Sidang Ferdy Sambo
Dituntut 12 Tahun, Ronny Talapessy Sebut JPU Tak Lihat Status Bharada E Sebagai Justice Collaborator
Ronny Talapessy, Kuasa Hukum Richard Eliezer sebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak melihat status Bharada E sebagai justice collaborator
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Ronny Talapessy, Kuasa Hukum Richard Eliezer sebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak melihat status Bharada E sebagai justice collaborator dalam menuntut pidana 12 tahun penjara.
Hal itu disampaikannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan usai pembacaan tuntutan dari JPU dalam sidang lanjutan pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Rabu (18/1/2023).
Jaksa mmenuntut Richard dengan pidana penjara selama 12 tahun.
Tuntutan tersebut lebih berat daripada Putri Candrawati, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal yang dituntut 8 tahun pidana penjara.
Sehingga menurut Ronny Talapessy bahwa tuntutan terhadap Bharada E tersebut dikeluarkan jaksa tanpa memperhatikan status kliennya.
Sebab sejak awal status Richard Eliezer sebagai justice collaborator, orang mengungkap perkara tersebut hingga terang benderang.
Untuk itu Ronny Talapessy menegaskan akan terus berjuang untuk kliennya dalam mendapatkan keadilan.
Bahkan kata dia bahwa perjuangannya sebagai kuasa hukum tidak akan berhenti sampai disini.
Baca juga: Bharada E Dituntut 12 Tahun, Ronny Talapessy: Kami akan Terus Berjuang, Tidak Sampai Disini
Jaksa menuntut kliennya dengan pidana penjara selama 12 tahun atas perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.
Ronny menyebutkan bahwa tuntutan tersebut mengusik rasa keadilan.
Tuntutan itu tidak hanya mengusik rasa keadilan baginya sebagai kuasa hukum dan terdakwa, tetapi juga bagi masyarakat luas.
"Ini (sidang pembacaan tuntutan) terkait dengan rasa keadilan, ini mengusik rasa keadilan kami tim penasehat hukum, Richard Eliezer dan masyarakat luas," kata Ronny, Rabu (18/1/2023).
Meski demikian, Ronny menyampaikan tetap menghargai keputusan jaksa dalam meberikan tuntan kepada kliennya.
Namun yang pasti kata dia bahwa pihaknya memiliki pandangan yang berbda dalam perkara tersebut.
"Terkait apa yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutan kami menghormati dan mengahrgai tapi kami punya pandangan yang berbeda," ujarnya.
Ronny Talapessy menegaskan bahwa pihaknya siap membantah tuntutan jaksa tersebut melalui pembelaan pada sidang selanjutnya.
"Tentunya didalam tuntutan yang dibacakan hari ini, beberapa poin kami membantah,"
Baca juga: Ayah Brigadir Yosua Serahkan Semua Keputusan Akhir Kepada Majelis Hakim
"Sejak awal kami membantah bahwa klien kami tidak mempunyai niat (mens rea), sudah terungkap di persidangan,"
Ronny mengungkapkan bahwa saksi hingga ahli yang dihadirkan tidak memberatkan Bharada E.
"Status Richard Eliezer sebagai justice collaborator sejak awal konsisten dan kooperatif, kami pikir bahwa status dia sebagai JC tidak diperhatikan, tidak dilihat oleh JPU,"
"Kami melihat perjuangan dari Richard Eliezer yang mencoba konsisten dan berani mengambil sikap, berkata jujur dari proses penyidikan hingga penyidikan,"
Dia kembali menegaskan bahwa perjuangannya bersama Richard Elizer akan terus hingga mendapatkan keadilan.
"Kami akan terus berjuang, perjuangan kami tidak akan sampai disini, kami masih yakin bahwa keadilan ada untuk orang kecil, keadilan ada untuk orang tertindas,"
Terkait tuntutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan otak pemunuhan Ronny Talapessy menyerahkan ke publik untuk menilainya.
Bharada E Dituntut 12 Tahun Penjara
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Bharada Richard Eliezer lebih tinggi dari tuntutan untuk Putri Candrawati, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Bripka Ricky Rizal, Putri Candrawati, dan Kuat Maruf, sama-sama hanya dituntut 8 tahun penjara.
Sementara Richard Eliezer alias Bharada E dituntut dengan pidana penjara 12 tahun, Rabu (18/1/2023).
Bharada E adallah terdakwa dengan tuntutan terendah kedua, di bawah Ferdy Sambo, yang dituntut seumur hidup.
Baca juga: Tuntutan JPU Pada Bharada E Lebih Tinggi dari Putri Candrawati, Richard Eliezer Menahan Tangis
Di sisi lain, Bharada E menyandang status sebagai justice collaborator, dan menjadi orang pertama yang menghancurkan skenario Ferdy Sambo.
Saat JPU mengungkapkan tuntutan pidana, Bharada E terlihat menahan tangis.
Sementara pengunjung sidang langsung riuh, menunjukkan rasa tidak sepakat pada tuntutan jaksa penuntut umum.
Pada kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat ini, Richard mengaku sebagai orang yang disuruh Ferdy Sambo menembak.
Dia menyebut perencanaan dilakukan di rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling.
Sebelum berangkat ke lokasi eksekusi, Richard diperintahkan suami Putri Candrawati itu untuk mengisi amunisi senjata Glok 17 yang dimilikinya.
Setelah pembunuhan selesai, dia dijanjikan uang Rp 1 miliar dalam bentuk mata uang asing.
Selain itu juga diberikan iPhone baru yang nilainya belasa juta rupiah.
Syaratnya, Bharada E harus terus konsisten mengikuti semua skenrio yang dibangun dari awal, yakni Yosua tewas karena baku tembak, usai korban melakukan pelecehan seksual.
Terungkap di persidangan, tidak ada peristiwa pelecehan di Duren Tiga.
Terkait tuntutan ini, pengacara Bharada E, Ronny Talapessy mengatakan kecewa.
Dia akan menyampaikan pembelaan terhadap kliennya, yang jadi pembuka kotak pandora kejahatan itu pekan depan.
Baca juga: Richard Eliezer Dituntut 12 Tahun Penjara Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua, Jaksa: Eksekutor Utama
Seperti diketahui, meninggalnya Brigadir Yosua awalnya dikabarkan setelah terlibat baku tembak dengan Bharada E pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yosua dimakamkan di kampng halaman, yakni Sungai Bahar, Jambi pada 11 Juli 2022.
Belakangan terungkap bahwa Brigadir Yosua meninggal karena ditembak di rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta.
Dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua menyeret Ferdy Sambo yang merukan eks Kadiv Propam dan istri, Putri Candrawati.
Kemudian Bripka Ricky Rizal, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer sebagai terdakwa.
Para terdakwa pembunuhan berencana itu didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Khusus untuk Ferdy Sambo turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Dalam kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Simak berita Tribunjambi.com lainnya di Google News
Baca juga: Bharada E Dituntut 12 Tahun, Ronny Talapessy: Kami akan Terus Berjuang, Tidak Sampai Disini
Baca juga: Komisi IV Minta Disbudpar Tingkatkan Promosi untuk Tarik Wisawan ke Jambi
Baca juga: Ayah Brigadir Yosua Serahkan Semua Keputusan Akhir Kepada Majelis Hakim
Baca juga: Satlantas Polresta Jambi Tindak 17 Truk Batubara yang Tidak Pakai Nomor Lambung
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.