WAWANCARA EKSKLUSIF
WAWANCARA EKSKLUSIF Walhi Jambi, Ruang Juang Bernama Wilayah Kelola Rakyat
Isu lingkungan yang masih terdengar sampai kini banyak menjadi perhatian Wahana Lingkungan Hidup (WALHI). Bahkan dipecah menjadi fokusnya pada beberap
Penulis: Rara Khushshoh Azzahro | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
Melihat sebagai suatu celah yang harus dibenahi apabila ada masyarakat di suatu tempat yang melakukan interaksi dengan wilayahnya harus diakui dan bahkan dilindungi.
Ada 164 juta hektar daerah daratan Indonesia, dan diangkat tersebut yang dikelola oleh korporasi justru banyak menimbulkan kerusakan.
Merupakan salah satu paling terdampak yaitu karhutla yang menjadi langganan setiap tahunnya. Berkaitan dengan itu, pada 2021 BNPB mencatat ada 3.034 bencana dari karhutla, banjir, dan lain sebagainya. Catatannya ada 8,3 juta masyarakat yang terdampak.
Maka itu WALHI semakin memperkuat bersama para lembaga anggotanya menjaga wilayah kelola rakyat.
Tribun Jambi: Bagaimana dengan 'perhutanan sosial', ini juga kan dikelola dengan rakyat?
Adam: Salah satunya perhutanan sosial, salah satu bagian dari proses wilayah kelola rakyat. Kalau pengakuan ini, maka didorong lah ada pengakuan secara legal formal oleh pemerintah.
Itu merupakan salah satu skema yang kita gunakan untuk mendapatkan pengakuan.
Misalnya seperti di Jambi, ada 96.000 kawasan hutan yang pemerintah mengakui pengelolaan rakyat di atasnya, dan mendapatkan SK. Itu yang dikawal oleh WALHI eksekutif daerah Jambi.
WALHI bercita-cita supaya wilayah kelola ini dapat terkelola menjadi jalan keluar solusi bagi krisis yang dialami oleh rakyat. Baik krisis ekonomi maupun krisis iklim.
Tribun Jambi: WKR selalu jadi isu utama yang dibawa WALHI. Apa tantangan besar dari WKR?
Adam: Pemerintah banyak mengeluarkan paket kebijakan-kebijakan yang melemahkan warga negara sebagai subjek pengelolaan sumber daya alam.
Misalnya UU Cipta kerja yang memberikan kemudahan sangat besar bagi korporasi, itu menjadi jalan merampas wilayah yang dikelola rakyat. Sehingga perlawanan utamanya adalah soal kebijakan.
Tribun Jambi: Ada teh gaharu, madu murni, piring lidi sawit, gelang resam, dan ada banyak lagi. Ini semuanya produk dari WKR bang Eko?
Eko: Iya, ini kecil produk yang kita bawa dari komunitas desa seperti disampaikan bang Adam konsep WKR sendiri. WALHI tidak hanya mendampingi desa konfliknya, tetapi juga bicara tentang penguatan ekonomi di komunitas.
Artinya ke depan ada PR besar kita bersama agar masyarakat bagaimana caranya bisa berdaulat atas wilayah mereka sendiri.