Berita Jambi

Hutan di Jambi Digarap Jadi Kebun Sawit, Ada 160 Ribu Hektare yang Tersebar di Sejumlah Daerah

Kawasaan hutan di Provinsi Jambi, sudah dimasuki oknum masyarakat dengan membuat kebun kelapa sawit.

Penulis: A Musawira | Editor: Deni Satria Budi
Tribunjambi/Abdullah Usman
Hutan Kota Sarolangun menyimpan banyak keanekaragaman hayati. Kini hutan di beberapa daerah, sudah banyak digarap oknum untuk dijadikan kebun sawit. 

Sekda Provinsi Jambi, Sudirman menyampaikan persoalan tersebut sudah didiskusikan bersama Dinas Perkebunan Provinsi Jambi bahkan sudah bersama Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Jadi, memang perlahan harus dikeluarkan ya. Kebun-kebun sawit yang berada dalam kawasan hutan, perlahan harus dikeluarkan dari areal. Aritnya dari zona kawasan itu,” bilang Sekda.

Hasil diskusi bersama Sekjen KLHK kata Sudirman masalah-masalah seperti itu tidak ada yang tidak selesai.
Diakuinya solusi yang bisa menyelesaikan permasalahan ini bisa saja karena masyarakat atau perusahaan telah menggunakan kawasan dan melanggar, maka dikenakan denda. Setelah itu tahapan kedua dialihkan kawasan tersebut, menjadi di luar kawasan.

“Kalau memang ada masalah yang kita memanfaatkan kawasan dan ternyata kawasan yang kita manfaatkan betul-betul untuk kepentingan rakyat segera komunikasikan dan bicarakan dengan KLHK, pasti ada solusi,” tuturnya.

Baca juga: Lahan Gambut di Desa Ramin Muaro Jambi Terbakar, Api Sempat Padam, Namun Kembali Muncul

Baca juga: Tersebar di Delapan Kecamatan, Seluas 153.401 Hektare Kebun Sawit di Provinsi Jambi Butuh Peremajaan

Miliki Sertifikat ISPO

Dinas Perkebunan Provinsi Jambi mencatat sebanyak 50 lebih perusahaan di Jambi, mengantongi sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan atau Indonesian Sustainble Palm Oil (ISPO).

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Agusrizal menyampaikan terkait sertifikasi ISPO, telah tertuang dalam Permentan Nomor 11 tahun 2015 tentang ISPO.

Di Jambi kata Agus, selain perusahaan yang sudah mengantongi sertifikasi ISPO, ada petani swadaya atau pekebun yang berjumlah tujuh lembaga.

“Dari dana kita yang tersedia, sudah ada 7 sertifikasi ISPO. Kita terus melakukan melalui dana BioCF juga tahun depan kita rencanakan 3 pekebun dan tahun ini ada 1 pekebun,” bebernya, baru-baru ini.

Disebutkan Agus, hal itu guna kelapa sawit berkelanjutan untuk membuktikan bahwa yang dilakukan itu adalah legal, tidak merusak hutan dan sebagainya.

“Untuk ISPO-RSPO ini butuh kelembagaan petani. Dia harus berlembaga. Memang agak sulit dan agak lama. Sebab, petani tidak berlembaga, jadi dia maunya kerja sendiri-sendiri,”.

“Tidak mau juga bikin kelompok, itu kebanyakan petani kita. Dia mau jual sendiri. Padahal, kalau di sawit lebih efesien harus berkelompok. Panen juga berkelompok dan harus bersamaan waktunya supaya ngangkutnya juga bersamaan,” tambahnya.

Untuk itu pihaknya melakukan pendampingan kepada petani melalui fasilitator daerah yang berisi penyuluh perkebunan.

“Kita mengajarkan dan mendampingi supaya petani mendapat sertifikat ISPO. Sertifikasi ISPO nantinya bermanfaat untuk bekerjasama dengan pabrik langsung,” ujarnya.

Petani sawit kata Agus, harus mengelola dengan benar untuk mewujudkan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Agus mengimbau kepada petani sawit agar mengupayakan pembangunan perkebunan sawit berkelanjutan atau Indonesian Sustainble Palm Oil (ISPO).

Halaman
123
Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved