Mahfud 'Ngegas' di DPR, Sebut Dugaan TPPU Rp189 T Ditutupi Anak Buah Sri Mulyani

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD terlihat sedikit emosi dan 'ngegas' saat menjelaskan temuan Rp349

Editor: Fifi Suryani
Capture YT DPR RI
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD geram melihat aksi anggota dewan yang kerap kali interupsi. 

Mahfud tak merinci nama pejabat eselon I Kemenkeu mana yang membantah tersebut. "Yang semula ketika ditanya bu Sri Mulyani itu 'ini apa ada uang Rp189 [triliun]?' itu pejabat tingginya eselon I bilang 'bu enggak ada bu di sini," kata Mahfud menjelaskan.

Ketika pejabat eselon I Kemenkeu itu membantah, Mahfud mengatakan Sri Mulyani menunjukkan ada surat dari PPATK sejak tahun 2020 soal transaksi mencurigakan Rp189 triliun. Namun, pejabat eselon I Kemenkeu itu membantahnya lagi.

Kemudian, Mahfud mengatakan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana yang hadir pada kesempatan bersama Sri Mulyani itu justru menunjukkan surat yang valid. Melihat itu, Mahfud mengatakan pejabat eselon I Kemenkeu itu langsung melakukan penelitian lebih lanjut. "Ada pak Ivan [di situ], 'lah ada'. Baru dia [pejabat eselon I Kemenkeu] bilang 'oh iya itu nanti dicari'. Dan itu menyangkut Rp189 triliun," kata dia.

Mahfud menjelaskan temuan Rp189 triliun itu merupakan dugaan pencucian uang cukai dengan 15 entitas terkait impor emas batangan. Surat cukai itu, kata Mahfud, diduga dimanipulasi dengan keterangan 'emas mentah'. Padahal sudah terbentuk emas batangan. "Impor emas batangan yang mahal itu. Tapi di surat cukainya itu emas mentah. "Bagaimana kamu kan emasnya udah jadi, kok bilang emas mentah? 'Enggak, ini emas mentah tapi dicetak di Surabaya', di cari ke Surabaya dan enggak ada. Itu menyangkut uang miliaran tapi enggak diperiksa," kata dia.

Mahfud menjelaskan temuan laporan transaksi mencurigakan Rp189 triliun itu diberikan oleh PPATK pada tahun 2017 ke Kementerian Keuangan melalui Dirjen Bea Cukai, Irjen Kemenkeu dan dua orang lainnya. Namun, ia mengatakan laporan itu tidak berbentuk surat lantaran sensitif.

Kemudian, PPATK baru mengirimkan surat resmi kepada Kemenkeu tahun 2020 lantaran tak ada tindak lanjut sejak laporan tahun 2017 diberikan. Namun, Mahfud mengatakan surat PPATK tahun 2020 itu tak sampai ke Sri Mulyani. "Kemudian dua tahun enggak muncul, tahun 2020 dikirim lagi [surat] enggak sampai juga ke bu Sri Mulyani. Sehingga bertanya ketika kami kasih itu. Dan dijelaskan yang salah," kata Mahfud.

Sementara itu Benny K Harman dalam rapat itu mengusulkan agar DPR membentuk panitia khusus (Pansus) untuk mengusut dugaan transaksi janggal sebesar Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). "Kalau memang terjadi, saya rasa panggil Sri Mulyani. Kalau bisa bentuk Pansus lebih pas lagi supaya kita lebih mendalam. Masuk lebih jauh, masuk lebih dalam," kata Benny.

Benny menegaskan kasus ini tidak boleh ditutup-tutupi oleh siapapun. Ia juga mengatakan pengusutan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus ini juga diungkap ke publik. "Tapi jangan ke mana-mana. Jangan singgung soal TPPU, judi dan sebagainya. Fokus ke TPPU di lingkungan Kemenkeu saja, sebab ini sentrum keuangan negara kita," kata dia. "Kalau yang diumumkan Pak Mahfud Rp349 triliun di lingkungan Kemenkeu di bea cukai dan pajak. Tapi TPPU di sana kalau itu terjadi luar biasa," tambahnya.

Tak hanya itu Benny juga meminta agar DPR bisa memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk dimintai klarifikasinya soal temuan yang diungkapkan Mahfud. Pasalnya, Benny mengatakan kabar Sri Mulyani dibohongi oleh anak buahnya dalam kasus ini patut untuk diklarifikasi lebih jauh. "Kalau betul bapak sampaikan ini, saya minta kita undang sri mulyani. Setuju. Jangan lama-lama maksud saya. Besok ya besok. Supaya tau siapa yang melakukan pembohongan publik," kata dia.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved