WAWANCARA EKSKLUSIF

Tamara-Arif dan Tiga Negara, Kisah Dua Mahasiswa UIN STS Jambi di Garuda Nusa Youth Summit

Tamara dan Arif merupakan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin (STS) Jambi. Mereka berhasil lolos untuk mengikuti program

Penulis: tribunjambi | Editor: Duanto AS
TRIBUN JAMBI
Tamara dan Arif (tengah), mahasiswa UIN STS Jambi, bersama Jurnalis Tribun Jambi, Tommy Kurniawan dan M Ferry Fadly, di Studio Tribunjambi.com. 

TIDAK semua orang memiliki prestasi yang banyak. Namun, dua anak muda Jambi ini telah mewujudkannya. Tamara dan Arif membuktikan usia belia menjadi awal untuk menimba pengalaman.

Tamara dan Arif merupakan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin (STS) Jambi. Mereka berhasil lolos untuk mengikuti program Garuda Nusa Youth Summit.

Bagaimana pengalaman Tamara dan Arif saat mengikuti program Garuda Nusa Youth Summit ke tiga negara? Berikut wawancara bersama Jurnalis Tribun Jambi, Tommy Kurniawan dan M Ferry Fadly.

Ceritakan, bagaimana kalian bisa menjadi delegasi ke beberapa negara itu?

Tamara: Awalnya saya bukan lulus ke tiga negara, tapi ke Jepang. Itu diajak sama teman di pondok juga. Karena perginya bulan keempat, jadi ingin cobain yang lain. Ternyata lulus juga.

Terus cara pergi ke tiga negara ini bagaimana?

Tamara: Kalau yang ini lewat Instagram. Cari informasi, memang karena sebelumnya sudah tahu langkahnya, cari informasinya. Nah, ikut kegiatan ini karena dari Instagram juga.

Kegiatannya itu ngapain sih?

Tamara: pertama volunteering. Kami itu ada namanya mengajar sehari di kelang Malaysia, konferensi dan kunjungan ke beberapa kampus, lalu ke KBRI Singapura.

Kalau Arif bagaimana?

Arif: Saya awalnya ada kawan juga yang ikut program. Jadi saya tanya-tanya, cari tahu. Setelah itu dapat informasi daftarnya dari Instagram.

Saya memang ingin ke luar negeri, tapi belum kesampaian. Jadi ada ke tiga negara, sebenarnya nggak terlalu niat, belum terlalu percaya gitu sampai titik ke tahap empat.

Semuanya itu ada lima tahap. Pada tahapan terakhir itu ada tahapan diskusi wawancara tentang problem di Indonesia zaman sekarang terutama tentang pendidikan.

Ketika wawancara itu ada 10 peserta dan yang diterima itu hanya satu. Karena belum rezeki, kalau nggak diterima ya nggak papa lah. Terakhir, ada uji publik namanya, orang yang menilai kita tentang branding kita dengan kita membandingkan diri kita di sosmed mereka. Jadi siapa yang paling banyak di-like, siapa yang paling banyak dikomentari, akan jadi pemenangnya.

Jadi yang full face itu dari yang duta-duta misal duta pariwisata, duta bahasa. Di sana ada sekitar dua orang yang dapat fasilitas penuh dari program.

Bagaimana pesertanya saat itu?

Tamara: Pesertanya itu kalau yang dari SMA keren-keren, mereka pemenang olimpiade. Dari UIN sebenarnya ada lima, cuma nggak semuanya lulus.

Peserta yang tidak lulus, apa alasannya?

Tamara: Mungkin bisa jadi dari berkas, karena kita juga membuat esai, di dalam berkas pun ada seperti pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

Prosesnya itu cepat selama 3-4 hari. Daftarnya itu dari Desember ujung dan selesainya pertengahan Januari.

Dari tiga negara ini, mana yang paling excited bagi kalian?

Tamara: Kalau saya paling excited itu ketika di Singapura.

Arif: Terbagi-bagi sih. Excited karena kemewahannya, excited karena budayanya, excited karena sensasinya itu dapat.

Kalian di Thailand ke mananya?

Tamara: Kami di Thailand Selatan, di sana mayoritas orang muslim, dan berbahasa Melayu. Masih bisalah paham sedikit bahasanya.

Berapa hari total kalian ketiga negara ini?

Tamara: Total delapan hari, dibagi-bagi. Kegiatan paling padatnya itu di Singapura. Dapat sesi sharing juga sama mahasiswa sana.

Arif: Di Singapura, kami pergi ke kampus terbaik di sana. Belajar tentang beasiswa-beasiswa ke sana.

Sebagai orang awam, masih bertanya-tanya itu sebenarnya Kegiatan apa sih? Ketika orang awam melihat kalian mau ikut kegiatan itu seperti apa caranya?

Tamara: Pertama kali kita harus mencari dulu sumbernya. Biasanya kalau kegiatan-kegiatan seperti ini-itu, selain di Instagram itu jarang, paling banyak di Instagram memang informasinya. Dan itu memang habis kita kegiatan ada lagi, kegiatan terus ada lagi gitu.

Arif: Kegiatan seperti ini banyak yang menyelenggarakan. Ada Garuda Nusa Youth Summit, Indonesian Youth Action.

Nah, kami (berdua; red) ini dapat di Garuda Nusa. Teman saya yang lain ada dapat di Indonesian Youth.

Kalau sudah pernah ikut, boleh ikut lagi?

Arif: Boleh. Kalau orang yang belum pernah ikut kan daftar menjadi delegasinya, kita yang sudah pernah ikut selanjutnya bisa daftar jadi panitia. Karena kan kita sudah termasuk jadi alumni. Kami berdua sama-sama dari pesantren dan ngajar di pesantren.

Alasan kalian di pesantren itu apa? Kan kalian masih kuliah, apakah tidak menggangu kuliah?

Tamara: Tidak menggangu kuliah. Memang ada waktu yang dikorbankan sih. Misalkan pulang kuliah seharusnya istirahat atau main sama teman tetapi kita mengurus santri.

Jadi misalkan ketika jadwal kuliah dan mengajar itu waktunya serempak, maka waktu mengajarnya bisa diganti misalkan jadi sore hari atau malam hari. Tetapi kan mengajar itu tidak setiap hari, terus juga setiap hari kan kuliahnya juga tidak Senin sampai Minggu.

Arif: Prioritas kami tetap kuliah, dan juga pimpinan tahu kalau kami ini masih kuliah. Jadi kalau ditanya mengapa mengajar sambil kuliah? Menurut kami mencari karier itu bukan ketika lulus kuliah. Pas lagi kuliah pun kita bisa memulai karier.

Kalau tamat kuliah, kita mau apa, itu sudah terlambat mencari link dan sebagainya.

Maksud kami, di usia kalian itu rata-rata orang masih ingin bermain, mencari jati diri. Nah, kalian di usia yang masih muda apakah nggak sayang untuk hal itu?

Arif: : Lebih baik susah di waktu muda, dan senang di waktu tua. Karena benar, menurut saya bahagia di waktu tua itu lebih menyenangkan daripada bahagia di waktu muda susah mencari kerja nantinya.

Dorongan sendirikah untuk mengajar atau ada dorongan lain?

Arif: Pertama, dorongan sendiri untuk berkembang. Kedua, bantu orang tua juga. Karena kondisi sekarang, anak muda sekarang banyak ketergantungan dengan orang tua. Nah, kami ini walaupun masih mengharap dengan orang tua tapi setidaknya tidak sepenuhnya.

Capai nggak sih kegiatan seperti itu?

Arif: Capai. Kami itu belajar di kampus dari pagi sampai sore. Malamnya itu kami ngajar, dan paginya ketika kami tidak kuliah kami tetap ngajar juga. Jadi 24 jam itu memang di pondok.

Tamara: Jadi pergi ke tiga negara itu termasuk healing juga walaupun capai.

Arif: Jadi kami ingin juga merasakan bagaimana jalan-jalan sesungguhnya.

Apa yang kalian dapatkan selama volunteer ini ketiga negara?

Arif: Pertama itu mindset, ketika kita sudah keluar negeri kita akan mendapatkan pemikiran ternyata di luar negeri itu seperti ini. Ada hal yang maju daripada di tempat kita. Ada keinginan untuk maju, ada keinginan untuk berkembang.

Tamara: Kalau saya sendiri, ternyata kita itu bukan apa-apanya di saat kita sudah kumpul dengan orang-orang intelektual. Ketika kita melihat mereka yang pintar sekali kita jadi terpacu ingin menjadi seperti mereka.

Benar, ketika kita ketemu mereka kita jadi banyak diamnya terkadang insecure. Yang ikut kegiatan tersebut ada 52 orang dari latar belakang yang berbeda. Ada yang masih sekolah, ada yang masih kuliah, ada yang sudah punya bisnis, ada yang punya saham bisnis, dan lain sebagainya. (rara khushshoh azzahro)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved