Berita Jambi

Demo Penolakan RUU Penyiaran, 5 Tuntutan Koalisi Penyelamat Pilar Demokrasi di Jambi

Poin penolakan draf RUU Penyiaran oleh Koalisi Penyelamat Pilar Demokrasi. Jurnalis yang tergabung dalam Koalisi Penyelamat Pilar Demokrasi melakukan

Editor: Suci Rahayu PK
Tribunjambi.com/Rifani Halim
Koalisi Penyelamat Pilar Demokrasi di Jambi gelar demo penolakan RUU Penyiaran, Senin (27/5/2024). 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Poin penolakan draf RUU Penyiaran oleh Koalisi Penyelamat Pilar Demokrasi.

Jurnalis yang tergabung dalam Koalisi Penyelamat Pilar Demokrasi melakukan unjuk rasa di Gedung DPRD Provinsi Jambi, Kecamatan, Telanaipura, Kota Jambi, Senin (27/5/2024).

Demo yang digelar unsur Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jambi, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jambi, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi, Rambu House, komunitas pers mahasiswa, aktivis, seniman, dan masyarakat umum, menolak RUU Penyiaran.

Koalisi Penyelamat Pilar Demokrasi di Jambi gelar demo penolakan RUU Penyiaran, Senin (27/5/2024).
Koalisi Penyelamat Pilar Demokrasi di Jambi gelar demo penolakan RUU Penyiaran, Senin (27/5/2024). (Tribunjambi.com/Rifani Halim)

Koalisi ini menilai RUU Penyiaran merupakan ancaman kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.

Hak masyarakat mendapatkan informasi terkikis bila RUU Penyiaran rampung dan disahkan sebagai undang-undang.

“Simbol kemunduran kemerdekaan pers karena berusaha membungkam pers melalui RUU Penyiaran. Padahal, karya jurnalistik investigasi merupakan karya tertinggi bagi seorang jurnalis," kata Ketua IJTI Pengda Jambi Adrianus Susandra.

Baca juga: Kontroversi Draf RUU Penyiaran yang Didemo Jurnalis, Termasuk di Jambi

Baca juga: Terima Rekomendasi dari DPP Demokrat, Asnawi Rifai PeDe Jadi Cabup Muaro Jambi

. "Kami memandang pasal yang multi-tafsir dan membingungkan ini menjadi alat kekuasaan untuk membungkam pers dan mengancam kemerdekaan pers,” katanya.

Ketua PFI Jambi Irma mengatakan pada Pasal 50B Ayat 2 Huruf K yang berbunyi “larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik,” berpotensi membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis atau pers. Pasal ini juga terkesan rancu sehingga dapat menimbulkan multitafsir.

“Karena itu, kami mendesak agar pasal-pasal ‘nakal’ ini segera dihapuskan. Draf revisi ini juga menetapkan kewajiban sensor untuk seluruh isi siaran. Ini bertentangan dengan UU Pers karena seharusnya siaran jurnalistik tidak dikenai sensor,” ujar Irma.

Sejumlah pasal dalam draf itu juga berpotensi menciptakan tumpang tindih kewenangan antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers.

Pasal 8 Ayat 1 disebutkan bahwa KPI berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran. Pasal ini bertentangan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya yang berkaitan dengan fungsi Dewan Pers.

“Kami khawatir, Komisi I DPR merancang draf ini demi mengutamakan kepentingan pemodal, dengan mengabaikan kepentingan publik. Karena itu, kita harus menolaknya sebelum penyusunan draf dinyatakan tuntas,” kata Irma.

Ketua AJI Jambi Suwandi alias Wendi mewanti-wanti KPI menjadi lembaga powerfull yang dapat membatasi kebebasan berekspresi, membatasi hak publik untuk mendapatkan informasi, hingga dapat melakukan kriminalisasi.

Apalagi perekrutan komisioner KPI tingkat pusat dan daerah rawan disusupi partai politik dan kelompok ‘jahat’ yang mengabaikan hak publik.

“Sengketa pers yang akan ditangani KPI bertentangan dengan UU Pers dan dapat digunakan penguasa otoritarianisme untuk membungkam kritik. Artinya, semakin banyak jurnalis yang akan dipenjara karena berita,” katanya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved