Bisnis

Pengguna Pertamax Beralih Pakai Pertalite, Selisih Harga Potensi Terjadinya Migrasi

Tutuka Ariadji juga mengakui, kenaikan harga Pertamax dapat memicu migrasi pelanggan dari Pertamax ke produk di kelas RON 90 yang harganya lebih murah

Editor: Hendri Dunan
zoom-inlihat foto Pengguna Pertamax Beralih Pakai Pertalite, Selisih Harga Potensi Terjadinya Migrasi
kurnia prastowo adi/tribun jambi
Pemilik motor sedang antre mendapatkan premium di SPBU yang ada di Kota Jambi


TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Antrean pembeli Revvo 90 terlihat lebih panjang dari biasanya di sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Vivo di daerah Jakarta Selatan pada Selasa (3/10) sore, menjelang jam pulang kerja.

Salah seorang petugas di SPBU tersebut membenarkan bahwa minat masyarakat terhadap produk Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan research octane number (RON) 90 yang setara dengan Pertalite itu memang mengalami kenaikan belakangan ini.

“(Yang beli Revvo 90) naik,” ujar seorang petugas SPBU Vivo di daerah Jakarta Selatan.

Antrean pembeli Pertalite juga sama. Berdasar pantauan di sebuah SPBU di Jakarta Selatan, setidaknya ada sekitar 13 motor yang berbaris mengantre ke arah tabung pengisian untuk Pertalite. Sama seperti pantauan di SPBU Vivo, reportase ini juga dilakukan menjelang jam pulang kerja.

“Pertalite yang pembelinya jadi makin banyak,” kata petugas pom bensin di sebuah SPBU Pertamina di Jakarta Selatan (3/10).

Media ini melakukan reportase secara acak terhadap sejumlah SPBU di wilayah Jakarta Selatan dan Depok. Tujuannya ialah melihat perilaku masyarakat dalam membeli BBM pasca kenaikan harga Pertamax belum lama ini.

Seperti diketahui, Pertamina menaikkan harga Pertamax menjadi Rp 14.000 per liter. Jika dibandingkan dengan Pertalite (RON 90) yang saat ini masih Rp 10.000 per liter, maka harga keduanya selisih Rp 4.000 per liter.

Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji juga mengakui, kenaikan harga Pertamax dapat memicu migrasi pelanggan dari Pertamax ke produk di kelas RON 90 yang harganya memang lebih murah.

"Tetapi jumlahnya saya kira tidak banyak, tetapi kemungkinan sih pasti ada," jelasnya di Gedung Kementerian ESDM, Senin (2/10).

Sementara itu, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting meyakini bahwa segmen pengguna Pertamax secara umum memahami perlunya penggunaan BBM yang sesuai dengan spesifikasi kendaraannya. Itulah sebabnya, ia percaya bahwa saat ini kuota BBM Pertalite masih cukup tersedia hingga tutup tahun.

Sampai dengan Agustus 2023, Pertamina Patra Niaga telah menyalurkan Pertalite sebesar 19,8 juta kilo liter (KL) dari kuota 32,5 juta KL. Artinya sudah terealisasi 60,92 persen.

“Sekali lagi harapannya konsumen tetap menggunakan BBM Nonsubsidi,” tegasnya.

Dihubungi terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai bahwa penambahan kuota Pertalite untuk tahun 2023 urgen untuk ditambah.

Sebab, selisih harga antara harga Pertamax dan Pertalite pasca penetapan harga baru Pertamax cukup jauh, sehingga kenaikan harga Pertamax berpotensi mendorong migrasi penggunaan Pertamax ke Pertalite pada sebagian konsumen.

Di sisi lain, memaksa konsumen untuk tetap membeli Pertamax juga memiliki potensi dampak secara makro ekonomi, sebab langkah yang demikian bisa membuat masyarakat mengurangi belanja. Berbeda dengan kebutuhan BBM yang memang tidak bisa dikurangi lantaran tuntutan mobilitas sehari-hari.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved