Transisi Energi, Apa Dampaknya Bagi Wilayah Penghasil Batubara?
Saat ini transisi energi sedang digalakkan, itu artinya wilayah-wilayah penghasil batubara harus bersiap dengan pengurangan pendapatan daerah.
TRIBUNJAMBI.COM - Saat ini transisi energi sedang digalakkan, itu artinya wilayah-wilayah penghasil batubara harus bersiap dengan pengurangan pendapatan daerah.
Selain itu, saat ini Indonesia masuh mengandalkan batubara sebagai produk ekspor.
Setidaknya 75-80 persen produksi batubara di eskpor ke beberapa negara seperti Tiongkok, India, dan Vietnam.
Negara-negara tujuan ekspor itu juga sydah menetapkan target penurunan komsumsi batubara.
Terkait kondisi ini, Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang Indonesia perlu mengantisipasi potensi penurunan ekspor batubara Indonesia.
Yakni dengan memastikan transisi energi dilakukan secara adil serta melakukan pendataan dampak penurunan konsumsi batubara terhadap berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, lingkungan.
Baca juga: DPRD Provinsi Jambi Setujui APBD Perubahan 2023 Sebesar Rp5,3 Triliun
Baca juga: BPBD Tanjabtim Sebut Status Siaga Darurat Karhutla Belum Dicabut
Diperkirakan permintaan batubara domestik akan mencapai puncaknya pada tahun 2025-2030, setelah itu akan permintaan batubara domestik tersebut
akan turun secara signifikan.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa dalam seminar “Sunset PLTU dan Industri Batubara: Meninjau Arah dan Dampak Multisektoral dalam Transisi Energi Berkeadilan” yang digelar Rabu (27/9/2023).
Sementara di pasar ekspor, permintaan batubara ke beberapa negara tujuan akan turun pada 2025.
“Apabila permintaan domestik dan ekspor batubara turun, maka produksinya pasti turun. IESR mengestimasikan bahwa Indonesia punya waktu 5-10 tahun untuk melakukan penyesuaian dengan melakukan transformasi ekonomi di daerah-daerah penghasil batubara di Indonesia seiring dengan turunnya produksi batubara yang berpengaruh terhadap berkurangnya permintaan negara dan daerah penghasil batubara,” kata Fabby.
Sementara untuk transisi energi berkeadilan, ada 3 faktor yang harus diperhatikan, yakni ekonomi lokal, kesiapan sumber daya manusia dan rencana mitigasi dengan mempertimbangkan opsi-opsi alternatif perekonomian yang bisa dikembangkan di daerah tersebut.
Sementara Analis Kebijakan Lingkungan IESR ilham Surya menyebut transisi energi akan berdampak terhadap daerah penghasil batubara di Indonesia, seperti Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan dan Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
dari laporan IESR, kontribusi produk domestik regional bruto (PDRB) sekitar 50 persen dan 70 persen di Muara Enim dan Paser selama satu dekade terakhir.
Selain itu, dana bagi hasil (DBH) dari pajak dan royalti pertambangan batubara berkontribusi signifikan pada pendapatan pemerintah (APBD) hingga 20 persen di Muara Enim dan rata-rata 27 persen di Paser.
Baca juga: Kode Redeem Genshin Impact Terbaru Hari Ini Rabu 27 September 2023
“Analisis modelling input-output kami di Kab. Muara Enim menunjukkan batubara hanya memberikan nilai tambah berupa kompensasi sekitar 20 persen bagi pekerja, dibandingkan 78 persen yang digunakan untuk perusahaan batubara itu sendiri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.