Kisruh di Pulau Rempang
Asal Nama Pulau Rempang dan Orang Darat yang Merupakan Penduduk Asli Batam
Batam yang identik dengan sentra industri ternyata memiliki kawasan pedalaman di hutan Pulau Rempang dan Galang
Penulis: Deddy Rachmawan | Editor: Deddy Rachmawan
TRIBUNJAMBI.COM - Pulau Rempang tengah menjadi sorotan buntut konflik warga sekitar dan pemerintah. Konflik tersebut terkait dengan rencana proyek Rempang Eco-City di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Konflik tersebut bahkan mengundang simpati dari sejumlah warga Jambi dengan menggelar aksi peduli.
Konflik ini seakan membuka mata bahwa Batam yang identik dengan sentra industri ternyata memiliki kawasan pedalaman di hutan Pulau Rempang dan Galang. Siapa nyana di kota ini terdapat kelompok suku asli yang terancam punah.
Jumlah mereka kini tinggal sembilan orang. Orang-orang sering menyebut kelompok itu suku hutan, tetapi mereka sendiri lebih suka menyebut diri Orang Darat. Demikian disebutkan di dalam buku Orang Darat di Pulau Rempang, Tersisih Dampak Pembangunan Kota Batam yang ditulis oleh Dedi Arman.
Asal Nama Pulau Rempang
Mengutip buku Orang Darat di Pulau Rempang, Tersisih Dampak Pembangunan Kota Batam karya Dedi Arman tersebut, asal usul nama Rempang berasal dari kata empang. "Arti empang yaitu menghambat arus. Rempang letaknya merentang panjang menghambat arus laut dari selat-selat besar di Kepulauan Riau, laut Sumatra dan laut Tanjungpinang," tulis peneliti sejarah di Pusat Riset Kewilayahan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu.
Pulau Rempang yang luasnya sekitar 17.000 hektar dulunya, pada abad ke 19, merupakan perkebunan gambir dan lada. Masih mengutip buku yang ditulis Dedi Arman, pemilik kebun gambir adalah orang Tionghoa dan yang banyak membuat bangsal pengolahan gambir.
Baca juga: Menteri Bahlil Ungkap 3 Permasalahan Utama Kericuhan di Pulau Rempang Batam, Ada Peran Negara Lain?
Baca juga: 34 Warga jadi Tersangka Pasca Kericuhan saat Demo di Kantor BP Batam, Hanya 5 Warga Rempang
Dalam perkembangannya, wilayah Rempang, Galang dan sekitarnya masih hutan belantara hingga periode tahun 1970-an. Menyusul terbitnya Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1973 yang menetapkan Pulau sebagai daerah industri dengan didukung oleh Badan Otorita Batam (BOB), Batam pun menggeliat dengan pembangunan.
Sebelum pemerintah membangun Jembatan Barelang pada 1990, masyarakat Pulau Rempang jika ingin menuju ke Batam atau Tanjungpinang mereka akan menggunakan jalur laut.
Dalam bukunya, Dedi Arman menampilkan data jumlah penduduk Desa Rempang. Pada 1993 jumlahnya hanya 1.643 jiwa dengan beragam suku, perincian 707 laki-laki dan 938 perempuan.
Pada Kata Pengantar, buku ini menyebut bahwa suku asli Batam, adalah suku Orang Darat atau Orang Oetan (Hutan), yang bermukim di Pulau Rempang yang kini mendekati punah. Populasinya kian minim. Mereka tinggal di Kampung Sadap, Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Kehidupan mereka kini semakin terdesak.
Baca juga: LARM Desak Pemerintah Lakukan Dialog di Kejadian Pulau Rempang dan Galang
Mengutip Kompas.com, proyek Rempang Eco-City di Pulau Rempang mencakup pengembangan terintegrasi untuk industri, jasa/komersial, agro-pariwisata, residensial, dan renewable energy.
Proyek ini masuk dalam Program Strategis Nasional sebagaimana termaktub dalam Permenko Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.