Garuda Indonesia Nyaris Bangkrut, Ini Strategi Soeharto di Tahun 1998 Saat Krisis Moneter
Berikut kisah Soeharto menyelamatkan Garuda yang nyaris bangkrut di tengah kriris moneter
Kedua, harus jujur agar dapat memberantas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).
Ketiga, kepribadiannya harus kuat karena dia harus melakukan perubahan.
“Kriteria itu hanya ada di Robby Djohan,” kata Tanri Abeng yang telah mengenalnya selama 20 tahun.
“Robby ketika saya tawari posisi tersebut menyatakan bahwa dia tak butuh kerjaan karena dia sudah kaya dan ingin pensiun.”
Tanri Abeng berusaha membujuknya.
Robby bersedia namun dengan dua syarat,“Beri saya kewenangan mengambil orang-orang yang saya mau dan kasih waktu enam jam per hari.”
Tanri Abeng mengatakan, “Anda butuh enam, dua atau dua puluh jam sehari terserah asal pekerjaan selesai.”
Menurut Rhenald Kasali dalam "Change!" Robby sendiri sebenarnya mengakui tak tahu apa-apa tentang bisnis penerbangan.
Pengalaman yang dia miliki hanyalah menjadi penumpang.
Sisanya dia habiskan hidupnya di dunia perbankan (Bank Niaga) dan perhotelan.
Hutang Garuda saat itu telah mencapai 1,2 miliar dolar, lebih besar dari seluruh asetnya.
Garuda memiliki karyawan hampir 13.000.
Padahal kebutuhannya ditaksir hanya sekitar 6.000 orang.
Masalahnya saat itu banyak rute yang tidak produktif, sepi penumpang tetapi dibiarkan bertahun-tahun.
Garuda saat itu juga harus menghadapi citra pelayanannya buruk, sering delay tanpa pemberitahuan.