sidang ferdy sambo
Putri Candrawati Ngaku Dilecehkan Brigadir Yosua, Pakar Mikro Ekspresi Ungkap Gesturnya
Pakar Gestur dan Mikro Ekspresi ungkap gestur Putri Candrawati saat beri keterangan di PN Jakarta Selatan yang mengaku dilecehkan Brigadir Yosua
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Pakar Gestur dan Mikro Ekspresi, Monica Kumalasari ungkap gestur Putri Candrawati saat beri keterangan terkait perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.
Menurut Monica, jika seseorang mengalami peristiwa pelecehan akan menunjukkan gestur trauma.
Namun yang terjadi pada istri Ferdy Sambo tersebut menurut penilaian Monica justru keluar dari gestur tersebut.
Dia menilai bahwa tidak ada perubahan gestur Putri Candrawati dari awal persidangan hingga saat ini.
Menurutnya bahwa pelecehan merupakan hal yang bersifat traumatis.
"Ketika seseorang merasakan atau memiliki pengalaman yang traumatis maka ekspresi-espresi juga akan muncul," kata Monica.
Baca juga: Ferdy Sambo Akui Bersalah, Hendra Kurniawan dkk Dia Sebut Korban Skenario Bohong
"Pada saat diakses kembali untuk peristiwa tersebut maka yang terlihat pada Ibu Putri ini tidak ada perubahan gesture selama persidangan ini," lanjutnya.
"Artinya tidak melibatkan faktor-faktor emosi yang terlihat baik melalui mikro ekspresi, melalui gesture dan bahkan melalui suaranya juga,"
Saat ditanya, bukan kah ada perubahan ketika menceritakan pelecehan itu ? Pakar Mikro Ekspresi itu mengatakan justru tidak mengungkapkan peristiwa tersebut.
Sebab ketika menceritakan mengenai pelecehan seksual, maka gesture yang muncul adalah episodik memori.
Episodik memori merupakan memori mengenai peristiwa- peristiwa yang pernah dialami secara pribadi oleh individu di masa yang lalu.
"Detail mengenai pelecehan seksual itu adalah kalau memori ya, kalau tipe memori itu adalah yang disebut dengan episodik memori," katanya.
"Tetapi yang diceritakan justru bukan mengenai detail episodiknya, tetapi dia Justru malah keluar dari episodiknya," ungkap Monica Kumalasari.
Baca juga: Martin Simanjuntak Ungkap Momen Keceplosan Putri Candrawati, Tahu Skenario Ferdy Sambo
Saat Putri menceritakan yang dialaminya dalam ruang sidang tersebut menurut Monica merupakan trauma.
Sebab menurut pakar tersebut bahwa seharusnya yang keluar dari korban pelecehan adalah respon non verbal.
Sementara dalam sidang tersebut Putri Candrawati mengeluarkan bahasa verbal.
"Ketika seseorang trauma itu tidak dalam kendali atau kontrol untuk mengatakan 'karena anda tidak tahu bagaimana rasanya orang apa mengalami hal yang traumatik' gitu ya,"
"Jadi harusnya responnya adalah melalui bahasa non verbal dan bukan melalui bahasa verbal seperti yang putri sampaikan ya dipersidangan," katanya.
Kata Monica, bahwa dari gestur Putri Candrawati tidak menceritakan peristiwa yang dialami melalui emosi yang dikeluarkan.
"Beliau tidak bisa menceritakan secara detail, bahkan ketika detail diceritakan maka emosinya juga akan keluar,"
"Tetapi yang ada adalah justru keluar dari detail tersebut dan hanya bersifat dissociate untuk menjelaskan bahwa seseorang yang trauma ya akan mengalami yang seperti ini," dilihat dari tayangan kompas TV.
"Beliau bukan menjadi apa korban ya dari kondisi itu tetapi justru malah pihak eksternal yang menilai kondisi tersebut," katanya.
Seperti diketahui, meninggalnya Brigadir Yosua awalnya dikabarkan setelah terlibat baku tembak dengan Bharada E pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yosua dimakamkan di kampng halaman, yakni Sungai Bahar, Jambi pada 11 Juli 2022.
Belakangan terungkap bahwa Brigadir Yosua meninggal karena ditembak di rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta.
Dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua menyeret Ferdy Sambo yang merukan eks Kadiv Propam dan istri, Putri Candrawati.
Kemudian Bripka Ricky Rizal, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer sebagai terdakwa.
Para terdakwa pembunuhan berencana itu didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Khusus untuk Ferdy Sambo turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Dalam kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Simak berita Tribunjambi.com lainnya di Google News
Baca juga: Ferdy Sambo Akui Bersalah, Hendra Kurniawan dkk Dia Sebut Korban Skenario Bohong
Baca juga: Usai Tembak Brigadir Yosua, Ferdy Sambo Panik dan Perintahkan Bharada E Jalankan Skenario
Baca juga: 8 Pekerja Migas di Tanjabbar Terbakar Saat Menyambung Pipa Gas, Kapolres: Tidak Ada Korban Jiwa