Firli Bahuri Tersangka

Firli Bahuri Nilai Statusnya Sebagai Tersangka Pemerasan Syahrul Yasin Limpo Tak Sah, Minta SP3

Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri menilai penetapan status tersangka dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo tidak sah.

Editor: Darwin Sijabat
Kolase Tribun Jambi
Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan berfirasat jika Ketua KPK Firli Bahuri bakal melarikan diri. 

TRIBUNJAMBI.COM - Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri menilai penetapan status tersangka dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo tidak sah.

Oleh karena itu dia meminta status yang ditetapkan Polda Metro Jaya itu diberhentikan atau SP3.

Sebab, mereka menilai penetapan status tersangka dugaan pemerasan itu tidak mempunyai hukum yang mengikat.

Penilaian itu tertuang dalam petitum permohonan praperadilan yang dibacakan tim penasihat hukum Firli dalam sidang perdana gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Pasar Minggu, Senin (11/12/2023).

"Menyatakan tindakan termohon (Kapolda Metro Jaya) yang menetapkan pemohon (Firli Bahuri) sebagai tersangka atas gugatan tindak pidana korupsi tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat," kata salah satu penasihat hukum Firli.

Firli Bahuri juga meminta hakim tunggal PN Jakarta Selatan Imelda Herawati untuk memerintahkan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi yang menjerat dirinya.

"Memerintahkan termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon," ujarnya.

Pihak Firli Bahuri menilai penyidikan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya tidak sah karena laporan polisi dan surat perintah penyidikan diterbitkan pada tanggal yang sama yakni 9 Oktober 2023.

Baca juga: Ada 3 Pelanggaran Etik yang Dilakukan Ketua KPK Nonaktif Firli Bahuri, Sidang Etik 14 Desember 2023

Baca juga: Gempa Hari Ini Kembali Getarkan Wilayah Papua, Kali Ini di Nabure Bermagnitudo 3.5

Baca juga: Presiden Jokowi Respon BEM UGM Soal Rapor Merah: Kritik dengan Etika dan Sopan Santun Ketimuran

Menurutnya, hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan proses penyelidikan dan penyidikan yang sudah diatur Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Berikut ini petitum lengkap Firli yang dibacakan dalam sidang praperadilan, Senin:

1. Mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan tindakan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka atas gugatan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada tahun 2020 sampai dengan 2023 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berdasarkan Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/325/XI/RES.3.3./Ditreskrimsus tanggal 22 November 2023 atas nama Firli Bahuri adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat.

3. Menyatakan surat perintah penyidikan nomor: SP.Sidik/6715/X/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus, tertanggal 9 Oktober 2023 juncto Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/7539/XI/RES.3.3/2023/Ditreskrimsus tanggal 23 November 2023, yang diterbitkan oleh termohon adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat.

4. Menyatakan penyidikan yang dilaksanakan oleh termohon atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada tahun 2020 sampai dengan 2023 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat.

5. Memerintahkan termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved