Peristiwa G30SPKI

Saksi Kekejaman PKI Ungkap Detik-detik Jenderal Ahmad Yani Diberondong Tembakan

Artikel ini mengisahkan detik-detik Jenderal Ahmad Yani (Pahlawan Revolusi) dihabisi simpatisan PKI dalam peristiwa G30S/PKI

Editor: Heri Prihartono
Tribunnews
Jenderal Ahmad Yani 

Sekonyong-konyong kami mendengar rentetan tembakan singkat senjata ringan dari arah utara. Saya bertanya kepada bintara yang  bertugas di ruang piket, kira-kira tembakan apa itu.

Bintara menjawab, bahwa kedengarannya suara itu seperti dari arah markas artileri di Jalan Mangunsarkoro.

Tak lama kemudian datang berlari-lari  prajurit berpakaian lengkap PDL-T (dengan topi baja dan “pakaian kuda”), tetapi mereka tidak membawa senjata.

Mereka kemudian masuk ke kamar piket.

Karena berada di luar ruangan, saya tidak mendengar apa yang mereka sampaikan.

Tetapi beberapa saat kemudian, bintara Polisi Militer yang bertugas itu berlari keluar dan masuk ke dalam gedung kemudian keluar lagi  dan diiringi oleh beberapa bintara lain.

Kedengaran keadaan ribut sekali di ruang piket.

Saya mendengar seorang yang berteriak, “Lebih baik kamu mati daripada mengawal sampai kebobolan!”

Kemudian mereka semua berlari keluar, meloncat ke dalam jeep yang sudah selalu tersedia, kemudian pergi melintasi jembatan “Banjir kanal”.

Saya memberanikan diri masuk ke ruang piket dan bertanya kepada seorang bintara tinggi yang bertugas di sana, apa yang telah terjadi.

Dia menerangkan bahwa rumah Pak Yani diserbu oleh suatu gerombolan bersenjata yang berseragam macam-macam.

Ada yang berseragam Cakrabirawa, ada yang berseragam loreng, ada yang berseragam hijau tanpa tanda pengenal apapun, namun ada pula yang berpakaian preman.

Kendaraannya pun terlihat beragam, ada kendaraan Cakrabirawa, ada pula bis yang berwarna putih.

Para tentara itu melakukan pendadakan terhadap pengawal, melucutinya lalu menyerbu ke dalam rumah.

Di sana mereka menembak Pak Yani kemudian membawanya pergi.

Demikian keterangan yang saya peroleh.

Segera terpikir oleh saya bahwa peristiwa yang sedemikian dahsyat, yakni penembakan dan penculikan terhadap Menteri Panglima Angkatan Darat, harus segera diketahui oleh Pak Nas (Jenderal A.H. Nasution) yang merupakan atasan saya yang tertinggi di SAB.

Karena itu saya minta diri kepada bintara itu lalu segera berangkat menuju tempat kediaman Pak Nas yang berada di Jalan Teuku Umar 40.

Kami mengambil rute: Jalan Cik di Tiro – Jalan Diponegoro – Taman Suropati – Jalan Teuku Umar. Jalanan sepi menekan kami tidak melihat siapa-siapa.

Jalan Teuku Umar 40

Sesampai di depan rumah Pak Nas, kami melihat sekelompok orang telah berdiri di depan pintu gerbang.

Saya turun dan  menghampiri kelompok orang yang berdiri di dalam kegelapan dinihari itu.

Di antara mereka terdapat Mayor Jenderal (sekarang Letnan Jenderal) Umar Wirahadikusuma, pada waktu itu Pangdam V/Jaya.

Beliau berpakaian PDH lengkap dengan satyalencana.

Pak Umar  heran melihat saya datang dan berkata, “Pak Nugroho! Kok malam-malam ada di sini?” (Beliau mengenal saya karena selaku Pembantu Rektor UI sering berhubungan dengan beliau selaku Pangdam V/Jaya mengenai urusan kemahasiswaan).

Saya langsung melaporkan, bahwa karena mengalami suatu kecelakaan saya berada di markas Pomdam Jaya Guntur ketika Pak Yani ditembak dan diculik, sehingga mendengar laporan pengawal Pak Yani kepada piket Pomdam.

Beliau sangat terkejut, “Pak Yani juga?” Dan Pak Umar memberitahukan kepada saya, bahwa juga terhadap Pak Nas ada usaha penculikan dan bahwa Adik, putri beliau ditembak oleh gerombolan itu.

Kini saya yang ganti terkejut.

Saya teringat akan gadis kecil itu, bagaimana gadis tak berdosa itu mondar-mandir di dalam rumah jika kami menghadap Pak Nas.

Ketika itu Pak Umar secara berturut-turut mendapat laporan mengenai peristiwa-peristiwa di pelbagai tempat di ibukota.

Setelah menerima laporan, bahwa ada pasukan-pasukan berseragam loreng berjaga-jaga di sekitar Tugu Nasional, Medan Merdeka, beliau pergi menuju ke sana  berkendaraan Gaz komando.

Sebelumnya beliau memberikan perintah kepada suatu unit panser agar mengadakan pencegatan di jalan keluar kota Jakarta.

Satu truk penuh anggota Polisi Militer yang datang, juga mendapat perintah.

Beberapa orang di antara mereka turun dan berjaga di rumah Pak Nas, begitu juga sebuah Saracen (kendaraan panser).

Tak lama kemudian, ketika saya ngobrol  dengan Inspektur (sekaran Komisaris) Polisi Hamdan, salah satu ajudan Pak Nas, datanglah seorang perwira KKO Angkatan Laut beserta satu truk pasukan.

Dia melaporkan, bahwa Ibu Nas ketika menuju ke RSPAD dengan Adik yang luka berat, telah singgah sebentar untuk minta bala bantuan.

Mereka kemudian turut pula berjaga di depan rumah.

Inspektur Hamdan kemudian menceriterakan kepada saya kejadian yang dialami dan didengarnya di rumah Pak Nas.

Bagaimana kelompok  itu menyerbu ke rumah setelah melucuti pengawal dalam suatu penadakan.

Bagaimana mereka kemudian menembak-nembak di dalam rumah, sehingga Adik Irma Suryani tertembak.

Pak Nas sendiri mencoba  menghindarkan diri dan belum diketahui di mana sekarang berada.

Ibu Nas  segera berangkat menuju ke RSPAD membawa Adik yang menderita luka berat.

Dalam pada itu Letnan Pierre Tendean, ajudan Pak Nas juga, seorang lagi  disekap oleh gerombolan itu tatkala ia keluar dari pavilyun rumah untuk melihat apa yang terjadi di luar.

Pada jam 07.15 Radio Republik Indonesia menyiarkan pengumuman dari “Gerakan 30 September” yang kemudian oleh Brigjen Sugandhi diberi julukan “Gestapu”,  ternyata didalangi oleh PKI, diberi nama Gestapu/PKI.

Kami yang saat itu berkumpul di rumah Pak Nas, sependapat, bahwa yang mengeluarkan pengumuman itu pastilah mereka yang hendak mengadakan perebutan kekuasaan, tetapi di antara kami belum ada yang menduga, siapa yang ada di belakangnya.

Setelah mendengar berita yang tidak menyenangkan itu, Inspektur Hamdan menyebut, bahwa Pak Nas telah berada di tempat yang aman.

Kemudian saya mengetahui, bahwa yang membawa beliau  Letkol (sekarang Kolonel) Hidayat Wirasonjaya, Komandan Detasemen Markas SAB, Mayor (sekarang Letkol) Sumargono, ajudan senior dan ipar beliau Bob Gondokusumo.

Baru kemudian setelah perwira-perwira tinggi SAB datang, seperti Brigjen (sekarang Mayjen) Maryadi dan Brigjen Magenda, dari mereka kami mendengar analisa, bahwa menurut perkembangan situasi yang diketahui oleh mereka, kiranya yang mendalangi Gestapu adalah simpatisan PKI.

Perwira tinggi SAB yang pertama kali tiba di Jalan Teuku Umar 40 adalah Laksamana Muda (Laut) O.B. Syaaf, pada waktu itu Deputi I Kepala Staf Angkatan Bersenjata.

Beliau datang sendiri menyetir mobilnya. Dengan beliaulah saya masuk ke dalam rumah Pak Nas. Di dalam gang di depan kamar tidur Pak Nas kami menemukan kelongsong-kelongsong senjata otomatis ringan.

Pintu kamar tidur itu sendiri tampak robek berlubang pada bagian agak ke atas, bekas kena tembakan.

Kamar tidur Pak Nas tampak telah ditinggalkan oleh Pak Nas dan Ibu Nas.

Dan terlintas dalam pikiran saya, bahwa reputasi Pak Nas sebagai perwira tinggi yang sederhana cara hidupnya memang sesuai dengan kenyataan yang saya lihat dalam kamar tidur beliau.

Dalam kamar tidur di belakang kamar tidur Pak Nas ada darah berceceran di lantai.

Jejak-jejak darah itu menuju ke luar, ke serambi belakang hingga menuju kamar mandi.

Ya Allah, pikir saya pada waktu itu, betapa banyaknya si Adik kecil itu kehilangan darah.

Kini, tiga tahun sesudah peristiwa itu, masih segar tergambar dalam ingatan saya, darah  merah berceceran di lantai.

Ketika matahari telah terang, kami mendapat kabar, bahwa Mayor Jenderal Soeharto, Panglima Kostrad memimpin operasi untuk menumpas pemberontakan yang telah terjadi itu.

Seharian itu saya beserta sejumlah perwira SAB tetap stand by di rumah Pak Nas. Malam harinya dikeluarkan perintah konsinyasi bagi anggota SAB.

Malam itu saya tetap di tempat kemudiam  memberitahukan kepada keluarga, bahwa saya tidak apa-apa.

Keesokan harinya, Pak Harto sukses mematahkan kekuatan Gestapu/PKI di seluruh Jakarta Raya. (*)

BACA ARTIKEL PERISTIWA G30SPKI LAINNYA DI SINI

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved