Polemik di Papua

Amnesti Presiden Prabowo Tak Hanya Napi di Papua, Menteri Pigai Ungkap Kriteria:Landasan Kemanusiaan

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengungkapkan kriteria narapidana yang akan mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto.

Editor: Darwin Sijabat
ist
UNGKAP KRITERIA: Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengungkapkan kriteria narapidana yang akan mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. 

Update amnesti Presiden Prabowo Subianto.

TRIBUNJAMBI.COM - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengungkapkan kriteria narapidana yang akan mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto.

Kriteria tersebut diungkapkannya dalam rapat kerja dengan Komisi XIII DPR RI, Rabu (5/2/2025) lalu.

Pigai menegaskan rencana Presiden Prabowo memberikan pengampuna tersebut kepada sejumlah kelompok napi.

Pertimbangannya berdasarkan  kemanusiaan, rekonsiliasi, dan perdamaian. 

Hal ini pun kata Natalius Pigai sejalan dengan visi pemerintah untuk membangun bangsa yang lebih bermartabat dan menghormati nilai-nilai HAM

"Amnesti diberikan atas landasan kemanusiaan dan rekonsiliasi. Presiden ingin membangun bangsa yang lebih bermartabat, yang memuliakan manusia, serta dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila dan hak asasi manusia," ujar Natalius, . 

Pihaknya bersama Kementerian Hukum sedang melakukan asesmen terhadap sekitar 44.000 narapidana yang berpotensi menerima amnesti

Jumlah ini masih bisa berubah tergantung hasil verifikasi. 

Baca juga: KKB Papua Tak Dapat Amnesti, Menko Yusril: 44.000 Penerima Itu Napi Tak Terlibat Kriminal Bersenjata

Baca juga: Fakta Penangkapan Anggota KKB Papua di Yahukimo Hingga Kejahatan Iyoktogi Sebelum Ditangkap

Kepada Komisi XIII, Pigai memaparkan bahwa penerima amnesti meliputi terpidana kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terutama yang berkaitan dengan penghinaan terhadap pejabat negara. 

“Berikutnya, mereka yang sakit berkepanjangan, kemudian lansia, disabilitas, ibu hamil, mereka yang merawat bayi kurang dari tiga tahun, narapidana di bawah umur, dan narapidana politik,” kata Pigai. 

Pigai menekankan bahwa narapidana politik yang mendapat amnesti tidak hanya berlaku di Papua, tetapi di seluruh wilayah Indonesia sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi nasional. 

“Narapidana politik tidak hanya terjadi di Papua, tetapi di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, narapidana politik yang ada di penjara dari Sabang sampai Merauke."

"Ini kemungkinan setelah asesmen selesai, dan presiden sudah mempertimbangkan untuk memberikan amnesti,” ungkap Pigai. 

Namun, Pigai memastikan bahwa amnesti tidak akan diberikan kepada narapidana politik di Papua yang terlibat dalam aksi penyerangan menggunakan senjata. 

"Kalau mereka yang menyampaikan pendapat, pikiran, dan perasaan, yang berbeda ideologi atau keberpihakan, itu bisa mendapat amnesti. Tapi, kalau mereka yang bersenjata, tidak akan diberikan," ujar dia. 

Pigai menambahkan bahwa pemerintah akan melakukan asesmen ketat untuk memastikan kelayakan penerima. 

Baca juga: Presiden Prabowo Bakal Beri Amnesti ke KKB di Papua, Mabes TNI: untuk Kepentingan Nasional

"Misalnya, ada yang kasusnya layak mendapat amnesti, tetapi ternyata dia masih memiliki kasus pidana lain atau sedang dalam proses hukum. Atau ada yang sebentar lagi bebas bersyarat. Ini yang sedang kami verifikasi," pungkas dia.

Tak Terlibat Kelompok Kriminal Bersenjata

Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) RI, Yusril Ihza Mahendra menegaskan penerima amnesti merupakan narapidana yang tak terlibat Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB di Papua.

Pemberian yang akan diusulkan ke Presiden Prabowo Subianto telah masuk dibahas sejak dua bulan lalu.

Jumlah penerima tersebut sebelumnya disampaikan Menteri Hukum RI, Supratman Andi Atgas.

Dia menyebutkan 44.000 nama yang masuk dalam daftar pengampunan itu saat ini masuk dalam verifikasi.

"Apa yang dikatakan Pak Supratman (Menteri Hukum) bahwa di antara 44.000 napi yang akan diusulkan kepada Presiden untuk mendapat amnesti itu tidak ada mereka yang dipidana karena terlibat dalam Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua," kata Yusril lewat gawainya.

Menurut Yusril, pihaknya sudah membahas nama 44.000 narapidana yang akan menerima amnesti sejak dua bulan lalu untuk diajukan kepada Presiden Prabowo

"Daftar nama 44.000 itu telah dibahas sejak dua bulan yang lalu, dan telah disepakati untuk diajukan amnestinya kepada Presiden untuk diambil keputusan akhir," ujarnya.

Yusril menambahkan, wacana untuk memberikan amnesti bagi kelompok-kelompok separatis di Papua baru berada di tahap kajian dan pendalaman.

Ia mengatakan, hal tersebut harus dilihat dalam perspektif yang lebih luas sebagai upaya penyelesaian konflik di Papua dengan mengedepankan hukum dan HAM.

Yusril menyatakan, kajian tersebut berkaca dari pengalaman sejarah masa lalu, ketika pemerintah memberikan amnesti dan abolisi dengan syarat tertentu kepada semua orang yang terlibat dalam gerakan politik dan bersenjata PRRI dan Permesta serta Kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Baca juga: KKB di Papua Tak Diberi Amnesti, Pemerintah Verifikasi 44.000 Nama dalam Daftar Pengampunan

Ia menjelaskan, pemberian amnesti dan abolisi kepada PRRI/Permesta dan GAM itu dilakukan pemerintah sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi untuk menjaga keutuhan NKRI.

"Belum ada keputusan mengenai hal itu (amnesti untuk KKB di Papua). Dan memang dapat dipastikan nama-nama mereka yang dipidana dan diusulkan untuk diberikan amnesti di antara yang 44.000 itu tidak ada mereka yang dipidana karena terlibat KKB," ucap dia.

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: KPU Merangin Tetapkan Syukur-Khafidh sebagai Bupati dan Wakil Bupati Terpilih

Baca juga: Pemkot Jambi Mulai Selaraskan Program Rp 100 Juta per RT

Baca juga: Raden Najmi Buka Musrenbang Tingkat Kecamatan Jaluko

Baca juga: Menteri PU Dody Hanggodo Sindir Makan Siang Menteri Usai Anggaran IKN 2025 Diblokir: Gak Ada Progres

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved