Sidang Ferdy Sambo
Mantan Hakim Agung Prediksi Ferdy Sambo di Vonis Mati dalam Kasus Penembakan Brigadir Yosua
Banyak dukungan masyarakat agar kasus Ferdy Sambo terang benderang dan hakim dapat memutus atau memberikan vonis kepada terdakwa yang seadil-adilnya.
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Banyak dukungan masyarakat agar kasus Ferdy Sambo terang benderang dan hakim dapat memutus atau memberikan vonis kepada terdakwa yang seadil-adilnya.
Terdakwa dalam hal ini terduga pelaku pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.
Lima orang terdakwa dalam perkara yang menyeret mantan Kadiv Propam itu.
Kelima terdakwa tersebut yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Richard Eliezer alias Bharada E.
Pekan depan, kelima terdakwa akan menjalani sidang putusan dari Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Jelang putusan tersebut banyak dukungan yang diberikan kepada para terdakwa, khususnya untuk Bharada E.
Dengan adanya dukungan tersebut ditanggapi Henry Pandapotan Panggabean, mantan Hakim Agung RI.
Baca juga: Pembelaan Terakhir Kubu Arif Rahman di Kasus Ferdy Sambo Malah Salahkan Hendra Kurniawan
Awalnya dia mengungkapkan ada dua jenis dukungan masyarakat dalam teori keadilan.
"Dukungan masyarakat dalam praktek peradilan dinilai dari pelaksanaan teori keadilan," katanya.
"Teori keadilan yang menonjol di Indonesia, keadilan pembalasan,"
"Kedua, teori keadilan Restorative," kata Henry dikutip dari Youtube MetroTvNews yang tayang pada Jumat (10/2/2023).
Mantan Hakim Agung tersebut juga memberikan contoh dari kedua teori tersebut.
"Jadi teori keadilan pembalasan bagi masyarakat adat umum sudah berlaku di Papua maupun di Kalimantan. Pembunuhan wajib membayar Rp 1 M, Perda provinsi,"
Kemudian dia mencontohkan teori Restorative yang berlaku di Indonesia.
"Jika pelecehan seksual di seluruh Papua maupun di Kalimantan (denda) 200 juta diikuti dengan pengucilan,"
Baca juga: Menanti Vonis Richard Eliezer, Mantan Hakim Agung Sebut 2 Alasan Kuat Richard Bisa Bebas
"Jadi kita kehadiran kita ini memikirkan masa depan putusan minggu depan ini akan dinilai dari teori pembalasan atau teori keadilan Restorative,"
Dia menyebutkan bahwa pihaknya telah membuat prediksi yang akan diterima oleh Ferdy Sambo.
Dia menjelaskan kenapa suami Putri Candrawati tersebut mendapatkan hukuman mati.
"Kami telah menulis prediksi pidana mati, karena dia melakukan penembakan dua kali ke Brigadir Yosua,"
"Untuk siapa yang diprediksi mati pidana mati itu?" tanya host dalam acara tersebut.
"Ferdi Sambo," jawabnya.
Prediksi hukuman mati tersebut lantaran terdakwa Sambo telah menghancurkan tangan korban dan didahului memberi perintah ke anak buah (Bharada E).
"Diikuti lagi menugaskan enam orang perwira tinggi baik untuk melakukan yang namanya obstruction of Justice,"
Meski demikian, dia juga memprediksi bahwa Ferdy Sambo akan mendapatkan keadilan restorative.
Ferdy Sambo Dituntut Seumur Hidup
Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan berencana dituntut dengan pidana penjara seumur hidup.
Ferdy Sambo dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencara terhadap Brigadir Yosua.
Dikatakan jaksa, pembunuhan berencana Brigadir Yosua dilakukan bersama-sama empat terdakwa lain yakni, Putri Candrawati, Richard Eliezer dan Ricky Rizal dan Kuat Maruf.
“Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar Jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
Baca juga: LPSK Klaim Jika Tak Ada Pengakuan Richard Eliezer, Publik Tak Tahu Ferdy Sambo Otak Pembunuhan Yosua
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup,“ ucapnya.
Menurut jaksa, eks Kadiv Propam itu terbukti dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain sebagaimana dakwaan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 340 berbunyi, “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Selain itu, Ferdy Sambo juga juga dinilai terbukti melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait pengusutan kasus kematian Brigadir Yosua.
Dalam dakwaan disebutkan, Richard Eliezer menembak Brigadir Yosua atas perintah Ferdy Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Peristiwa pembunuhan disebut terjadi lantaran adanya cerita sepihak dari istri Ferdy Sambo, Putri Candrawati, yang mengaku dilecehkan oleh Brigadir Yosua di Magelang pada 7 Juli 2022.
Diketahui, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yosua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawati bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Baca juga: LPSK Tegaskan akan Beri Perlindungan ke Bharada E Meski Berstatus Narapidana
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yosua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup oleh jaksa.
Kemudian Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut delapan tahun pidana penjara.
Sementara Bharada E dituntut 12 tahun pidana penjara.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: April Nanti Penempatan ASN di Kabupaten Tebo Akan Dilakukan Pemerataan
Baca juga: Tenaga Honorer Tidak Linear di Kabupaten Tebo Terancam Diberhentikan
Baca juga: Johnny G PLate Berpeluang Jadi Tersangka Kasus Korupsi BTS, Kejagung: Sepanjang Alat Bukti Cukup
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.