Jamaah Islamiyah Bubarkan Diri

Kisah Sabarno Eks Petinggi JI Dikejar-kejar Densus 88, Setelah 10 Tahun Akhirnya Menyerah

Di hadapan tim Tribun, Rabu (17/7), Ustaz Abu Fatih alias Abdullah Anshori alias Ibnu Muhammad Thoyib ini juga meminta maaf kepada aparat keamanan

Editor: Duanto AS
TRIBUNNEWS/SIGIT ARIYANTO
Abu Fatih alias Abdullah Anshori, eks Ketua Mantiqiyah II Jamaah Islamiyah. 

“Saya ya sempat syok saat pertama mendengarnya. Lalu saya berusaha tabayun, dan mendapatkan penjelasan lengkap. Pada akhirnya saya bisa menerima, dan menyerahkan diri pada penegak hukum,” kata Sabarno.

Kata ‘menyerahkan diri’ ini masih dalam tanda kutip, karena terjadi satu atau dua bulan sebelum Deklarasi Sentul 30 Juni 2024.

Sabarno memilih kooperatif dan kemudian dipertemukan dengan tim Densus 88 yang merespons secara bijak pula penyerahan diri itu.

+ Ajak Buronan Lain

Penyerahan diri Sabarno diikuti tindakan koperatif lain seperti mengajak buronan lain turut menyerahkan diri, dan juga menyerahkan ‘albas’ alias alat bahan senjata yang mereka dikuasai.

Lewat Sabarno dan kawan-kawan, tim Densus 88 Antiteror menyita bahan peledak dan senjata organik M-16 warisan konflik Ambon, yang dibawa balik anggota JI ke sekitar Solo.

Senjata itu ditemukan di aliran Bengawan Solo beberapa minggu lalu, setelah dibuang anggota JI yang menyimpannya.

Ustaz Hasan, yang dijebloskan ke penjara karena aktivitasnya di Jamaah Islamiyah, juga mengatakan kini dirinya lega. Ia berharap bisa kembali ke habitatnya sebagai pendakwah.

Juga ia berharap bisa kembali hidup normal di tengah masyarakat, seperti warga negara Indonesia lainnya.

Keputusan yang telah diambil, yaitu bubarnya organisasi yang diikutinya, merupakan keputusan terbaik yang diambil oleh para tetua atau senior, dengan landasan yang dinilainya benar.

Ustaz Mustaqim Safar, ketua sebuah yayasan yang membawahi Pondok Pesantren Darusy Syahadah, Simo, Boyolali, mengamini keputusan dan Deklarasi Sentul.

Pondok pesantren ini berafiliasi dengan Jamaah Islamiyah, dan kerap disangkutpautkan dengan deretan aksi teror yang dilakukan alumni, dan bahkan dulu guru yang mengajar di pondok ini.

Satu nama yang paling tenar dan terkait dengan Ponpes Darusy Syahadah ini adalah Gempur Budi Angkoro alias Urwah.

Urwah yang asal Madiun itu tewas bersama Noordin Mohd Top yang berhasil diendus keberadaannya di sebuah rumah kontrakan di Kampung Kepuh Sari RT 03 Mojosongo, Solo, pada 16 September 2009.

Empat orang komplotan Noordin Mohd Top tewas saat pasukan Densus 88 Antiteror menggempur rumah tersebut hingga hancur lebur.

Satu-satunya yang selamat adalah istri Susilo, pengontrak rumah yang ternyata memfasilitasi pelarian Noordin Mohd Top dan dua temannya termasuk Urwah.

Ustaz Qasdi Ridwanulloh, Direktur Pesantren Darusy Syahadah kepada Tribun di komplek pesantren di Kedung Lengkong, Simo, Boyolali, mengaku akan koperatif terkait evaluasi, kajian, penilaian dari pihak mana pun.

Termasuk kajian dan penyesuaian kurikulum pendidikan pesantrennya, jika dianggap melenceng dari aturan pendidikan dan peraturan negara lainnya.

Pesantren Darusy Syahadah saat ini memiliki seribuan santri dari berbagai tingkatan, yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Lokasi pesantren tersebar di sekurangnya empat lokasi di Kecamatan Simo, termasuk satu pondok pesantren putri.

Prof Dr Waryono Abdul Ghofur, Plt Direktur Pesantren dan Pendidikan Islam Kementerian Agama RI pada Kamis (18/7/2024) bertemu dengan tokoh-tokoh eks JI di Solo.

Sesudah pertemuan, Prof Dr Waryono langsung mengunjungi Pesantren Darusy Syahadah di Simo, Boyolali.

Sebelumnya, Waryono menyambut gembira keputusan JI bubar atau membubarkan diri. Ia menemui para tokoh eks JI di Solo guna memastikan keputusan itu bukan gimmick atau pura-pura.

“Pertemuan ini akan dilanjutkan pertemuan-pertemuan berikutnya. Pemerintah tentu akan menindaklanjuti, antara lain terkait kurikulum pendidikan pesantren eks JI.

“Salah satu yang segera kita cek adalah kurikulumnya. Perilaku orang itu dipengaruhi bacaannya. Karena itu pembenahan kurikulum adalah keniscayaan,” kata guru besar di UIN Sunan Kalijaga ini.

Khoirul Anam, peneliti dan pengamat terorisme di Indonesia kepada Tribun menyatakan sangat terkejut, surprise, dan tak pernah menyangka Jamaah Islamiyah akan mengambil keputusan akhir bubar.

Tapi pria asal Banyuwangi yang beberapa tahun terakhir mengamati perkembangan Jamaah Islamiyah, memang melihat ada proses dan perubahan perlahan terkait organisasi ini.

Khoirul Anam juga melihat Jamaah Islamiyah agak berbeda dengan gerakan lain, yang terang-terangan melancarkan serangan, permusuhan, dan kekerasan yang menimbulkan korban pihak lain.

Ia secara pribadi percaya, keputusan JI bubar atau membubarkan diri itu benar-benar jujur dan bukan gimmick atau mungkin ada yang menyebutnya kamuflase belaka.

“Secara pribadi saya yakin dan percaya bubar beneran. Pertama, karena keputusan itu datang murni dari mereka. Tidak ada pihak di luar JI yang mempengaruhi mereka,” kata Khoirul Anam.

Dari hasil pembicaraan tokoh-tokoh utama Jamaah Islamiyah yang ia temui, ada satu hal yang membuatnya yakin dan percaya. “Karena ilmu,” katanya.

“JI didirikan atas dasar ilmu, dan diakhiri juga karena ilmu,” kata Khoirul Anam yang beberapa kali berinteraksi dengan Abu Rusydan dan Para Wijayanto, dua tokoh sentral JI sebelum bubar. (tribun network/setya krisna sumarga)

Baca juga: Pengakuan Ustaz Abu Fatih Eks Ketua Mantiqi II Jamaah Islamiyah, Seri I

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved