Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Psikolog Forensik Ini Skeptis Pada Pengakuan Saksi Kunci Aep yang Ngaku Lihat Pembunuhan Vina

Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel MCrim tidak mau langsung percaya begitu saja atas pengakuan Aep yang mengaku melihat pembunuhan Vina Eki

Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
CAPTURE KOMPAS TV
Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel MCrim (kanan) dalam wawancara dengan Kompas TV 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel MCrim tidak mau langsung percaya begitu saja atas pengakuan Aep yang mengaku melihat langsung pembunuhan Vina dan Eki.

Dia berkaca pada hasil riset yang dilakukan psikologi forensik, ada keterbatasan daya ingat manusia, apalagi untuk peristiwa yang sudah lama.

"Hasil riset psikologi forensik menyumpulkan bahwa pengakuan, keterangan saksi atau sejenisnya yang mengandalkan daya ingat manusia justru potensial jadi faktor yang merusak pengungkapan fakta," kata Reza di program Kompas Malam, Minggu (26/5/2024).

Alumni Universitas Melbourne itu menyarankan agar penegakan hukum pada kasus kriminal, mengedepankan bukti scientific.

"Seharusnya kita semua saat ini berfokus pada pengujian alat-alat bukti yang lain," imbuhnya.

Dia mencontohkan hasil visum dan autopsy yang tidak terbantahkan validitasnya. Itu lebih baik dibandingkan daya ingat manusia.

Pegi Setiawan langsung diamankan polisi usai membuat pengakuan tidak pernah membunuh Vina dan pacarnya, Eky di Cirebon pada 2016 silam.
Pegi Setiawan langsung diamankan polisi usai membuat pengakuan tidak pernah membunuh Vina dan pacarnya, Eky di Cirebon pada 2016 silam. (Capture Kompas TV)

Untuk keterangan dari Aep yang mengaku melihat pembunuhan malam itu, Reza menyebut kualitasnya bisa aja benar dan bisa saja salah.

"Bisa saja itu asli, bisa saja itu palsu," urainya.

Baca juga: Kejanggalan Penangkapan Pegi Setiawan Terduga Pelaku Pembunuhan Vina Cirebon, Ciri-ciri Berbeda

Untuk itulah, lanjutnya, sangat penting saat ini memperbincangkan bukti yang diperoleh dari uji scientific. Pada kasus ini, ucapnya, ada pemeriksaan dari kedokteran berupa visum dan optopsi.

Itu sangat jarang diperbincangkan saat ini. "Apa sesungguhnya trauma yang dialami Eki dan Vina?" ungkapnya.

"Trauma apa yang diinformasikan pada hasil autopsi dan yang ada di dalam tuntutan jaksa? Harusnya tidak ada perbedaan'.

"Lalu silakan kita buka, apakah datanya sama atau justru berbeda terkait trauma yang ada di tubuh korban," papar Reza.

Adapun dalam tuntutan jaksa, disebutkan Eki mengalami luka tusuk di bagian dada.

Sedangkan Vina mendapatkan luka tusuk, dan juga sperma di kemaluan yang menjadi indikasi korban rudapaksa.

Namun pengacara dari para terpidana itu mengungkapkan dalam hasil visum tidak ada luka tusuk di tubuh Eki.

Jogi Nainggolan Terpidana Bukan Pelaku

Jogi Nainggolan selaku kuasa hukum 5 terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eki, mengungkap fakta baru peristiwa yang terjadi 8 tahun silam di Cirebon.

Dia menyebut para tersangka saat itu ternyata ditangkap Rudiana dan kawan-kawan yang berasal dari satuan narkoba Polres Cirebon.

Rudiana adalah ayah dari Muhammad Rizky Rudiana alias Eki. Jogi menilai penangkapan ini dipaksakan sebab penyelidikan harusnya dilakukan oleh satuan reserse kriminal umum.

"Ada informasi sesat masuk ke Rudiana dari Aeb dan Dede. Mereka itu pegawai cucian mobil. Informasi tanpa diolah, langsung main tangkap," ungkapnya, dalam video di kanal Yotube Diskursus Net.

Informasi sesat itu, ucapnya, saat malam kejadian, ada anak muda kumpul di gang depan warung. Diduga Rudiana telah menyimpulkan secara sepihak bahwa yang kumpul itu pelakunya.

"Mereka yang ditangkap, 8 orang itu, bukan pelaku pembunuhan," kata Jogi Nainggolan.

Jogi Nainggolan, Pengacara 5 terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eki
Jogi Nainggolan, Pengacara 5 terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eki (CAPTURE YOUTUBE)

Diterangkannya berdasarkan informasi yang didapat dari kliennya bahwa sejumlah pemuda yang kumpul itu pindah dari warung ke satu rumah kontrakan, diajak oleh anak Pak RT setempat.

Di kontrakan itu sekumpulan anak muda tersebut minum dan kumpul hingga pagi. "Ada peristiwa di fly over, mereka tidak ketahui itu, tapi justru ditangkap dan dituduh pelaku," jelasnya.

"Mereka ditangkap oleh unit narkoba. Saat itu ayah Eki yang jadi kanit di sana," ungkapnya.

Diungkapkannya, saat proses pemeriksaan, para tersangka menerima penyiksaan. Ternyata mereka dibawa ke unit narkoba, mendapatkan perlakuan tidak manusiawi di sana.

Saat itu ada 7 orang dewasa yang jadi terdakwa dan 1 orang yang masih di bawah umur disidangkan terpisah.

Pada sidang dewasa, ungkapnya, Rivaldi mengatakan tidak mengenal 6 terdakwa lainnya. Mereka dikonfrontir.

Rivaldi juga ternyata tak dikenal oleh 6 orang lagi yang disebut sebagai rekan satu geng motor.

"Rivaldi yang pertama ditangkap, tapi atas kasus yang lain, itu tanggal 30 Agustus. Sementara 7 orang lagi termasuk anak ini (menunjuk Saka Tatal) ditangkap tanggal 31," terangnya.

Pada saat sidang, ucapnya, juga banyak yang tidak sesuai antara pembuktian dengan putusan.

Misalnya barang bukti batu yang dibawa ke ruang sidang, ternyata tidak ada bekas darah. Logikanya, kata Jogi, bila batu dipakai berulang-ulang memukul orang, harusnya ada darah di sana.

Demikian juga barang bukti bambu, yang ternyata masih utuh, yang tak menunjukkan ada bekas dipukulkan kepada orang.

"Kaos korban Eki ternyata juga tidak bolong. Itu dijembrengkan di ruang sidang. Padahal di dakwaan disebut korban ditusuk," kata dia.

Dia menyimpulkan, jaksa Ketika membuat dakwaan, memakan bulat-bulat isi BAP. Padahal BAP dibuat dalam tekanan. "Karena mereka itu dipaksa mengaku, tidak tahan lagi dengan siksaan," ujarnya.

Hal itu yang kemudian membuat para terdakwa saat itu mencabut semua keterangannya yang ada di BAP. Jogi bantah hal itu atas suruhannya kepada para terdakwa.

Jogi menyimpulkan ada rekayasa pada kasus ini sehingga berbelit yang diduganya telah disusun sedemikian rupa.

Namun yang paling disayangkannya, saat yang tak bersalah justru harus mendapatkan hukuman yang sangat berat yakni seumur hidup.

Saka Tatal, dalam tayangan yang sama, mengakui dirinya mendapat perlakuan tidak manusiawi saat ditahan di Polres Cirebon. Ada siksaan yang didapatkan di kantor polisi.

Dia hingga kini tetap pada pernyataannya semula, bahwa ia tidak terlibat sama sekali, sebab malam kejadian, ia berada di rumah.

Bahkan ia tidak punya sepeda motor, sehingga aneh bila dirinya dikaitkan dengan geng motor.

Dia menyebut, sebanyak 6 orang lainnya yang sudah terpidana itu, dikenalnya dengan baik. Sebab, mereka satu kampung.

Namun satu orang lagi, atas nama Rivaldi, tidak dikenalnya sama sekali. (*)

Baca juga: DPO Pembunuhan Vina Cirebon Hanya 1, Kuasa Hukum Korban Kecewa dan Sebut Harus Ada Sidang Ulang

Baca juga: Pegi Buat Polisi Kelabakan Saat Rilis Kasus Vina Cirebon, Ungkap Tak Pernah Membunuh: Saya Rela Mati

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved