Berita Viral

Liciknya Kompol Yogi Rekayasa Pembunuhan Brigadir Nurhadi, Telepon Kasat Reskrim Minta CCTV Dihapus

Terkuak fakta mengejutkan dari persidangan kasus pembunuhan Brigadir Muhamad Nurhadi di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, NTB.

Penulis: Tommy Kurniawan | Editor: Tommy Kurniawan
ist
Liciknya Kompol Yogi Rekayasa Pembunuhan Brigadir Nurhadi, Telepon Kasat Reskrim Minta CCTV Dihapus 

TRIBUNJAMBI.COM - Terkuak fakta mengejutkan dari persidangan kasus pembunuhan Brigadir Nurhadi di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ya, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Aris sempat berupaya merekayasa kematian Brigadir Nurhadi.

Mereka berdua meminta agar kamera CCTV di hotel lokasi kejadian dihapus.

Fakta itu terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Mataram, Senin (27/10/2025).

Diketahui Brigadir Nurhadi adalah anggota Propam Polda NTB, adapun Kompol Yogi dan Ipda Aris telah diberhentikan dari dinas kepolisian.

Disampaikan JPU, Yogi dan Aris menghubungi Kasat Reskrim Polres Lombok Utara AKP Pulungan Hutahaean meminta agar rekaman CCTV di hotel itu dihapus.

Baca juga: Mati Kutu Sandra Dewi Tak Jadi Keberatan Asetnya Disita, Harvey Moeis Terbukti Transfer Rp14 Miliar

Baca juga: Luar Biasa! Bahlil Naikan Tukin Pegawai Kementerian ESDM 150 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Gak Tahu

Baca juga: BLT Kesra 2025 Rp 900 Ribu Cari Hari Ini Selasa: Cek Online Disini https//cekbansos.kemensos.go.id

Dalam dakwaan juga disebutkan, Yogi menyampaikan kepada AKP Pulungan Hutahaean bahwa Nurhadi meninggal akibat salto di kolam.

Namun, karena khawatir dengan potensi penyimpangan dalam penanganan kasus, AKP Pulungan Hutahaean memilih melaporkan bahwa perkara tersebut akan diambil alih oleh Polda NTB.

Selain itu, Kompol Yogi juga disebut meminta Aris dan Misri, teman kencannya, menghapus isi percakapan di ponsel mereka, termasuk komunikasi dengan Meylani Putri yang merupakan teman kencan Aris.

Masih dalam dakwaan disebutkan, Ipda Aris Candra melarang pihak klinik mendokumentasikan jenazah korban.

“Sehingga dengan adanya pelarangan tersebut, saksi bersama tim medis Klinik Warna Medika tidak berani membuat foto dan rekam medis sebagai data pelengkap membuat surat kematian,” ujar JPU Muklish.

Padahal, kata jaksa, pembuatan rekam medis dan dokumentasi jenazah merupakan bagian dari standar operasional prosedur (SOP) yang penting sebagai dasar penerbitan surat kematian sekaligus bukti untuk mengungkap peristiwa pidana.

Tim medis Klinik Warna Medika juga membuat surat kematian dengan tanggal mundur, yakni tertulis 16 April 2024.

Padahal kejadian sebenarnya berlangsung pada 2025. Waktu kejadian pun dicatat menggunakan Waktu Indonesia Barat (WIB), bukan WITA sesuai lokasi.

Jaksa juga mengungkap, kedua terdakwa melarang petugas patroli melakukan identifikasi terhadap jenazah korban.

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved