Spekulasi Alasan Mundurnya Airlangga Hartarto dari Golkar - Berhubungan dengan Jokowi hingga Munas

Beberapa pengamat menilai ada alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan anaknya, Gibran Rakabuming Raka sehingga Airlangga sampai mundur.

Editor: Suci Rahayu PK
Ist
Airlangga Hartarto 

TRIBUNJAMBI.COM - Airlangga Hartarto menyatakan mundur dari jabatan Ketua Umum (Ketum) DPP Partai Golkar.

Dalam penjelasannya, Airlangga menuturkan ingin fokus mengawal stabilitas transisi pemerintahan dari masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo ke Presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto.

Namun sejumlah pengamat mundurnya Airlangga Hartarto tak hanya sebatas itu.

Beberapa pengamat menilai ada alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan anaknya, Gibran Rakabuming Raka sehingga Airlangga sampai mundur.

Di sisi lain, adapula anggapan bahwa ada tekanan dari internal dan eksternal Golkar agar Munas dipercepat.

Baca juga: Airlangga Hartarto Mundur, Apakah Mempengaruhi Rekomendasi Golkar Cakada pada Pilkada 2024?

Baca juga: Resep Tempe Mendoan Khas Purwokerto, Jangan Terlalu Lama Menggoreng

Demi Mudahkan Jokowi atau Gibran Jadi Ketum Golkar

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menganggap mundurnya Airlangga demi memuluskan langkah Jokowi ataupun Gibran untuk salah satu dari mereka menjadi Ketua Umum Golkar.

Ujang mengatakan langkah apapun akan ditempuh trah Jokowi untuk memuluskan langkahnya menjadi orang nomor satu di Golkar meski harus menabrak AD/ART dari partai berlambang beringin tersebut.

"Ya bisa jadi kalau Airlangga mundur, bisa jadi kalau nggak Jokowi atau Gibran (menjadi Ketua Umum Golkar)," katanya kepada Tribunnews.com, Minggu (11/8/2024).

"Jadi saya melihatnya bahwa tidak mungkin Airlangga mundur kalau tidak ada tekanan. Bisa jadi tekanan itu agar Airlangga mundur untuk memberi ruang gerak si Gibran atau Jokowi untuk menjadi Ketua Umum Golkar meskipun dengan menabrak aturan apapun," sambung Ujang.

Di sisi lain, Ujang menilai mundurnya Airlangga tidak memengaruhi internal Partai Golkar.

Menurutnya, Partai Golkar sudah berpengalaman sejak lama dalam menghadapi permasalahan politik dan hukum apapun sejak era kepemimpinan Akbar Tandjung hingga Setyo Novanto.

"Golkar ketika dihajar kasus korupsi Alquran 2014, biasa-biasa saja, masih partai besar. 2019 dihajar kasus korupsi ketua umumnya dan sekjennya juga biasa-biasa saja."

"Kalau 2024, Golkar suaranya signifikan naik. Jadi dengan konteks Golkar gonjang-ganjing pun sudah biasa di dalam Partai Golkar," kata Ujang.

Baca juga: Sosok Airlangga Hartarto yang Baru Saja Mundur dari Ketum Golkar, Padahal Pimpin Golkar sejak 2017

Baca juga: Membongkar Strategi E-Commerce Ini dalam Hal Memuaskan Pembeli Hingga Penjual Brand Lokal & UMKM

Ada Ulah Invisible Hand hingga Ingin Munas Dipercepat

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved