Teriakan Tunarungu di Tengah Pandemi, Butuh Masker Transparan Hingga Kesulitan Belajar Daring

Pernahkah Anda membayangkan, bagaimana penyandang tunarungu berkomunikasi dengan khalayak di masa pagebluk Covid-19

Penulis: Nurlailis | Editor: Deddy Rachmawan
TRIBUN JAMBI/NURLAILIS
Kegiatan pembelajaran bahasa isyarat kepada masyarakat umum di Kota Jambi 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI –  Pernahkah Anda membayangkan, bagaimana penyandang tunarungu berkomunikasi dengan khalayak di masa pagebluk Covid-19 ketika orang-orang mengenakan masker?

Padahal, penyandang tunarungu (biasa disebut teman tuli), perlu membaca gerak bibir lawan bicaranya.

Rachel Ramadhini (18), seorang teman tuli menceritakan kendala yang ia dan rekannya alami saat beromunikasi di masa pandemi. “Kalau sesama teman tuli berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Namun untuk mengerti pembicaraan orang yang tidak tuli itu harus meminta mereka buka masker,”  ungkapnya belum lama ini.

Rachel yang  juga Koordinator Pusat Bahasa Isyarat Indonesia (Pusbisindo) Jambi mengatakan, tidak banyak orang yang mau menurunkan masker agar teman tuli bisa paham dengan apa yang dibicarakan.

Itulah sebabnya,  ia sangat menginginkan adanya juru bahasa isyarat di fasilitas publik untuk membantu teman tuli. Seperti contohnya ketika berobat ke dokter.

Menurutnya teman tuli tidak bisa mendeskripsikan sakit yang mereka alami, pun demikian dokter yang tidak bisa berbahasa isyarat. Padahal teman tuli sudah datang ke tempat yang tepat.

Kesulitan yang dialami teman tuli bukan hanya dalam berkomunikasi langsung. Pandemi yang membuat dunia pendidikan mengubah pola pembelajaran, menjadi kesulitan tambahan bagi teman tuli.

Sekolah mengharuskan para siswa untuk belajar dari rumah. Sedang teman tuli membutuhkan guru yang bisa mendampingi saat proses belajar. Ketua Jurusan Tunarungu Wicara SLBN Sri Soedewi Provinsi Jambi, Andam Litasari menyampaikan saat pandemi semua pembelajaran tidak semaksimal tatap muka.

Terlebih bagi anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan perhatian lebih. Pembelajaran saat ini hanya menggunakan aplikasi zoom.

“Kadang kita jadwalkan untuk tatap muka hadir di sekolah namun saat Jambi PPKM Level 4 tidak bisa karena risiko yang besar,” ujarnya.

Masalahnya bukan hanya itu. Saat pandemi, pekerjaan juga jadi persoalan yang dihadapi teman tuli. Sebagian besar teman tuli memiliki usaha kecil-kecilan namun saat pandemi pendapatan teman tuli menurun drastis. Terlebih tidak banyak perusahaan yang mau mempekerjakan teman tuli.

Ketua DPP Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Provinsi Jambi, Angga Nikola Fortuna mengatakan salah satu solusi agar teman tuli bisa berkomunikasi saat pandemi adalah dengan menggunakan masker transparan.

“Masker transparan memang agak mahal. Sekarang kami membutuhkan masker transparan agar bisa mengerti ucapan lawan bicara tanpa buka masker,” ungkap Angga.

Masker transparan sebetulnya bukan hanya diperuntukkan untuk teman tuli saja. Sebagai orang dengar yang sering berkomunikasi dengan teman tuli juga sebaiknya menggunakan masker transparan.

Baca juga: Teman Tuli dan Duta Bahasa Provinsi Jambi akan Luncurkan Buku Saku Bisindo Jambi

Baca juga: Puluhan Orang Ikuti Pelatihan Bahasa Isyarat Dasar Oleh Teman Tuli

Terlebih bagi garda depan penanganan Covid-19 yaitu petugas medis saat menangani pasien tuli. Masker transparan ini mencegah miss komunikasi antar lawan bicara.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved