WAWANCARA EKSKLUSIF
TB Hasanuddin, Seri II Buka-bukaan Soal Hacker Pesanan dan Bobolnya Pusat Data Nasional, Seri II
“Konon hacker-nya adalah pesanan dari kelompok yang punya kepentingan tertentu,” ucapnya. Berikut wawancara Direktur Pemberitaan Tribun Network
WAKIL Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menilai hacker atau pembobol Pusat Data Nasional (PDN) Sementara merupakan pesanan dari pihak tertentu.
Data-data yang ada di PDN itu bersifat krusial, seperti KTP, kartu kredit berlabel yang bersifat internasional, alamat pekerjaan, penghasilan dan sebagainya. TB Hasanuddin melihat data PDN digunakan untuk berbagai hal.
"Itu kan semua lengkap artinya data itu adalah milik kita pribadi yang tidak boleh dimanfaatkan oleh siapapun untuk kepentingan apapun. Ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Itu hak yang paling asasi," katanya purnawirawan TNI berpangkat mayor jenderal itu saat podcast di kantor Tribun Network, Jakarta, Selasa (16/7).
Sedangkan kemanan data PDN menjadi kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika dan yang kedua Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Kedua dua lembaga tersebut yang seharusnya menjamin proteksi dari PDN Sementara namun ternyata masih ditembus, meski pada akhirnya data sudah dikembalikan.
"Tetapi, menurut data yang saya terima, informasi, ada beberapa, terutama data soal pemilu, imigrasi, yang memang sudah blank. Sudah diambil lah," imbuh TB Hasanuddin.
“Konon hacker-nya adalah pesanan dari kelompok yang punya kepentingan tertentu,” ucapnya.
Berikut lanjutan wawancara Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, dengan TB Hasanuddin.
Pak TB, ini agak melengkung sedikit dalam beberapa waktu lalu sebagai Komisi I DPR, kencang bener ketika menyoroti soal jebolnya Pusat Data Nasional. Memang sekarang Pak TB dapat progres perkembangan apa dari ini?
Jadi begini, ya. Data itu, betapa pentingnya data sekarang ini untuk apa pun. Dimulai dari soal membuat KTP, membuat kartu kredit berlabel Visa. Itu kan internasional.
Semua data, mulai dari alamat pekerjaan, penghasilan dan sebagainya, bahkan penghasilan dan pengeluaran bisa dilihat. Dari mana, ya, dari misalnya kartu kredit. Itu kan semua lengkap. Artinya, data itu adalah milik kita pribadi yang tidak boleh dimanfaatkan oleh siapapun untuk kepentingan apapun. Ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Itu hak yang paling asasi.
Data pribadi, ya, makanya dibuatlah Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Jadi, saya pribadi dengan teman-teman ya, menganggap bahwa bahwa data itu sesuatu yang urgent, perlu dilindungi, perlu dirahasiakan, dan itu adalah aset sosial kita.
Itu yang lebih urgent ketimbang Wantimpres tadi, ya? Jadi, ya, untuk dipikirkannya lebih urgent yang ini kan?
Dan kalau data ini, data ini, ya, jatuh kepada orang-orang yang tidak pada tempatnya untuk kepentingan proses saat, kepentingan apa pun, kita bisa rugi benar.
Ini bisa ganggu kita punya negara?
Ya, iya lah. Segalanya. Data penduduk, data ekonomi, data penghasilan negara, data juga misalnya soal yang lain-lain.
Belum masuk pada data-data tentara nasional Indonesia dan sebagainya. Itu yang harus diprotek. Jadi jangan anggap enteng soal data.
Nah, kemarin itu kan ada berita seolah-olah pembajaknya itu ingin menyerahkan kunci, kan dikunci itu data, kepada pemerintah atau dalam konteks ini kepada Kementerian Informasi untuk kemudian bisa membuka datanya. Apakah Pak TB tahu mengenai perkembangan berikutnya?
Ya, jadi begini. Saya agak terkejut ketika ternyata data itu tidak sesuai aturan diproteknya.
Maksudnya gimana?
Ya, kan, begini. Yang namanya pusat data nasional itu dikumpulkan data dari semua itu. Simpan. Begitu. Lalu yang nitip harus bertanggung jawab keamanannya. Ya, seperti begini sajalah. Di lapangan saya membuka penitipan sepeda motor dan barang.
Ayo titip ke sini dan sebagainya. Oke, selesai. Ya, begitu. Tiba-tiba hilang itu barang. Lalu saya bilang, loh, kamu yang harus jaga, terus ngapain? Ngapain dititip? Ngapain dititip? Bayar lagi kan? Kan enggak masuk akal kan? Dan aturannya memang tidak begitu.
Begitu, ya. Ini tidak, ayo titip-titip di sini. Tapi lo tanggung jawab. Begitu, ya tidak pas lah. Begitu, ya. Oke.
Kemudian dari situ, ya, fungsi dari, dari yang mengawal, dan saya dengan bahasa biasa saja, ya. Tidak usah bahasa teknik. Yang mengawal itu menjaga, data itu dua.
Satu, Kominfo. Karena dialah yang memenjaga pusat data nasional. Dan yang kedua, data itu adalah badan siber dan sandi negara. Jadi dua lembaga ini memprotek. Ternyata masih ditembus.
Dan terakhir, sudah mengembalikan. Tetapi, menurut data yang saya terima, informasi, ada beberapa, terutama data soal pemilu, imigrasi, yang memang sudah blank. Sudah diambil lah.
Dan konon, hacker-nya itu adalah ada titipan. Ada pesanan lah. Bukan titipan. Ya, ada pesanan tertentu gitu ya. Dari kelompok yang punya kepentingan tertentu.
Pak TB, di sosial media itu beredar satu analisis dari para pakar bahwa bobolnya Pusat Data Nasional itu ada kaitan dengan situs-situs judi yang ditutup. Jadi, kasarnya itu yang berkepentingan terhadap jebolnya server ini atau Pusat Data Nasional ini adalah orang-orang yang terafiliasi dengan judi online?
Bisa saja, tetapi ada orang yang ketakutan kalau data itu hilang. Kalau data itu masih terus ada. Ini harus dihancurkan. Atau dibuang. Nah, begitu. Itu lebih urgent dari sisi intelijen.
Jadi yang tadi kan yang disampaikan tadi informasi yang datang tuh, eh yang hilang itu adalah data pemilu dan imigrasi. Berarti ada orang yang berkepentingan agar data pemilu dan data imigrasi ini hilang?
Ini menarik. Kita diskusikan pada sesion yang lain.
Tapi yang pasti bahwa Komisi I membawahkan Kominfo, apakah ada rencana untuk kemudian melakukan RDP lagi untuk melihat progres dari perlindungan terhadap data nasional ini?
Progres itu kami dapat sekarang ini, tetapi tidak resmi ya. Walaupun dikembalikan, ya, percuma saja, karena data itu ternyata sudah pindah tangan. Terutama data-data yang penting itu.
Tetapi memang ke depan kita jangan lagi menganggap urusan data pribadi dan data nasional itu sesuatu hal yang sepele. Ini objek vital.
Di negara-negara maju, ya, angkatan bersenjatanya itu ada angkatan darat, laut, udara dan kemudian cyber. Karena perang yang akan datang tidak lagi lari-lari.
Bukan cuma fisik gitu ya?
Ya, semua mungkin pakai knop, sambil ngerokok begini, pencet-pencet sana, dan semua menggunakan ruang udara, di dalamnya itu menggunakan IT, menggunakan kode-kode dan sebagainya. Karena kalau itu dijamming, dihacker, selesai. Kelar.
Begitu. Uang bapak, banyak begitu juga. Lalu bisa dipindahkan, tek-tek ilang. Begitu. Karena kita masuk ke dunia IT seperti ini. Risikonya ya berat, kecuali kalau misalnya masih menyimpan uang di bawah bantal, beli pakai rupiah, jalan sendiri, ya barter, bahkan mungkin dengan pisang dan beras.
Oke lah, aman itu. Tapi kalau pakai digital dan sebagainya, apa, live-in apa ya, semua sudah menggunakan IT.
Nah kalau sudah kayak begini nih, kita mesti apa ini? Sudah terlanjur kayak begini nih, proteksi yang baik, aturannya yang ketat diikuti?
Ya, bisa. Nah tapi kan itu memerlukan dana yang tidak kecil. Misalnya saja begini, untuk biaya pemeliraan Pusat Data Nasional. Mohon maaf ya, Pusat Data Nasional ini belum selesai. Makanya ada Pusat Data Nasional (S) sementara.
Kalau Pusat Data Nasional kan bekerja sama dengan Prancis, yang belum selesai ini. Pakai S. Itu ada 3 tempat, di Jakarta, Surabaya, dan kemudian di Batam.
Itu Rp700 miliar per tahun untuk pemeliharaan saja. Kalau menurut para pakar, cukup. Kalau dipakai benar-benar. Kalau dipakai tidak benar, saya nggak tahu saya.
Pak TB, apakah Komisi I perlu juga melakukan satu pengawasan kita terkait dengan Pusat Data Nasional yang nggak S yang bekerja sama dengan Prancis?
Oh, kalau itu berjalan. Berjalan, oke. Tapi, tiba-tiba pemerintah ini harus segera nih. Pakai S, Pusat Data Nasional sementara. Karena apa waktu itu? Karena mau pemilu.
Pak, mau pemilu, mau pilkada itu, data itu jadi rebutan. Ya, begitu. Siapa menguasai data, maka dia akan memenangi pertempuran. Sama dalam pertempuran tentara, siapa yang menguasai titik kritis, jembatan, bukit-bukit, maka dia akan mampu memenangi pertempuran. Jadi kira-kira mirip-mirip gitu, ya.
Saya ingin Pak TB memberikan closing statement mengenai dua hal itu tadi, ya. Mengenai urgensi dari revisi undang-undang mulai waktu ini, sekaligus bagaimana kita bisa menangkap atau menata kembali penyimpanan data ini?
Saya kira, ya, kita ini terus berkembang dalam kehidupan. Undang-undang itu bukan sesuatu yang harga mati.
Bisa saja, jangankan undang-undang. Undang-undang dasar pun bisa diubah. Apa pun bisa diubah.
Tetapi saya berharap kebaikan apa pun mengubah sebuah situasi. Tapi harus mengikuti prosedur yang baik dan benar. Jangan malah tujuannya baik tetapi timbul masalah.
Soal data, jangan dianggap data itu masalah hal yang enteng. Ini harus diprotek dengan baik untuk kepentingan rakyat dan kepentingan negara. (tribun network/reynas abdila)
Baca juga: TB Hasanuddin: Makin Banyak Cawe-cawe, Makin Bikin Pusing, Seri I
Partisun, Jangan Cuma Asal Bapak Senang, Gubernur Al Haris Kelola Potensi Alam Jambi |
![]() |
---|
Pohon Karet Tumbang untuk Cabai, Ketika Program Nasional Bertabrakan dengan Nasib Petani di Jambi |
![]() |
---|
Musyawarah Tak Mufakat, Petani Sungai Gelam Jambi Tuntut Ganti Rugi Karet Usai Lahan Dieksekusi |
![]() |
---|
Sandiwara Kopi Sianida Botolan yang Terbongkar, Kapolsek Jelutung Paparkan Drama, Seri II |
![]() |
---|
Kisah Iptu Khairil Umam Ajak Pembunuh Kopi Sianida Ngobrol, Akhirnya Jam 2 Pagi Ngaku, Seri I |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.