Orang Rimba

Film Dokumenter Pulang Rimba Diputar di Unja, Kisah Suku Anak Dalam Meraih Gelar Sarjana

Film dokumenter yang berjudul Pulang Rimba, garapan Kreasi Prasasti Perdamaian, diputar di Universitas Jambi, Senin (6/3/2023).

|
Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI/SUANG SITANGGANG
Suasana saat diskusi tentang Suku Anak Dalam, usai pemutaran film dokumenter Pulang Rimba, di Kampus Unja Mendalo, Senin (6/3/2023) 

"Mereka harus dibantu untuk bisa hidup lebih baik. Negara agar tidak menganggap Suku Anak Dalam ini sebagai beban, tapi tanggung jawab untuk melindungi warga negara," ungkap Fuad.

Unja, ucapnya, telah melakukan sejumlah kegiatan pemberdayaan di komunitas Orang Rimba melalui Tridharma Perguruan Tinggi. Ada sejumlah pelatihan yang pernah dilakukan, dengan harapan bisa menjadi bekal bagi SAD dalam menambah penghasilan.

Dulu Dilarang Kini Didukung

Dorongan pada anak-anak Suku Anak Dalam dari Komunitas Orang Rimba untuk sekolah, belakangan semakin besar. Pada awal dunia pendidikan nonformal diperkenalkan, berupa sekolah alam, banyak orang tua yang melarang.

Masa telah berubah. Kini orang tua sudah mendukung anak-anaknya agar sekolah tinggi, terlebih untuk laki-laki. Bahkan pendidikan formal pun sudah mulai dijalani, dan kini beberapa orang duduk di perguruan tinggi.

Nurbaiti, Suku Anak Dalam (SAD) Kelompok Orang Rimba, yang sudah sepuh.
Nurbaiti, Suku Anak Dalam (SAD) Kelompok Orang Rimba, yang sudah sepuh. (TRIBUNJAMBI/SUANG SITANGGANG)

Nurbaiti adalah satu di antara Orang Rimba yang dulunya menolak keterlibatan keturunan mereka ke dunia pendidikan. Kepada Tribun dia mengatakan, saat itu mereka khawatir generasi muda mereka akan terpisah jauh bila menjalani dunia pendidikan.

"Sebenarnya secara adat tidak ada larangan. Tapi dulu kami takut anak-anak pergi jauh meninggalkan kami, dan tak pulang lagi," kata Nurbaiti, Senin (6/4/2023).

Dia dulunya tinggal di dalam hutan. Saat itu namanya adalah Subu. Kini mereka telah menetap di sebuah dusun di Bungo. Nama baru diberikan oleh imam masjid di sana kepadanya, Nurbaiti.

Saat ini, ucap Nurbaiti, dia termasuk orang yang ikut mendorong anak-anak mereka melanjutkan pendidikan. "Kalau tidak pintar, mereka tidak akan bisa bekerja nantinya, tidak bisa dapat makan lagi," ungkapnya.

Dia menjelaskan, dulunya komunitas Orang Rimba bekerja hanya dari hasil berburu dari mengambil hasil hutan seperti rotan, buah, dan yang lainnya. Namun itu tak bisa lagi dilakukan sekarang.

"Isi hutan sudah tidak ada lagi. Susah cari hasil di dalam hutan sejak bayak yang berubah menjadi kebun sawit," ucap perempuan yang mengaku telah berusia 80 tahun itu.

Kini, tambahnya, banyak Orang Rimba yang hanya mengandalkan hasil dari sumbangan untuk kehidupan sehari-hari. Mereka tidak punya kebun yang memadai untuk mencukupi kebutuhan hidup.

"Kalau kami ambil brondolan, malah dituduh mencuri. Susah kami sekarang," terangnya.

Mengubah Nasib

Beberapa waktu lalu, Tribun melakukan wawancara dengan Mijak Tampung, pemuda dari SAD Orang Rimba yang juga sedang kuliah. Dia bahkan akan menjadi sarjana dalam beberapa bulan ke depan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved