Warga Jambi Cabut Baiat NII

Cerita Guru Besar Unja Pernah Bergabung dalam Kelompok NII

Guru besar Universitas Jambi Profesor Hadiyanto ternyata pernah bergabung dalam kelompok Negara Islam Indonesia (NII) pada tahun 1996.

Penulis: Rifani Halim | Editor: Rohmayana
Tribunjambi.com/ Rifani Halim
252 Warga Jambi Terafiliasi NII Cabut Bai'at dan Nyatakan Kembali ke NKRI 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Guru besar Universitas Jambi Profesor Hadiyanto ternyata pernah bergabung dalam kelompok Negara Islam Indonesia (NII) pada tahun 1996.

Saat itu Profesor Hadiyanto masih menjadi mahasiswa Srata 1 kala itu.

Hal tersebut disampaikan Prof Hadiyanto saat lepas bai'at NII bersama X kelompok dan simpatisan NII di Mapolda Jambi yang berjumlah 256 dari berbagai kabupaten/ kota di Provinsi Jambi yang digelar di Mapolda Jambi, Kamis (25/7/2024).

Di depan Kapolda, Wakil Gubernur, Densus 88 dan tamu undangan Hadiyanto menceritakan dirinya bergabung dalam NII saat menjadi mahasiswa tahun 1995. Dalam waktu yang cukup singkat dirinya keluar dari kelompok tersebut pada tahun 1998 pasca reformasi.

"Saat menjadi anggota dulu banyak mendapat pengalaman, dalam proses itu pertama bagus semuanya seolah-olah apa yang mereka sampaikan itu adalah kebenaran dan seolah-olah NKRI ini adalah salah dan kafir," kata Prof Hadiyanto saat menyampaikan testimoni usai lepas bai'at.

Dia menyebut, pada tahun ketiga bergabung dalam kelompok NII dirinya menemukan Kejanggalan-kejanggalan. Kelompok tersebut memperbolehkan anggota untuk mengambil apapun asalkan bukan dari internal kelompok.

"Misalnya kita pergi ke suatu tempat, barang-barang itu halal sebagai harta rampasan. Itu sudah mulai bertentangan dengan saya," sebutnya.

Baca juga: Densus 88 Jelaskan Sejarah Singkat NII Masuk ke Jambi

Baca juga: Breaking News 252 Warga Jambi Terafiliasi NII Cabut Baiat dan Nyatakan Kembali ke NKRI

Kejanggalan lain yang dinilai oleh Prof Hadiyanto, kelompok NII pernah menyebutkan padanya bahwa tidak wajib mentaati orang tua. Karena belum beriman kepada Allah, bahkan memperbolehkan membohongi orang tua.

"Yang ketiga kejanggalan itu, sholatnya itu dakwah. Kemudian yang terakhir sampai membuat saya puncak ingin keluar itu, ketika keuangan tidak transparan kita harus mengambil infak yang sebanyak-banyaknya dari anggota," ungkap Prof Hadiyanto.

"Karena itu saya protes karena tidak sesuai dengan keislaman, dengan protes itu saya dikirimkan surat agar datang ke Jakarta. Akhirnya saya datang ke Jakarta, sampai ke stasiun dan saya naik mobil Panther mata saya ditutup sampai ke suatu rumah, saya tidak tahu itu dimana," ceritanya.

Setelah sampai, Prof Hadiyanto langsung diceramahi karena sering melayangkan protes. Saat itu jika ia tidak menerima dan menjalani apa yang disampaikan pemimpin kelompok dirinya ditahan dan tidak diperbolehkan untuk ke Jambi.

"Akhirnya saya pura-pura taubat, kemudian diminta uang taubat sebesar 50 ribu rupiah pada massa itu uang segitu cukup besar. Sampai ke Jambi harus dibayarkan. Setelah saya pulang saya kirim surat bahwa saya keluar dari NII," ujarnya.

Baca juga: 30 Warga Sarolangun Terafiliasi dengan NII, Bachril Bakri Ingatkan Kades Awasi Masyarakatnya.

Tak sampai disitu, Prof Hadiyanto mendapatkan balasan dengan ancaman bahwa NII akan mengirimkan algojo untuk memberikan hukuman terhadapnya. Namun, dirinya justru balik menantang kembali.

Prof Hadiyanto menceritakan, setelah keluar dari NII dia langsung mengumpulkan orang yang mau mengikuti dirinya untuk keluar dari NII.

"Ketika itulah saya ditangkap oleh Danrem Jambi, dari Polda dan dari Kejaksaan terus di bawa dan dibina. Saya terus wajib lapor di Polresta Jambi setiap hari, lalu saya menjadi informan untuk mencari dan memanggil," kata Hadiyanto.

"Setelah perjalanan panjang, saya sudah keluar dan memantau pergerakan mereka tapi masih ada yang datang ke rumah saya. Saya nyatakan saya sudah berubah dan tidak mau," lanjut Prof Hadiyanto.

Sampai pada akhirnya, Prof Hadiyanto kembali didatangi dan berdiskusi bersama direktorat. Dalam diskusi itu, ada tim Densus 88 meminta dirinya untuk menulis pernyataan.

"Saya bersedia dan bahkan sudah menunggu agar orang-orang ini bertemu. Kalau tidak begitu saya tidak tau bahwa orang ini sudah keluar. Jadi saya sangat berterimakasih tim Densus 88 dan saya juga menyampaikan kepasa rektor bahwa saya bersedia untuk cabut bai'at pada hari ini karena menguntungkan juga untuk saya karena takut nama saya masih di pakai dalam grup itu," pungkasnya. (Tribunjambi.com / Rifani Halim)

Dapatkan Berita Terupdate Tribunjambi.com di Google News

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved