Sidang Ferdy Sambo

Replik Jaksa Dibantah Kubu Chuck Putranto: Tak Ada Niat Hilangkan Rekaman CCTV Seperti Ferdy Sambo

Chuck Putranto disebut tak memiliki niat menghilangkan rekaman CCTV di Duren Tiga, Jakarta Selatan TKP penembakan Brigadir Yosua Hutabarat.

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Capture Kompas TV
Sidang perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua dengan terdakwa Chuck Putranto 

TRIBUNJAMBI.COM - Chuck Putranto disebut tak memiliki niat menghilangkan rekaman CCTV di Duren Tiga, Jakarta Selatan TKP penembakan Brigadir Yosua Hutabarat.

Pembelaan terakhir dari tim penasehat hukum terdakwa itu disampaikan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada agenda pembacaan duplik atas replik jaksa perkara pembunuhan berencana.

Dalam sidang tersebut penasehat hukum mengatakan bahwa kliennya tidak memiliki niat yang sama dengan mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo.

Niat yang dimaksudkannya itu terkait menghilangkan barang bukti penembakan Brigadir Yosua pada 8 Juli 2022 lalu yakni berupa rekaman CCTV.

"Bahwa terhadap replik Jaksa Penuntut Umum pada poin 1 halaman 9 strip satu, yang pada intinya menyatakan, 'Sebagaimana dalam dakwaan Kesatu Primair dimana sesuai fakta persidangan telah terbukti bahwa adanya niat dan kehendak bersama antara terdakwa dengan terdakwa lainnya, mulai dari rencana saksi Ferdy Sambo yang ingin mengilangkan isi rekaman video,'" kata penasihat hukum bacakan replik jaksa di persidangan.

Penasihat hukum melanjutkan bahwa atas tanggapan tersebut, secara nyata Jaksa Penuntut Umum dengan sengaja menutup mata atas fakta-fakta yang telah terungkap di muka Persidangan.

"Kami menganggap, argumentasi Jaksa Penuntut Umum dimaksud bukanlah fakta, namun hanya asumsi semata. Dengan demikian berdasarkan fakta-fakta yang sebenarnya, telah membuktikan bahwa terdakwa tidak mempunyai kesamaan niat (meeting of mind) dengan Terdakwa lainnya. Yang didukung oleh keterangan para saksi yang telah disumpah," jelas penasihat hukum.

Baca juga: Anak Buah Sambo, Baiquni Wibowo dan Chuck Putranto Akan Divonis 24 Februari 2023

Kemudian penasihat hukum menilai bahwa Jaksa Penuntut Umum telah berasumsi dan berimajinasi, karena tidak dapat membuktikan terdakwa memiliki niat yang sama dan kehendak bersama dengan para terdakwa lainnya.

Khususnya dengan Terdakwa Ferdy Sambo untuk menghilangkan isi rekaman video CCTV Komplek dan mengganti DVR CCTV.

"Jika Jaksa Penuntut Umum ingin membuktikan kesamaan niat dan kehendak bersama maka harus dibuktikan dahulu (dari awal) bahwa terdakwa mengetahui meninggalnya Alm. Brigadir Joshua karena penembakan bukan karena tembak menembak (Skenario saksi Ferdy Sambo/sesat fakta)," sambungnya.

Kemudian penasihat hukum juga menilai bahwa Jaksa Penuntut Umum juga telah berandai-andai di dalam menuntut terdakwa. Dengan menyatakan mulai dari rencana saksi Ferdy Sambo yang ingin menghilangkan isi rekaman video yang tertangkap dari CCTV komplek dan cara yang paling mungkin dan masuk akal.

"Ini menunjukkan Jaksa Penuntut Umum kebingungan dan tidak dapat membuktikan bahwa terdakwa memiliki niat dan kesengajaan untuk menghilangkan isi rekaman video," tegasnya.

Diketahui dalam kasus perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J di Duren Tiga. Chuck Putranto dituntut dua tahun penjara.

Tuntutan itu dilayangkan tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (27/1/2023).

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama dua tahun penjara," ujar jaksa dalam persidangan.

Tak hanya itu, Chuck Putranto juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta dalam kasus ini.

Baca juga: LPSK Tegaskan akan Beri Perlindungan ke Bharada E Meski Berstatus Narapidana

"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.

Dalam tuntutannya, JPU meyakini Chuck Putranto bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.

JPU pun menyimpulkan bahwa Chuck Putranto terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Terdakwa Chuck Putranto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana mengakibatkan sistem elektronik tidak berjalan sebagaimana mestinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP," katanya.

LPSK Minta Bharada E Koordinasi Jika Merasa Terancam

Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E diminta berkoordinasi dengan LPSK jika nantinya mendapat ancaman pasca putusan atau vonis dari Majelis Hakim.

Sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Untuk sidang putusan untuk Eliezer atas tuntutan 12 tahun penjara oleh jaksa dijadwalkan akan berlangsung pada Rabu (13/2/2023) mendatang.

Sidang tersebut dipimpin Wahyu Iman Santoso selaku ketua Majelis Hakim.

Jelang sidang putusan itu, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo menyebutkan akan tetap memberikan perlindungan kepada Bharada E.

Perlindungan tersebut juga akan diberikan kepadanya jika terdakwa sudah berstatus sebagai narapidana.

Bahkan jika Richard Eliezer menerima ancaman pasca vonis tersebut diminta untuk berkoordinasi.

"Eliezer misalnya merasakan ada ancaman dan sebagainya tentu bisa berkoordinasi dengan LPSK, jadi kita tetap menghargai kewajiban memastikan itu," kata Hasto ditemui di Menara Kompas, Jakarta, Selasa (7/2/2023).

Hasto menyatakan, pihaknya bisa melakukan analisis ancaman terhadap Bharada E tak terbatas waktu dan bisa diberikan kapan saja.

Apalagi, lanjut Hasto, potensi ancaman terhadap Bharada E menguat setelah vonis hakim dibacakan.

Baca juga: Hakim PN Jaksel Fokus Pelajari Berkas Kasus Ferdy Sambo, Gelar Musyawarah Tertutup Jelang Vonis

"Ya tentu analisis terhadap ancaman ini bisa dilakukan kapan saja," ucapnya.

Lebih lanjut, Hasto juga memastikan bahwa LPSK akan memberikan perlindungan hingga Bharada E menyandang status narapidana.

Hal itu tak terlepas dari kewajiban LPSK yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

"Ya memang perlindungan untuk seorang justice collaborator ini kan menjadi kewajibannya LPSK ya di dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban, itu kan diatur begitu," ungkapnya.

"Sementara perlakuan khusus menjadi kewajibannya aparat penegak hukum, kemudian nanti penghargaan itu diberikan oleh hakim," sambung Hasto dikutip dari Kompas.com.

Sebelumnya,perlindungan Richard Eliezer dipastikan akan mendapatkan perlindungan meski berstatus sebagai narapidana.

Kepastian itu disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo.

Dia mengatakan bahwa perlindungan kepada Eliezer tidak hanya sebatas persidangan atau hanya sebagai terdakwa dalam kasus Ferdy Sambo.

Perlindungan tersebut kata Hasto sudah merupakan kewajiban LPSK.

Aturan yang mengatur perlindungan tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

"Ketika yang bersangkutan menjadi seorang narapidana, nah itu LPSK harus tetap memastikan bahwa yang bersangkutan tetap dalam situasi aman," kata Hasto di Menara Kompas, Jakarta, Selasa (7/2/2023).

Hasto menambahkan, sebagai justice collaborator, ancaman terhadap Bharada E justru potensial terjadi usai vonis hakim dijatuhkan.

Oleh karena itu, LPSK tidak hanya memberikan perlindungan kepada Bharada E sampai masa persidangan selesai.

Selain itu, LPSK juga mendorong agar rumah tahanan khusus terhadap justice collaborator berhasil didirikan.

Rumah tahanan itu dibuat untuk melindungi justice collaborator seperti Bharada E dari ancaman yang bisa saja terjadi.

Baca juga: Orang Tua Almarhum Brigadir Yosua Akan Saksikan Langsung Sidang Vonis Ferdy Sambo di Jakarta

"Dan kita akan mengoordinasikan ini (rumah tahanan justice collaborator) dengan Kementerian Hukum dan HAM dan juga dengan DPR, melalui Komisi III," jelasnya dikutip dari Kompas.com.

Adapun perlindungan LPSK terhadap Bharada E sudah pernah disampaikan oleh Hasto, bahkan sebelum kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua masuk masa persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hasto membeberkan ada faktor ancaman yang membuat mereka memberikan perlindungan darurat kepada Bharada E.

Menurut Hasto, dari hasil wawancara dengan Bharada E yang ditahan di Bareskrim pada Jumat (12/8/2022), mereka menyimpulkan kasus itu berdimensi struktural antara atasan dan bawahan yang di dalamnya terdapat ancaman.

"Dari wawancara dan permintaan keterangan dengan Bharada E, kami berkesimpulan kasus ini berdimensi struktural dalam artian ada relasi kuasa dalam kasus ini. Jadi kami berinisiatif bahwa ini harus segera dilindungi karena ada ancaman dari relasi kuasa itu," kata Hasto seperti dikutip Kompas.com dari KOMPAS TV, Minggu (14/8/2022).

Hasto mengatakan, perlindungan darurat diberikan agar Bharada E yang sudah dinyatakan sebagai justice collaborator bisa memberi keterangan secara konsisten.

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Warga Tebo Mengeluh Harga Gas 3 Kg Capai Rp 30 ribu, Kabid Perdangan: Laporkan ke Kami

Baca juga: PSG Tecancam Kehilangan Kylian Mbappe kalau Kalah dari Bayern Munchen di Liga Champions

Baca juga: Wakil Wali Kota Jambi Minta Masyarakat Lapor DPMPPA Jika Terjadi Kasus Kekerasan Anak

Artikel ini diolah dariĀ  Tribunnews.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved