Berita Jambi
Profil Mbah Taryo Penerima Ganti Rugi Tol Betung-Jambi Rp19,5 M, Anak Mandor Besar Zaman Belanda
Mbah Taryo atau Sutaryo penerima ganti rugi Jalan Tol Jambi-Betung senilai Rp19,5 miliar ternyata tidak asing lagi dengan tanaman karet dan dunia
Penulis: Deddy Rachmawan | Editor: Suci Rahayu PK
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Mbah Taryo atau Sutaryo penerima ganti rugi jalan tol Jambi-Betung senilai Rp19,5 miliar ternyata tidak asing lagi dengan tanaman karet dan dunia perkebunan.
Riwayat hidup ayahnya ternyata sangat dekat dengan tanaman karet. Ayahnya yang merupakan perantau dari Pulau Jawa, di zaman kolonial merupakan pekerja di perusahaan Belanda.
"Orang tua merantau ke Jambi tahun 1927, lalu jadi mandor besar di perusahaan onderneming dari 1927-1964 di Pondok Meja ini," kata Mbah Taryo kepada Tribunjambi.com, Selasa (11/7/2023).
Pondok Meja merupakan desa tetangga dari Desa Muara Sebapo, tempat Sutaryo tinggal.
Perusahaan Belanda itu merupakan perkebunan karet yang produknya diekspor langsung ke Singapura.
Untuk diketahui, Jambi zaman kolonial memang pernah berjaya dengan tanaman karet. Itulah mengapa pemerintah pernah mencoba membangkitkan tanaman karet rakyat Jambi.
Mbah Taryo tinggal di Desa Muara Sebapo, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muarojambi sejak tahun 1961.
Ayahnya berasal dari Kebumen, dan ibu dari Purworejo, Jawa Tengah. Bapaknya bertemu dengan ibunya di tanah Jawa. "Ibu saat itu sudah janda beranak satu," cerita Mbah Taryo.
Baca juga: Kisah Mbah Taryo Dapat Uang Rp19,8 Miliar, Beli Kebun Rumah Mewah, Lahan Kena Tol Jambi-Sumsel
Baca juga: Mbah Taryo Bangun Rumah Mewah dan Beli Kebun, Dapat Ganti Rugi Miliaran dari Jalan Tol Jambi-Betung
Cerita punya cerita, ternyata bapak Mbah Taryo dulunya adalah orang politik. Kata dia, ayahnya adalah kader Partai Nasional Indonesia atau PNI. Partai politik yang didirikan oleh Bung Karno.
"Jadi termasuk kader untuk perjuangan Republik Indonesia,
kalay ada intelijen dari pusat nginap di rumah bapak saya," katanya.
Mbah Taryo merupakan pensiunan Dinas Perkebunan Kabupaten Batanghari. Ia dulu bersekolah di sekolah pertanian atau SPMA. "Itu Pak Bambang (mantan Kadis Perkebunan Batanghari) dan Pak Bahtiar (Wabup Batanghari) adik kelas saya," ujarnya.
Menurut ceritanya, orang tuanya adalah orang yang peduli dengan pendidikan. Pengakuan Mbah Taryo, pada masa itu ia dan saudaranya yang bersekolah.
"Jadi di dareah sini tidak ada anak sekolah, yang sekolah itu cuma keluarga kami," kata dia.
Ia bercerita, kakaknya dulu tamat STM. "Laku dia dulu mau buka kebun, dia ga pulang tiga hari mau merintis hutan untuk kebun. Kata bapak saya, kamu harus punya setidaknya pengetahuan sedikit, walaupun sedikit manfaatkan untuk mengabdi," kata Mbah Taryo mengenang.
Bangun Rumah mewah

												      	
												      	
												      	
												      	
				
			
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.