Berita Jambi
Pengelola Hutan Adat Bagikan Sembako untuk Warga Desa Guguk Merangin Jambi, Lewat Program Pohon Asuh
Masyarakat Adat Desa Guguk, Kecamatan Renah Pembarap, Merangin, Jambi berkumpul di Balai Adat dengan wajah yang riang seperti akan mendapat sesuatu.
Hutan Adat Guguk yang dikukuhkan dengan SK Bupati Merangin No 287 Tahun 2003, selama ini dijaga masyarakat karena merupakan sumber mata air. Masyarakat memiliki aturan yang disepakati bersama untuk mengelola hutan. Tidak banyak tempat yang masih menjalankan hukum adat untuk urusan lingkungan.
Aturan adat tersebut, diantaranya pengambilan kayu sesuai aturan dan hanya diizinkan melalui rapat bersama lembaga adat.
Pemberlakuan denda adat untuk orang yang dengan sengaja menebang pohon dan merusak hutan. Tidak main-main denda yang diberlakukan berjumlah besar, seekor kerbau, beras 250 gantang, dan 200 butir kelapa serta selemak semanis untuk orang yang terbukti merusak hutan.
Pengaturan yang sangat ketat ini tidak lepas dari posisi Hutan Adat yang persis di belakang pemukiman warga berupa bukit yang curam. Salah mengelola berarti juga bencana yang akan datang. Tidak hanya aturan, banyak praktik baik yang dilakukan dalam menjaga hutan dan melibatkan semua masyarakat, tua muda, laki-laki dan perempuan.
Terkenang dalam ingatan Rosni, waktu mudanya dulu ia menjadi satu dari 2 orang perempuan yang ikut ke dalam hutan untuk penetapan tapal batas hutan saat awal pengusulan hutan adat pada awal tahun 2000. Pada tahun 2023 ia masuk hutan kembali, ikut dalam program rehabilitasi lahan di hutan adat.
Semua masyarakat ikut bahu membahu menanam bibit pohon di dalam hutan untuk memperbaiki lahan yang kritis. Raut wajah Rosni berseri-seri, 20 tahun berselang, bibit yang ia tanam kini menuai hasil. Terlebih hasil tersebut datang dengan yang tidak pernah dibayangkan.
“Semoga hutan adat kita selalu jaya dan tahun depan ada lagi (pembagian sembako),” katanya.
Masyarakat Guguk menuai manfaat dari penjagaan hutan yang dilakukan oleh generasi sebelum mereka. Hutan dan lingkungan yang terjaga saat ini yang mereka nikmati, harus diwariskan dengan kondisi yang sama baiknya kepada anak cucu nanti.
"Bak napuh di ujung tanjung, hilang sekok beganti sekok. Patah pua jelupung tumbuh," kata Anshori salah seorang pengurus KPHA yang terlibat dalam pengelolaan hutan sejak pengusulan izin hingga sekarang.
Seloko yang diutarakan Anshori ini makna bahwa seseorang ketika meninggal dunia, hendaknya mewariskan sesuatu untuk kelangsungan hidup, anak, keponakan, dan cucu mereka nanti.
"Kalau yang tua meninggal harus ada yang diwariskan kepada anak cucunya. Alam, hutan, dan isinya yang lestari adalah bentuk warisannya" ucap Anshori.
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Doddy Sudrajat Sesumbar sebut Gaji Mayang Sekali Manggung: sampai Tiga Digit
Baca juga: Pelatih AS Roma, Jose Mourinho Sulit Pahami Cedera Renato Sanches
Baca juga: Membangun Kembali Ekowisata Hutan Gambut Pematang Rahim Tanjabtim Jambi, Mencegah Karhutla di Gambut
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 7 Halaman 123, Kurikulum Merdeka |
![]() |
---|
Pelatih AS Roma, Jose Mourinho Sulit Pahami Cedera Renato Sanches |
![]() |
---|
300 Satuan Pendidikan Setingkat PAUD di Kota Jambi Mendapatkan Bantuan Operasional Pendidikan |
![]() |
---|
Formasi CPNS Kemenkes untuk Tenaga Dosen, Ada 154 Formasi untuk Pelamar Umum dan Kebutuhan Khusus |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.