Kasus Putusnya Kabel Bawah Laut XL di Tanjabbar, Nahkoda Kapal Divonis Tak Bersalah

M Taufik Ale Hasibuan, nahkoda kapal menjadi terdakwa kasus putusnya jaringan kabel bawah laut milik XL di Sungai Pengabuan divonis tak bersalah.

Penulis: Ade Setyawati | Editor: Teguh Suprayitno
istimewa
M Taufik Ale Hasibuan, nahkoda kapal menjadi terdakwa kasus putusnya jaringan kabel bawah laut milik XL di Sungai Pengabuan divonis tak bersalah. 

TRIBUNJAMBI.COM, KUALATUNGKAL-Sidang putusan kasus putusnya jaringan kabel bawah laut milik XL di Sungai Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) berlangsung di Pengadilan Negeri Kuala Tungkal, Jumat (9/6/23).

Dalam kasus tersebut, M Taufik Ale Hasibuan yang menjadi nahkoda kapal menjadi terdakwa.

Dalam putusan sidang yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Rafli Fadilah Achmad di Ruang Sidang Tirta, M Taufik dinyatakan tidak bersalah.

Hakim menilai tidak cukup bukti. Sebab dua dari tiga dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terpenuhi atau tidak terbukti. Salah satunya putusnya kabel menyebabkan gangguan elektromagnetik dan peta navigasi. 

Sehingga M Taufik didakwa dengan dakwaan ketiga, yaitu perbaikan kapal tanpa pemberitahuan kepada pihak Kesyahbadaran dan Otoritas Pelabuhan, dengan vonis selama lima bulan kurungan penjara.

Mengingat M Taufik, sudah menjalani masa tahanan selama lima bulan kurungan penjara, sehingga dia akan segera bebas.

M Taufik Ale Hasibuan merupakan nahkoda kapal Dabo 103. Dia ditahanan selama lima bulan di penjara atas kasus putusnya kabel bawah laut milik XL pada September tahun 2022 lalu.

M Taufik didakwa dengan tiga dakwaan sekaligus dan dituntutan hukuman penjara selama dua tahun.

Terkait kasus yang menjeratnya ini, M Taufik, saat dijumpai awak media, usai menjalani persidangan, Jum'at (9/6/23) terlihat sedikit kecewa. Lantaran tidak divonis bebas. Namun dirinya tetap menghormati putusan dari majelis hakim.

"Memang kita kecewa, tetapi kita akan pikir pikir dulu bersama kuasa hukum kita untuk langkah selanjutnya," Jelasnya.

Sementara itu DR Hery Firmansyah Yasin selaku kuasa hukum terdakwa beserta tim dari Kantor Hukum Firmansyah Yasin dan Partners Law Firm di Jakarta menyatakan sikap menghormati semua putusan majelis hakim. Bahkan Alwalit Muhammad, yang mendampingi langsung selama sidang berlangsung, sependapat dengan timnya.

"Kita menghormati keputusan majelis hakim, namun kita akan tetap berkoordinasi lebih lanjut dengan team kita di Jakarta. Apakah kita pikir pikir dulu atau menerima sepenuhnya," jelasnya.

"Langkah apa yang akan kita tempuh, nanti akan kita sampaikan setelah kita berkoordinasi dengan tim, karena sekarang ini masih ada waktu. Karena ini juga dakwaan alternatif," tambahnya.

Hal serupa juga diungkapkan, Abdul Rasad Manajer Operasional PT. Pelayaran Nasional Bahtera Bestari Shipping, Ia dengan tegas sangat menyayangkan dengan adanya dakwa alternatif ketiga ini, mengingat nahkoda kapal tidak melakukan kesalahan seperti yang didakwakan.

"Kalau kita melakukan perbaikan di dalam atau di wilayah kolam pelabuhan, seharusnya memang kita melapor ke KeSyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Sementara saat kapal kita bersandar aja, lokasinya berada di luar kolam pelabuhan," jelasnya kecewa.

"Bahkan Pak Junaidi perwakilan dari pihak KSOP saat dihadirkan di persidangan sebelumnya, sudah menarik atau mencabut BAP-nya, ini yang kita sayangkan dan kita pertanyakan juga sebenarnya," tambahnya.

Saat disinggung apakah pihaknya akan mengajukan gugatan atau tuntutan balik, terkait kerugian yang diderita selama lima bulan tidak beroperasional. Dirinya mengatakan jika dalam hal ini akan berkoordinasi dengan pimpinan di Jakarta.

"Nanti akan kita sampaikan, kita akan koordinasi dulu, begitu juga dengan pihak kuasa hukum kita," tutupnya.

Saut Manurung, sebagai agen perusahaan pelayaran juga merasa kecewa dan terkesan tidak menerima putusan majelis hakim. Menurutnya masalah ini seharusnya menjadi ranah dari pihak KSOP.

"Kita tidak terima dengan putusan ini, ini yang disebut gagal faham, seharusnya ini menjadi ranahnya KSOP. Kalau tidak bisa selesai dengan pihak KSOP ada yang namanya Mahkamah Pelayaran. Begitulah prosedurnya, bukan langsung pihak Pol Airud hingga sampai ke Pengadilan Negeri, kalau seperti ini, namanya gagal faham soal hukum," tutupnya.

Baca juga: Dilaporkan Bupati Tanjabbar Terkait UU ITE, Kades Sungai Rambai Masih Berstatus Saksi

Baca juga: Polres Tanjabbar Ungkap Kondisi B, Anak di Bawah Umur yang Jadi Korban Persetubuhan

Baca juga: Kecanduan Judi Online, Dua Pemuda Sarolangun Nekat Curi Kabel Tower Telkomsel

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved