Editorial

Membuka Opsi Moratorium Batu Bara Di Jambi

Pembatasan jumlah armada yang digagas dengan cara penempelan stiker, tak akan mampu untuk menyelesaikan masalah ini.

Editor: Suang Sitanggang
TRIBUN JAMBI/MUSAWIRA
Sejumlah kendaraan dan truk angkutan batu bara saat melintas jalanan di Kabuapten Batanghari 

PERSOALAN pengangkutan batu bara tak kunjung tuntas. Hingga kini tak ada solusi permanen yang dihasilkan.

Pembatasan jumlah armada yang digagas dengan cara penempelan stiker, tak akan mampu untuk menyelesaikan masalah ini. Kemacetan akan terus terjadi, diiringi dengan kerusakan jalan umum yang begitu vital bagi ekonomi Jambi.

Carut marut pengangkutan emas hitam ini dibuat bagaikan benang kusut yang sulit untuk mengurai dan membentangkannya. Padahal tak serumit itu. Aturan sudah ada, sangat jelas.

Aspek pengangkutan hasil tambang masih merupakan tanggung jawab perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP). Hal itu tertuang dalam UU Minerba, dan juga diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 tahun 2018.

Dalam dokumen regulasi disebutkan usaha pertambangan merupakan kegiatan pengusahaan mineral atau batubara meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan atau Pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.

Narasi di atas menunjukkan makna perusahaan pemilik izin usaha pertambangan, memiliki tanggung jawab pada pengangkutan. Maka, soal semrawut yang terjadi saat ini di jalan umum, perusahaan tidak bisa tutup mata. Ini bagian dari tanggungjawab dalam melakukan bisnis usaha tambang.

Menarik untuk melihat kebijakan di Kalimantan Timur. Pemerintah daerah di sana membuat Perda, setiap angkutan batu bara dan hasil perusahaan kelapa sawit dilarang melewati jalan umum.

Perusahaan diwajibakan membangun prasarana jalan khusus, termasuk juga untuk pembuatan underpass maupun flyover pada persilangan atau crossing jalan umum sesuai ketentuan.

Regulasi itu dituangkan Pemprov Kaltim dalam Perda Nomor 10 Tahun 2012, ditindaklanjuti Pergub Nomor 43 Tahun 2013 tentang petunjuk teknis. Ada denda hingga Rp 50 juta bagi perusahaan yang melanggar.

Apa dampaknya? Di Kaltim angkutan batu bara tak melintasi jalan umum lagi, seperti yang terjadi di Jambi.

Kini DPRD Provinsi Jambi sedang mewacanakan pembentukan panitia khusus (Pansus) batu bara. Apakah akan efektif? Bisa jadi, bila dewan sungguh-sungguh mendengarkan aspirasi masyarakat. Penggunaan jalan umum, seyogyanya difokuskan untuk kegiatan masyarakat umum, bukan untuk memprioritaskan kepentingan pengusaha.

Pansus yang dibentuk DPRD ini nantinya bisa saja memunculkan opsi moratorium pengangkutan batu bara. Hal ini untuk mempercepat hadirnya jalan khusus angkutan tambang di Jambi, yang dibangun sendiri oleh para pengusaha emas hitam itu. Tanpa moratorium, maka mimpi hadirnya jalan khusus tersebut rasanya sulit diwujudkan.

Kita tunggu gerakan dari para wakil rakyat, menggaungkan suara dari arus bawah, yang telah lama mengungkapkan kerasahan, hingga akhirnya kehilangan kata-kata, dan kini banyak yang skeptis terhadap persoalan di depan mata yang dianggap telah menjadi budaya. (*)

Baca juga: Macet Parah  Bikin Publik Resah

Baca juga: Jambi Macet Dimana-mana - Angkutan Batubara, Jalan Sempit hingga Jalan Rusak

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved