Berita Internasional

4 Fakta Perang Melawan Narkoba ala Rodrigo Duterte, Eks Presiden Filipina yang Ditangkap

Berikut beberapa fakta tentang kampanye "Perang Melawan Narkoba" ala Rodrigo Duterte, mantan Presiden Filipina yang ditangkap hari ini

Editor: Mareza Sutan AJ
YouTube INQUIRER.net
PERANG MELAWAN NARKOBA - Tangkap layar YouTube INQUIRER.net pada 11 Maret 2025, menampilkan penangkapan mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Penangkapan Duterte terkait banyaknya orang yang tewas selama kampanye "Perang Melawan Narkoba" Duterte selama masa jabatannya sebagai presiden 

Namun, para aktivis menyatakan, jumlah korban sebenarnya jauh lebih besar.

Ribuan pengguna narkoba dari kalangan miskin di perkotaan, yang masuk dalam "daftar pantauan" resmi, tewas dalam kondisi misterius.

Duterte tidak pernah meminta maaf atas kebijakan ini dan menyatakan bahwa ia hanya memerintahkan polisi untuk menembak jika dalam kondisi membela diri.

Beberapa keluarga korban dan aktivis hak asasi manusia kemudian menggali jenazah korban—terkadang didampingi oleh wartawan Reuters—dan membandingkan kondisi jenazah dengan surat kematian serta laporan resmi.

Puluhan kasus menunjukkan, korban mengalami kematian akibat kekerasan, meskipun surat kematian mencantumkan penyebab alami.

Dalam satu kasus, surat kematian menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian, meskipun jenazah yang digali memiliki lubang peluru di tengkoraknya.

4. Investigasi ICC dan Perintah Penangkapan

Pada Februari 2018, kantor kejaksaan ICC mengumumkan bahwa mereka akan melakukan penyelidikan awal atas banyak kematian dalam perang melawan narkoba yang dipimpin Duterte.

Sebulan kemudian, Duterte mengumumkan bahwa Filipina menarik diri dari ICC.

Penarikan ini resmi berlaku pada Maret 2019.

Penyelidikan ICC sempat ditangguhkan pada 2021 setelah pemerintah Filipina mengklaim bahwa sistem peradilan nasional mampu menyelidiki dan menuntut dugaan pelanggaran.

Namun, pada 2023, ICC mengaktifkan kembali penyelidikannya setelah menyatakan ketidakpuasan terhadap upaya pemerintah Filipina.

Awalnya, pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr. menolak bekerja sama dengan ICC.

Namun, pada akhir 2024, pemerintah Filipina menyatakan, akan mematuhi surat perintah penangkapan yang dikeluarkan.

Menteri Kehakiman Filipina mengatakan kepada Reuters pada Januari 2025 bahwa pemerintah terbuka untuk bekerja sama dengan ICC.


(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved