahatan.

Hal itu diungkapkan Reza Indragiri saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang kasus dugaan pelecehan seksual dengan terdakwa Agus difabel, Senin (10/3/2025.

Sidang tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Mataram kemarin menghadirkan Reza untuk memberikan pandangan berdasarkan keilmuan psikologi forensik.

"Sebagai ahli, saya sebatas memberikan keterangan sebatas perspektif keilmuan, mana pertanyaan dari sudut pandang psikologi forensik itu yang saya jawab," kata Reza.

"Tapi kalau ada pertanyaan-pertanyaan di luar psikologi forensik atau tidak bisa saya jawab, maka praktis saya tidak dipaksa menjawab," ungkap Reza seusai sidang, dilansir dari Kompas.com.

Perbedaan Disabilitas dan Difabilitas

Dalam kesaksiannya, Reza menyoroti kekeliruan dalam penggunaan istilah "disabilitas" dalam perundang-undangan.

Reza menjelaskan, individu dengan keterbatasan fisik atau intelektual lebih tepat disebut sebagai "difabilitas", bukan "disabilitas".

Menurutnya, istilah "disabilitas" berasal dari kata disability yang berarti ketiadaan kemampuan, cacat, tidak berdaya, serta tergantung pada orang lain.

Sementara itu, "difabilitas" merujuk pada orang dengan keterbatasan, tetapi tetap memiliki kemampuan untuk belajar dan bekerja dengan cara yang berbeda.

"Itu artinya mereka (difabilitas) yang punya keterbatasan, bisa saja melakukan kejahatan. Kejahatan apa pun, tapi dengan cara yang berbeda, different ability," ujar Reza.

Masyarakat kerap beranggapan bahwa seorang pelaku dengan kondisi difabilitas tidak mungkin melakukan tindakan kejahatan seksual.

Padahal, menurut Reza, individu dengan keterbatasan tetap memiliki kapasitas untuk melakukan tindakan kriminal.

Namun, tindakan itu dilakukan dengan metode yang berbeda.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved