Bolehkah Menikahi Sepupu? Berikut Tinjauan Hukum Islam dan Positif di Indonesia
bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif di Indonesia mengenai nikah dengan sepupu? Simak penjelasan Berikut!
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Mareza Sutan AJ
TRIBUNJAMBI.COM - Pertanyaan boleh tidaknya menikahi sepupu sering kali muncul di momen hari raya Idulfitri. Lalu, bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif di Indonesia mengenai nikah dengan sepupu?
Simak penjelasan berikut!
Hukum Menikahi Sepupu
Secara umum, pernikahan atau perkawinan akan dinyatakan sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Selain itu, ada hukum positif yang mengatur pernikahan untuk Warga Negara Indonesia (WNI).
Untuk itu, lebih lanjut mengenai hukum menikahi sepupu akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.

Hukum Menikahi Sepupu menurut Islam
Dalam Fiqih Perempuan Kontemporer, Farid Nu'man Hasan menjelaskan bahwa sepupu bukanlah mahram dan termasuk sebagai orang yang boleh untuk dinikahi. Artinya, hukum menikahi sepupu sendiri dalam Islam tidak dilarang atau diperbolehkan.
Mengenai mahram ini sendiri, sebenarnya sudah dijelaskan dalam Al-Qur'an surah An-Nisa' ayat 23, yang artinya sebagai berikut:
Diharamkan atas kamu menikahi Ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-Ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa kamu menikahinya, dan diharamkan bagimu istri-istri anak kandungmu (menantu) dan diharamkan mengumpulkan dalam pernikahan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Berdasarkan ayat tersebut, ada beberapa mahram atau orang yang tidak boleh dinikahi menurut Islam. Mereka adalah ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi atau saudara perempuan dari pihak ayah atau ibu, keponakan, ibu sepersusuan, anak tiri, dan menantu.
Lebih lanjut, hukum bolehnya menikahi sepupu juga diperkuat dalam Al-Qur'an, yakni pada surah Al-Ahzam ayat 50, sebagai berikut:
Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Jika menikahi sepupu boleh menurut hukum Islam, bagaimana menurut hukum positif negara Indonesia?
Menikahi Sepupu menurut Hukum Positif Indonesia
Sama halnya dengan menurut pandangan Islam, menikahi sepupu menurut hukum positif di negara Indonesia diperbolehkan atau tidak dilarang. Hal itu karena tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 39 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur boleh-tidaknya perkawinan antara pria dan wanita.
Sebagaimana uraian pasal tersebut, ada beberapa penyebab larangan kawin antara pria dan wanita, yakni sebagai berikut:
1. Karena pertalian nasab dengan seorang perempuan yang:
- Melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya;
- Merupakan keturunan ayah atau ibu;
- Merupakan saudara yang melahirkannya.
2. Karena pertalian kerabat semenda dengan seorang perempuan yang:
- Melahirkan istrinya atau bekas isterinya;
- Merupakan mantan istri orang yang menurunkannya;
- Merupakan keturunan istri atau mantan istrinya, kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan mantan istrinya itu qobla al dukhul (belum berhubungan seksual);
- Merupakan mantan istri keturunannya.
3. Karena pertalian sesusuan dengan:
- Perempuan yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;
- Perempuan sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah;
- Perempuan saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah;
- Perempuan bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
- Anak yang disusui oleh istri dan keturunannya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan hukum menikahi sepupu menurut hukum Islam maupun hukum positif negara Republik Indonesia adalah diperbolehkan.
Baca juga: Hukum Menukar Uang Jelang Lebaran, Benarkah Riba? Ini Penjelasannya
Baca juga: Hukum dan Ketentuan Bagi Wanita Hamil dalam Mengerjalan Puasa
Baca berita dan artikel tribunjambi.com lainnya, kini bisa melalui Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.