Berita Nasional

Jenderal Listyo Sigit Ungkap Ratusan Ribu Kasus Kekerasan Perempuan Tak Ditangani Anggota Polri

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan ratusan ribu kasus kekerasan terhadap perempuan tidak diselesaikan anggotanya di Polri.

Editor: Darwin Sijabat
Ist
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan ratusan ribu kasus kekerasan terhadap perempuan tidak diselesaikan anggotanya di Polri. 

TRIBUNJAMBI.COM - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan ratusan ribu kasus kekerasan terhadap perempuan tidak diselesaikan anggotanya di Polri.

Jenderal Listyo menyebutkan bahwa data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) ada 401.975 kekerasan yang dialami perempuan.

Sementara kekerasan terhadap anak selama lima tahun terakhir sebanyak 15.120 kasus.

Dari jumlah itu, Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui Polri hanya menangani sepertiganya.

Penangangan kasus yang hanya sekitar 100 ribu itu membuat Kapolri itu heran.

"Yang ditangani oleh unit Subdit PPA/PPO (Pidana Perempuan dan Anak dan Pidana Perdagangan Orang), ada 105.475 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak," katanya di Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2024). 

Dari jumlah itu, Kapolri mengungkapkan kasus terbanyak adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pencabulan, kekerasan fisik dan psikis, persetubuhan, dan pemerkosaan.

Baca juga: Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti Ungkap Sering Alami Kekerasan, Pernah Dilempar Meja

Baca juga: Pemkab Tebo Beri Bantuan kepada Perempuan dan anak Korban Kekerasan

Jenderal Listyo merasa heran terkait letak kesalahan dalam penanganan kasus tersebut.

"Yang ditangani unit kami angkanya jauh lebih kecil. Saya tidak tahu loss-nya atau hilangnya di mana," ujar Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Kapolri mengakui banyak pihak yang memprotes karena kasus-kasus kekerasan seksual diselesaikan melalui cara-cara tradisional, misalnya menikahkan pelaku dan korban. 

Menurut Listyo Sigit Prabowo, cara seperti itu tidak tepat karena belum tentu menyelesaikan masalah. 

"Ini harus diteliti lebih dalam. Cara seperti itu tidak cocok dan harus disiapkan solusi yang paling pas," ujarnya.

Penyelesaian kasus kekerasan harus sesuai dengan harapan korban, ucapnya, dan mengedepankan tindakan tegas serta solusi yang tidak menambah masalah baru. 

Satu di antara solusi, ucapnya, adalah menambah personel Polwan yang dibekali dengan kemampuan dan kualitas agar bisa menghadapi situasi kritis. 

Harapannya, pendekatan feminisme yang ala Polwan bisa meredam potensi konflik.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved