Cerita Lisa, Kerja jadi Sopir Batu Bara untuk Hidupi 5 Anaknya

Perempuan dengan rambut merah, terlihat wajah kusam akibat teriknya sinar matahari. Setiap hari melakukan perjalanan jauh.

Penulis: anas al hakim | Editor: Teguh Suprayitno
Tribunjambi/Anas
Lisa keja jadi sopir batu bara untuk menghidupi 5 anaknya. 

TRIBUN JAMBI.COM, JAMBI- Perempuan dengan rambut merah, menggunakan baju serba merah, terlihat wajah kusam akibat teriknya sinar matahari. Setiap hari melakukan perjalanan jauh. 

Namun ia tetap tersenyum, tidak terlihat kesedihan di wajahnya. Lisa yang akrab dipanggil cantik, saat ini ia masih berusia 37 tahun. Ibu dari 5 orang ini pernah mengalami kegagalan dalam rumah tangga.

Lisa merupakan seorang sopir angkutan batu bara. Kerja itu baru ia lakoni beberapa bulan. Lisa saat ini menikah dengan seorang pegawai negeri sipil di kantor kelurahan yang ada di Kota Jambi. 

“Sehabis cerai dengan yang pertama sempat kosong selama satu tahun, kemudian menikah dengan duda yang memiliki dua orang anak,” ungkapnya. 

Lisa menceritakan awal mula sembelum terjun sebagai seorang sopir batu bara. Dia sempat buka usaha rumah makan di daerah Aurduri selama 5 tahun, tapi usahanya gagal. Setelah cerai Lisa memulai kehidupan dari nol dan sempat usaha catring di Bayung Lincir sekaligus membawa mobil sawit punya mertua. 

Sebelum menjadi PNS suaminya yang kedua sempat kerja di Toyota sebagai sopir dan kalau pulang suami selalu bawa mobil engkel. Dari situlah dia mulai belajar.

Baca juga: Kementerian ESDM Buka Suara Soal Dana CSR Perusahaan Batu Bara yang Diajukan Pemprov Jambi

“Dengan suami yang kedua, sempat hamil kemudian umur seminggu meninggal, dan sempat kosong selama delapan bulan kemudain hamil lagi, nah bulan lima kemaren saya baru lahiran dan meninggal lagi pada usia seminggu juga, di situ mental saya langsung down dan keunganpun sempat kolaps,” tambahnya.

Per bulan pedapatan bersih dari suami hanyalah Rp.1jt karena dipotong hutang. Untuk memulihkan ekonomi ia lansung punya pikiran untuk melamar kerja sebagai supir batu bara. 

Namun saat itu pihak perusahan mengatakan armada belum ada, jadi dia terpaksa kerja melangsir solar. Pada saat di SPBU ketemu temen yang sama-sama dulu sekolah di SMK yang ada di Kota Jambi.

Baca juga: Macet Akibat Truk Batu Bara Masih Terjadi di Jambi, Ini yang Dipersiapkan Kementerian ESDM

"Bang boleh dak aku mau belajar jadi sopir batu bara, tidak usah abang gaji dak apo-apo yang penting aku bisa, Temen saya bilang, datang aja langusung ke tempat kerjaan, tanpa berpikir panjang langsung saya izin sama suami untuk berangkat ke daerah Mandiangin untuk menemui temen,” lanjutnnya.

Dan sore itu juga langsung dikasih kunci dan malamnya langsung jalan dari Mandi Angin ke  Jebak untuk melangsir batu bara dengan jarak tempuh satu jam perjalanan. 

“Malam itu langsung terkejut dikasih muatan 11 ton, tapi saya yakin, orang bisa kenapa aku tidak bisa, dan sempat mau dikawal tapi saya tolak karena pengennya bawa mobil santai, lepas dan bebas,"tambahnya.

Lisa menambah kan, pernah memiliki pengalaman unik, yakni dihadang preman di daerah Rumpit, waktu itu konvoi lima mobil dari Jambi menuju Bengkulu.

Baca juga: Satgaswas Angkutan Batu Bara Provinsi Jambi Tinjau Perbaikan Jalan Bulian-Tembesi

"Saat itu saya turun dan bawa besi yang disembunykan di belakang, nak ngapo, tujuannya suruh mampir apo, kalau kalian minta satu mobil Rp.50 ribu jangan harap dapat, kemudian para preman mundur, lalu ia mendekati supir lain, dan tanya, siapa perempuan itu, jangan macam-macam itu intel dari Jambi,” tutup Lisa sambil memperagakan temannya itu. 

Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

 

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved