Ini Alasan MK Tolak Permohonan Uji Materi UU KPK soal Alih Status Pegawai Jadi ASN 

Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi UU KPK berkaitan dengan alih status pegawai menjadi ASN karena dianggap tak berdasarkan hukum.

Editor: Teguh Suprayitno
Kompas/Lucky Pransiska
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi UU KPK berkaitan dengan alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Ketua MK Anwar Usman menilai, seluruh permohonan yang didalilkan pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Sehingga permohonan tersebut harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Anwar dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (31/8/2021).

Diketahui uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) khususnya Pasal 68B Ayat 1 dan Pasal 69C diajukan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia yakni Yusuf Sahide.

Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam berkas permohonan pengujian materiil khususnya terhadap frasa dalam dua pasal terkait peralihan status pegawai KPK.

"Pemohon dengan ini mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap sebagian frasa dalam pasal 69B ayat 1 dan pasal 69C Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," demikian yang tertulis dalam berkas permohonan, Kamis (8/7/2021).

Secara rinci dalam UU KPK, pasal 69B Ayat 1 berbunyi, sebagai berikut:

"Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, penyelidik atau penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dapat diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan."

Sementara Pasal 69C berbunyi, sebagai berikut:

"Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama dua tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Baca juga: PSI Desak Lili Pintauli Dipecat dari KPK Setelah Terbukti Bersalah

Baca juga: Bareskrim Polri Turun Tangan Selidiki Bocornya Data Pengguna Aplikasi eHAC

Baca juga: Bambang Widjojanto Peringatkan DPR Soal Polemik Pemilihan Calon Anggota BPK: Jangan Main-main

Oleh karena itu, pemohon menilai hasil penilaian tes wawasan kebangsaan (TWK) seharusnya tidak serta merta dijadikan untuk menentukan status ASN pada pegawai KPK.

Sementara bagi pegawai tidak tetap menjadi setidak-tidaknya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPK).

Padahal tidak ada satu pun aturan dalam Peraturan Perundang-Undangan baik UU KPK maupun Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang mensyaratkan TWK.

Bahkan di Peraturan Perkom sekalipun, TWK hanya disebut wajib diikuti oleh pegawai KPK, tanpa digunakan sebagai syarat menjadi ASN.

Jika demikian, artinya TWK pada pegawai KPK telah dijadikan dasar serta ukuran baru untuk menentukan status ASN.

"Adapun Pasal 5 ayat (4) Peraturan Perkom 1/2021 itu hanya mewajibkan ikut serta tidak menjadi syarat harus dinyatakan memenuhi syarat dalam proses asesmen tersebut," tulis dalam berkas permohonan.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved