Berita Jambi
Refleksi 50 Tahun Hutan Jambi, Tutupan Menipis, Degradasi Resapan Air
Seperti penghujung Desember dan awal 2024, sejumlah daerah di Provinsi Jambi terendam, diantaranya Tebo Merangin, Bungo, dan Kerinci.
“Tutupan hutan yang menipis, pengerukan sumber daya alam yang tidak taat aturan dipadukan dengan perubahan iklim yang mendatangkan hujan besar menjadikan terjangan banjir dan longsor di sejumlah wilayah,” kata Adi Junedi Direktur KKI Warsi.
Transformasi hutan Jambi dalam 50 tahun
Dari data yang diolah tim GIS KKI Warsi, dalam kurun waktu 50 tahun Jambi telah kehilangan hutan sebanyak lebih dari 2,5 juta ha.
Pada tahun 1973, tutupan Hutan Jambi masih tercatat 3,4 juta ha.
Namun pada 2023 hanya tinggal 922.891 ha, atau kehilangan 73 persen.
“Kehilangan angka ini, pada awalnya disebabkan oleh perubahan kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain, untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit,” kata Rudi Syaf Senior Advisor KKI Warsi.
Sementara itu, kawasan hutan yang masih tersisa sebagian diberikan izin konsesi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan atau yang dulu disebut dengan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang memegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Alam (IUPHHA dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman Industri (IUPHHTI)
Sejak 2011, pemerintah Indonesia telah menyatakan sikapnya untuk melakukan moratorium (penghentian) terhadap penerbitan izin baru di kawasan hutan.
Moratorium itu dilaksanakan setiap dua tahun, pertama melalui Perpres No.10 Tahun 2011, kemudian diperpanjang lewat Perpres No.6 Tahun 2013, Perpres No.8 Tahun 2015, dan terakhir Perpres No.6 Tahun 2017.
Meski sudah ada moratorium izin baru persoalan pengelolaan hutan masih banyak tantangan.
“Pembukaan hutan dan lahan juga terpantau di daerah sempadan sungai. Hampir semua wilayah anak-anak sungai di Provinsi Jambi juga mengalami persoalan akibat aktivitas penambangan emas dengan menggunakan alat berat,” kata Rudi.
Dari analisis citra Satelit Sentinel 2 yang dilakukan KKI Warsi ditumpang tindihkan dengan peta perizinan pada tahun 2023 tercatat 48.140ha lahan terbuka yang diindikasikan sebagai kawasan tambang emas.
Dari angka itu, hanya 1.884 ha yang berada dalan wilayah pertambangan rakyat (WPR) sisanya 46.256 ha berada di luar WPR alias illegal.
“Keberadaan tambang di anak-anak sungai menyebabkan terjadinya sedimentasi atau aliran sungai menjadi dangkal. Ketika intensitas hujan tinggi, sungai tidak menampung,” katanya.
Selain itu yang juga mencolok adalah tambang batubara. Batubara menjadi persoalan pelik di Jambi.
Hutama Karya Targetkan Dapur MBG di Pasir Putih Jambi Selesai Oktober 2025 |
![]() |
---|
Daftar Tunggu Haji 2026, Calon Haji Jambi Harus Tunggu 29 Tahun |
![]() |
---|
BMKG Prediksi Puncak Musim Hujan di Jambi Baru Akan Terjadi di Bulan November - Desember |
![]() |
---|
Hesti Haris Apresiasi SPPG Pasir Putih, Jadi Contoh Praktik Baik di Jambi |
![]() |
---|
16 Koperasi Binaan Pemprov Jambi Tidak Aktif, Diminta Segera Urus Sertifikat NIK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.