Fakta Lapangan di Balik Viralnya Siswi SMP Kota Jambi dan Rumah Nenek Hafsah yang Rusak
Persoalan rumah Nenek Hapsah yang rusak akibat aktivitas sebuah perusahaan di Kota Jambi, memasuki babak baru
Penulis: tribunjambi | Editor: Duanto AS
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Persoalan rumah Nenek Hapsah yang rusak akibat aktivitas sebuah perusahaan di Kota Jambi, memasuki babak baru.
Rapat dengar pendapat DPRD Kota Jambi kemarin malam, menghasilkan keputusan membuat tim kelompok kerja (pokja) untuk membahas ganti rugi rumah nenek Hapsah.
Tim yang akan dibentuk Pemerintah Kota Jambi beranggota beberapa unsur masyarakat.
Cucu Nenek Hafsah, SFA yang viral beberapa waktu lalu, menuturkan awal mula persoalan terjadi.
Saat wawancara bersama Tribun Jambi di rumahnya, SFA bercerita rumah neneknya rusak akibat banyak mobil bertonase besar lewat di jalan lingkungan.
"Jalan di depan rumah nenek saya ini kan seharusnya untuk mobil dengan tonase di bawah 5 ton, namun malah dilewati mobil bertonase besar," ujarnya Senin (12/6).
"Tonasenya 50-60 ton," tambahnya.
Dia mengatakan mobil bertonase besar itu 24 jam lewat di jalan lingkungan tersebut. "Mobil yang lewat itu rodanya banyak, 8 atau 10 lah," katanya.
Dampak dari banyaknya mobil bertonase besar lewat, keluarganya harus berulang kali memperbaiki rumah Nenek Hapsah.
"Ada sekitar delapan kali kami memperbaiki rumah nenek," katanya.
SFA menuturkan rumah neneknya yang berjarak 400 meter dari pabrik, tidak akan dijual karena banyak kenangan dan sejarah di sana.
"Nenek tidak ingin rumahnya di jual, karena peninggalan mendiang suaminya," katanya.
Untuk itu, SFA menuntut pihak perusahan untuk menganti rugi kerusakan. "Perusahaan ganti rugi dong kerusakan yang diakibatkannya," ujarnya.
Jika nanti sudah diperbaiki dan rusak lagi, maka SFA juga menuntut perusahaan untuk tetap memperbaiki setiap ada kerusakan.
10 Rumah Rusak
Selain rumah Nenek Hafsah, ternyata ada 10 rumah lagi yang belum diganti kerusakannya.
Namun, kerusakan itu bukan akibat kendaraan bertonase besar, melainkan dampak dari mesin PLTG yang dimiliki PLN.
Zainal Arifin, Ketua RT 24, Payo Selincah, Kecamatan Paal Merah, Kota Jambi, membenarkan masih ada warganya yang mengalami kerusakan di sekitar rumah Nenek Hafsah.
"Ada sekitar sepuluh rumah yang masih perlu perhatian," katanya.
Zainal mengatakan sebenarnya ada banyak rumah yang terdampak PLTG ini, namun sebagian sudah dibebaskan.
Untuk rumah yang berjarak 100 meter dari pondasi PLTG, sudah dibebaskan. Tapi ada beberapa yang menolak dibebaskan.
"Nah, warga yang 10 ini jaraknya lebih dari 100 meter dan memang mengalami kerusakan," katanya Zainal.
Zainal menceritakan sebenarnya PLN sudah menawarkan perbaikan. Namun, warga meminta untuk pembebasan atau perbaikan dari pondasi.
"Untuk pembebasan PLN sudah tidak ada lagi karena PLTG sudah tidak beroperasi lagi," pungkasnya.
Jawaban Perusahaan
Perwakilan PT Rimba Palma Sejahtera Lestari (RPSL), Tomi, mengatakan sejak 2022 sudah ada mediasi, namun pihak nenek Hafsah meminta ganti rugi Rp1,3 miliar.
"Kami pada prinsipnya siap beli lahan tersebut, tapi dengan harga wajar, harga pasar yang wajar," ujarnya Minggu (11/6) malam.
Tomi mengatakan PT RPSL merupakan investasi asing (PMA) yang telah berpartisipasi bagi lingkungan perusahaan. 45 persen tenaga kerja berasal dari RT sekitar perusahaan.
Sementara 90 persen karyawan berasal dari Kota Jambi dan hanya 10 persen dari luar Kota Jambi.
Pihaknya juga menyinggung akan membangun jalan dengan spesifikasi K300 dengan menggunakan dana CSR.
Soal tudingan di sosial media bahwa PT RPSL tidak memiliki izin, ditepis Tomi. "Usaha PT RPSL memiliki izin lengkap," pungkasnya
DPRD Desak Selesaikan
DPRD Kota Jambi memerintahkan Pemkot Jambi untuk segera membentuk tim khusus untuk menyelesaikan kasus Nenek Hafsah dan SFA vs PT Rimba Palma Sejahtera Lestari (RPSL).
Kesepakatan itu berdasarkan hasil rapat dengar pendapat (RDP) pada Minggu (11/6) malam.
"Jadi secepatnya kita rekomendasikan membentuk tim. Kita kasih waktu tiga hari," ujar Ketua Komisi 1 DPRD Kota Jambi, Muhili Amin, yang juga pimpinan rapat.
Akan tetapi, kata Muhili, pihak dewan tidak terlibat dalam tim itu. Hanya memantau prosesnya.
Anggota DPRD Kota Jambi lainnya, Abdullah Thaif, mengatakan dewan pasti berpihak pada rakyat.
"Kami (Anggota DPRD) tidak ada dalam tim. Kami takut tidak netral. Untuk melakukan penakaran terhadap upaya ganti rugi, bisa melibatkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), supaya netral. Amanah Undang-Undang juga seperti itu," kata Thaif.
Dia melanjutkan, Pemkot Jambi harus segera menyelesaikan persoalan supaya tak hilang fokus.
Sebab, sebentar lagi membahas persoalan APBDP, APBD 2024, dan juga pengunduran diri wali kota.
"Oleh karena itu, supaya cepat agar pihak keluarga atau siapapun tidak lagi memviral-viralkan lagi, disetop dulu. Kami akan pantau terus penyelesaian persoalan ini. Saya minta sekda benar-benar kedepankan prinsip kesejahteraan, keadilan dan lain-lain. Perusahaan harus aktif. Kami akan pantau. Benar-benar aktif, siapkan timnya," katanya. (cay)
Baca juga: Tetangga Beri Balita Air Mengandung Sabu Hingga Ngoceh Sendiri, Akhirnya Jadi Tersangka
Baca juga: Perasaan Aryo Dkk Deg-degan Melewati Pohon Bolong saat Pendakian Gunung Kerinci, Ternyata
Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar Menerima Audiensi dari Praeses dan Pendeta HKBP Jambi |
![]() |
---|
Status Siaga Bencana di Kabupaten Muaro Jambi Diperpanjang |
![]() |
---|
UNJA Gelar Wisuda ke-119, Luluskan 1.053 Mahasiswa dari Berbagai Jenjang |
![]() |
---|
Kurir Narkoba Jambi Dijanjikan Rp 220 Juta, Tapi Baru Terima Rp 5 Juta, Titipkan Barang ke Anak Buah |
![]() |
---|
7,6 Kg Sabu dan 10 Ribu Ekstasi Diamankan dari Kurir Narkoba Jambi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.