Dugaan Korupsi Cak Imin

Nasdem: Kasus Dugaan Korupsi Seret Cak Imin Seperti Tak Murni, Mahfud MD: Bukan Politisasi Hukum

Kasus dugaan korupsi yang menyeret Bacawapres Muhaimin Iskandar atau yang kerap disapa Cak Imin ditanggapi politisi Partai Nasdem.

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Kolase Tribun Jambi
Kasus dugaan korupsi yang menyeret Bacawapres Muhaimin Iskandar atau yang kerap disapa Cak Imin ditanggapi politisi Partai Nasdem. 

TRIBUNJAMBI.COM - Kasus dugaan korupsi yang menyeret Bacawapres Muhaimin Iskandar atau yang kerap disapa Cak Imin ditanggapi politisi Partai Nasdem.

Pemeriksaan kasus tersebut bahkan disebut seperti tidak murni dalam proses penegakan hukum.

Seperti diketahui bahwa Ketua Umum PKB itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi.

Dugaan tersebut terkait pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) saat Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja tahun 2012 silam.

Saat ini Muhaimin Iskandar menjadi Cawapres Anies Baswedan di Pilpres 2024 mendatang.

Terkait itu, politisi Partai Nasdem akhinya buka suara.

Ketua DPP Partai NasDem Effendi Choirie menyebut pemanggilan Cak Imin oleh sarat kepentingan politik.

"Ini ada apa ini, (pemanggilan) ini betul proses hukum atau ini politik, KPK betul menjadi alat penegak hukum dalam konteks pemberantasan korupsi atau menjadi alat politik," kata pria yang akrab disapa Gus Choi tersebut kepada awak media di NasDem Tower, Gondangdia, Jakarta, Selasa (5/9/2023).

Baca juga: Mahfud MD: KPK Panggil Muhaimin Soal Dugaan Korupsi Bukan Politisasi Hukum

Baca juga: KPK Panggil Gubernur Lampung Klarifikasi LHKPN Rp23,2 M, Transaksi Arinal Djunaidi Mencurigakan?

Baca juga: Dilamar Jadi Cawapres, Nasdem Minta PKB Mobilisasi Nadliyin Jateng dan Jatim Dukung Anies-Muhaimin

Tudingan itu dilayangkan Gus Choi, didasari karena dirinya merasa janggal dengan proses hukum terhadap Cak Imin.

Sebab, perkara ini sejatinya sudah pernah bergulir pada 13 tahun silam dan terhenti begitu saja.

Saat itu, Cak Imin menduduki kursi Menaker di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Namun, baru saat ini perkara itu dimulai kembali dan langsung meminta Cak Imin untuk datang ke KPK.

"Sudah lama sepi, sudah lama kelihatan enggak ngapa-ngapain. Selama 13 tahun gak ada kelanjutan proses hukum, tiba tiba begitu Cak Imin dideklarasikan sebagai cawapres, tiba tiba muncul dari KPK," kata dia.

"Terus kita yang waras yang sehat wal afiat masa mengikuti begitu saja pikirannya dari KPK, tentu ada pikiran yang berbeda," sambung Gus Choi.

Atas kondisi itu, Gus Choi menilai wajar jika memang publik berpandangan janggal dengan pemanggilan dari KPK.

"Kalau ada masyarakat berasumsi seperti itu, jangan salahkan, karena dia (KPK) melakukan ini saat proses politik berjalan dan dia diam selama 13 tahun, ini yang gak masuk akal disini," tutur Gus Choi.

Terkait perkara ini, Gus Choi berharap agar KPK bisa bekerja secara profesional dan tidak terpengaruh oleh pihak manapun.

Sebab, tidak naif kata dia, setiap warga negara menginginkan kinerja KPK sebagai aparatur penegak hukum yang berintegritas.

Baca juga: Arah Demokrat Usai Ditinggal Anies Baswedan, Bentuk Poros Baru atau Gabung ke Ganjar atau Prabowo?

"Dia harus menjadi pemegang hukum dalam konteks pemberantasan korupsi dilakukan secara independen, secara profesional, tidak atas dasar pesanan elite politik tertentu, kelompok tertetu, atau siapalah tertentu lainnya," tukas dia.

Mahfud MD: Bukan Politisasi Hukum

Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan pemanggilan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin bukan bentuk politisasi hukum.

Untuk diketahui bahwa Cawapres Anies Baswedan itu sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia dipanggil KPK sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) saat menjabat Menteri Tenaga Kerja tahun 2012 silam.

Pemanggilan itu dilakukan di tengah hiruk-pikuk dirinya dideklarasikan sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres).

Muncul berbagai isu bahwa pengungkapan kasus itu untuk menjegal Cak Imin di kontestasi Pilpres 2024 nanti.

Bahkan politisi Partai Nasdem sebelumnya bahwa hukum telah dijadikan sebagai alat politik.

Terkait itu, Mahfud MD menegaskan bahwa hukum tidak bisa dijadikan sebagai tekanan atau alat politik.

"Menurut saya, itu bukan politisasi hukum," kata Mahfud MD usai hadir di acara pembukaan KTT Asean ke-43 di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa (5/9/2023).

"Kita berpendirian bahwa tidak boleh hukum dijadikan alat untuk tekanan politik," lanjutnya, dikutip dari akun Instagram @mahfudmd.

Baca juga: Penguatan Katahanan Pangan, Bank Indonesia Provinsi Jambi Gelar High Level Meeting TPID dan TP2DD

Dia menilai, pemanggilan KPK untuk dimintai keterangan itu hal biasa dalam proses pengusutan dugaan tindak pidana.

Mahfuid MD juga meyakini bahwa KPK sudah jauh-jauh hari melakukan pengusutan kasus dugaan korupsi Cak Imin di Kemnaker era SBY itu.

"Dalam kasus pemanggilan Muhaimin oleh KPK, saya meyakini itu permintaan keterangan biasa atas kasus yang sudah lama berproses."

"Muhaimin tidak dipanggil sebagai tersangka, tetapi dimintai keterangan untuk melengkapi informasi atas kasus yang sedang berlangsung," ujar Mahfud.

Mahfud menilai KPK hanya ingin meminta keterangan dari Cak Imin sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi saat peristiwa dugaan korupsi terjadi.

Menurutnya, Cak Imin diperiksa untuk menyambung rangkaian peristiwa korupsi ini agar menjadi lebih terang.

"Menurut saya dalam kasus ini, Muhaimin hanya diminta keterangan seperti itu untuk menyambung rangkaian peristiwa agar perkara menjadi terang," ujarnya.

Mahfud pun kemudian menceritakan pengalamannya dulu saat dipanggil KPK sebagai saksi atas kasus korupsi Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (AM).

"Saya juga pernah dipanggil oleh KPK ketika Ketua MK AM di-OTT."

"Pertanyaannya teknis saja, misalnya, betulkah Anda pernah jadi pimpinan Sdr AM? Tahun berapa? Bagaimana cara membagi penanganan perkara? Apakah Saudara tahu bahwa Pak AM di-OTT dan sebagainya? Pertanyaannya itu saja dan itu pun sudah dibuatkan isi pertanyaan dan jawabannya."

"Waktu itu, saya hanya disuruh membaca dan mengoreksi kemudian memberi tandatangan. Setelah itu pulang, tak lebih dari 30 menit," ujarnya.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka.

Berdasarkan informasi Tribunnews.com, tiga tersangka itu yakni, Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang) Kemenaker, I Nyoman Darmanta; Direktur PT Adi Inti Mandiri, Kurnia; dan Reyna Usman.

Reyna Usman sempat menjabat Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja saat Muhaimin Iskandar menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Reyna merintis karier di Kemnaker RI dari tahun 1986 hingga purna tugas di tahun 2021.

Selain di Kemnaker, Reyna Usman merupakan anak buah Muhaimin Iskandar di PKB.

Reyna dikabarkan mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI dapil Gorontalo.

Reyna sempat menjabat Wakil Ketua DPW Bali.

Sementara PT Adi Inti Mandiri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultan Teknologi Informasi (IT).

Proyek pengadaan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI berada di bawah Direktrorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta).

Harga paket proyek pada tahun 2012 senilai Rp20 miliar.

KPK menduga korupsi ini bermoduskan penggelembungan harga (mark up) terkait pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia.

Dugaan korupsi itu merugikan keuangan negara miliaran rupiah.

"Nanti ya ini (dugaan kerugian negara) kan sedang kita mintakan kepada yang pihak mendeclare berapa kerugian negara. Jadi dari BPK atau ahli atau auditor yang lagu kita minta Jadi kita sementara ini berpijak pada berapa nilai kontraknya," ungkap Asep.

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Kabut Asap Kiriman Sumsel Masih Selimuti Jambi, Ini Kata Satgas Karhutla

Baca juga: Dibantu Alat PetroChina, Kebakaran Lahan di Geragai Tanjabtim Berhasil Dipadamkan

Baca juga: Kronologi Kecelakaan di Jalan Lingkar Barat Kota Jambi yang Menewaskan Bocah 5 Tahun

Baca juga: Erik ten Hak Kecewa dengan Sikap Jadon Sancho di Manchester United

Artikel ini diolah dari Tribunnews.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved