Kasus Pemerkosaan
Wanita Korban Pemerkosaan 11 Pria Didatangi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Pelaku pemerkosaan terhadap wanita muda itu adalah oknum brimob ipda mks, oknum guru, oknum kades, pegawai swasta, mahasiswa, dan pengangguran
TRIBUNJAMBI.COM - Wanita muda berusia 15 tahun, yang menjadi korban pemerkosaan 11 pria, didatangi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Jumat (9/6/2023).
Pelaku pemerkosaan terhadap wanita muda itu adalah oknum brimob, oknum guru, oknum kades, pegawai swasta, mahasiswa, dan pengangguran.
Akibat ulah para pelaku, kesehatan wanita malang ini dalam kondisi mengkhawatirkan.
Dia didiagnosa mengalami infeksi pada bagian rahim. Wanita ini harus dirawat di rumah sakit akibat perlakuan biada kepadanya.
Korban menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu, Sulawesi Tengah.
Adapun oknum polisi yang turut memperkosa wanita itu bernama Ipda MKS, yang merupakan anggota Brimob Polda Sulteng.
Dalam kasus ini polisi menetapkan 11 orang tersangka. Sebanyak 10 orang sudah berhasil ditangkap, dan satu orang masih buron.
Mereka ditahan dan dijadikan tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, berlokasi di Kabupaten Parigi Moutong.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengunjungi korban pada Jumat (9/6/2023).
Baca juga: Fakta Kasus Pemerkosaan Wanita Muda, Berikut Daftar Nama 11 Pelaku
Dia memberi apresiasi pada polisi yang telah melakukan penetapan dan penahanan terhadap tersangka.
Juga atas pasal yang disangkakan kepada tersangka, yakni Pasal 81 UU 17 tahun 2016, yang menurutnya akan memberi efek jera pada pelaku, dan keadilan bagi korban.
"Pasal 81 tentunya memberikan keadilan bagi korban dan efek jera bagi pelaku," ungkap I Gusti Ayu Bintang Darmawati usai menjenguk korban di RSUD Undata Palu, Jumat.
Soal hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual, dia menyebut hal itu sangat dimungkinkan.
"Ini sudah dipasang pasal yang paling maksimal. Makanya perspektif bapak Kapolda ini saya tidak ragukan lagi," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur terjadi di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Para pelaku yang dilaporkan korban sebanyak 11 orang.
Kasus ini terbongkar saat korban berinisial RI melaporkan kasusnya ke Polres Parigi Moutong, Januari 2023.
Dia tak sendiri datang ke kantor polisi, tapi turut didampingi oleh ibu kandungnya.
Awalnya polisi menggunakan narasi persetubuhan, yang kemudian mendapatkan kecaman dari banyak pihak, sebab dianggap telah menurunkan derajat kejahatan yang dilakukan oleh pelaku.
Kapolres mengatakan, perbuatan bejat itu dilakukan para pelaku secara bergantian, sejak April 2022 hingga Januari 2023.
Pengakuan korban, ia mengenal pelaku di rumah makan di Parigi, yang jadi tempatnya bekerja sebagai tukang masak.
Para pelaku ternyata tidak hanya melakukan perbuatannya itu sekali saja, melainkan berulang kali.
Perbuatan tersebut mereka lakukan di tempat berbeda.
Ada yang melakukan di penginapan, dan ada juga yang di mobil.
Awal terkuaknya kasus ini, korban mengeluhkan sakit pada area kemaluan.
Saat melapor, dilakukan visum di RSUD Anuntaloko Parigi.
Hasil visum, ditemukan luka robekan. Atas laporan dan berdasarkan keterangan saksi- saksi serta hasil visum, kasus ini pun naik ke tahap penyidikan.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati menyayangkan pernyataan kepolisian terkait kejahatan seksual dengan narasi persetubuhan yang menimpa anak 15 tahun di Sulteng itu.
“Bersetubuh dengan anak adalah perkosaan, atau dikenal dengan statutory rape. Pernyataan Kapolda seolah menurunkan tingkat kejahatan tersebut, padahal ancaman pidananya lebih besar,” kata Maidina lewat keterangan resmi.
Dia menyebut narasi polisi tentang penggunaan istilah 'persetubuhan anak' menunjukkan jika ada iming-iming atau bujukan membuat kejahatan itu turun derajat.
Padahal, seharusnya dalam konteks ini, bujukan atau iming-iming juga masuk kategori kekerasan seksual pada anak.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti bahwa pernyataan Kapolda Sulteng sudah tepat.
Sebab, tidak ada istilah pemerkosaan dalam UU Perlindungan Anak, yang menjadi rujukan tim penyidik.
Oleh karena itu, pihak kepolisian menggunakan pasal 81 ayat 2 dalam UU Perlindungan Anak dan pasal 65 KUHP untuk menjerat para pelaku.
"Jadi kalau melihat pasal perulangan kejahatan maka ancaman hukumannya maksimal 15 tahun ditambah 1/3, yaitu lima tahun, sehingga total 20 tahun penjara. Apalagi jika ada kerusakan fungsi reproduksi, maka ancaman hukumannya bisa ditambah," ungkapnya.
Meski begitu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah mengatakan bahwa seharusnya pihak aparat tidak terlalu mempermasalahkan terminologi dan terus menjalankan penyidikan kasus itu sesuai prosedur.
Sebab menurut Ai, bagaimanapun keduanya, baik itu ”persetubuhan” atau ”pemerkosaan”, keduanya merupakan kejahatan seksual terhadap anak.
Baca juga: Kasus Dugaan Pemerkosaan Mama Muda di Jambi Dihentikan, Polisi Temukan Kejanggalan
Baca juga: Cerita Awal Mula Oknum Perwira Brimob Perkosa Remaja 15 Tahun di Parimo, Kini Jadi Tersangka
Ibu Merantau ke Malaysia, Gadis 15 Tahun Diperkosa Dua Pria Tua Berkali-kali Hingga Hamil |
![]() |
---|
Siswi SMP Ngaku Diperkosa 10 Pria di Bali, Digilir Tiap Hari di Semak-semak, Bengkel, dan Rumah |
![]() |
---|
Ditinggal Istri Meninggal, Seorang Ayah Tega Memperkosa Anaknya Hingga Empat Kali Saat Kondisi Mabuk |
![]() |
---|
Tujuh Siswa SMA Perkosa Remaja Berusia 14 Tahun, Diperkosa Saat Jam Belajar, Begini Kisahnya |
![]() |
---|
Sering Diantar Jemput, Kakak Ipar Tega Perkosa Adik Ipar Hingga Lima Kali, Begini Kronologinya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.