Pejuang Berdarah Tionghoa yang Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Satria Bhakti Kota Jambi

Dari ratusan makam di Taman Makam Pahlawan Satria Bhakti, ada dua nama berdarah Tionghoa yang dimakamkan di sana

Editor: Deddy Rachmawan
Tribunjambi/Samsul Bahri
Taman Makam Pahlawan Satria Bhakti Jambi 

Dari ratusan makam di Taman Makam Pahlawan Satria Bhakti, ada dua nama berdarah Tionghoa yang dimakamkan di sana

TRIBUNJAMBI.COM – Jambi memiliki pejuang berdarah Tionghoa. Terkait kiprah warga Tionghoa dalam perjuangan rakyat Jambi, kita mengenal nama Gunawan Guan San.

Dialah veteran yang masih hidup dan berusia 93 tahun pada tahun ini.

Jejaknya sebagai pejuang Jambi sangat identik dengan evakuasi bangkai pesawat Catalina RI 005 yang tenggelam di Sungai Batanghari 29 Desember 1948.

Gunawan tercatat sebagai tentara dari 1945 hingga akhir 1949 dan di masa itu bertugas di kesatuan TNI RES II Jambi.

Ia adalah orang membawa tongkang untuk memindahkan mesin pencetak uang dari Kota Jambi ke Rantau Ikil, Bungo pada Maret 1949. 

Selain Gunawan Guan San ada pejuang berdarah Tionghoa lain yang punya sumbangsih terhadap Jambi.

Di Taman Makam Pahlawan Satria Bhakti kita bisa menemukan jejak pejuang berdarah Tionghoa. Taman Makam Pahlawan menjadi salah satu bentuk penghormatan kepada para pejuang atau mereka yang berjasa kepada republik ataupun daerahnya.

Di Kota Jambi, Taman Makam Pahlawan (TMP) Satria Bhakti menjadi saksi bisu tempat peristirahatan terakhir bagi mereka yang berjasa tersebut.

Berada di Jalan Jenderal Sudirman yang merupakan jalan protokol, Taman Makam Pahlawan Satria Bhakti cukup asri. Pohon peneduhnya rindang. Kondisinya bersih cukup untuk membuktikan bahwa makam ini terawat. Hamparan rumput hijau menambah kesan itu.

Tembok besar dan tinggi mengelilingi area makam seluas sekitar 900 meter persegi itu. Di kiri dan kanan tembok bagian pintu masuk terdapat relief yang mengambarkan perjuangan pahlawan dalam pertempuran di Jambi.

Baca juga: Puing-puing Pesawat Catalina Dihibahkan, Guan San Cerita Kisah Pengangkatan dari Sungai Batanghari

Masuk ke dalam area makam, kita akan mendapati kuburan dengan nisan putih disertai replika helm bewarna hijau. Tidak jauh dari pintu masuk, di sebelah kanan ada sejumlah deretan nama pahlawan yang dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Satria Bhakti.

Setidaknya ada 564 nama dengan tulisan berwarna hitam yang tertulis pada dinding tersebut.

Pengelola Taman Makam Pahlawan Satria Bhakti Kota Jambi, Kusmawi Saleh saat ditemui Tribun, Sabtu (21/8) menuturkan TMP Satria Bhakti untuk pertama kali terisi pada tahun 1947. Dia menyebut dua nama yang dimakamkan di sana di awal-awal.

Baca juga: Penghormatan Pahlawan, Kapolres Muarojambi Laksanakan Upacara Renungan Suci di Makam Pahlawan

"Jumlah yang di makamkan di sini itu ada 564 makam. Yang pertama kali itu ada namanya M Yunus (di tulis M Yoenoes) dan Achmad Chotib. Keduanya di makamkan pada tahun 1947," ungkapnya.

Dari 564 makam yang ada, 384 makam adalah pahlwan dari kalangan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Kemudian ada 47 orang dari Polri.

"Kemudian ada lima orang merupakan warga, 74 orang merupakan rakyat pejuang dan 54 orang lainnya tidak dikenal. Yang tidak dikenal ini telah disaksikan berjuang meraih kemerdekaan dan mengibarkan bendera merah putih, walaupun identitas mereka tidak diketahui," terangnya.

Masih keterangan Kusmawi, dari 564 yang dikebumikan ada empat orang yang merupakan perempuan. Seturut penjelasannya, ada satu makam yang berisi lebih dari satu jenazah.

"Untuk diketahui bahwa jumlah makam di sini tidak sebanyak dengan jumlah pahlawan yang ada. Jumlah pahlawan ada 564 sementara makam ada 464," ungkapnya.

Menurut Kusmawi Saleh, ada juga para pejuang yang tidak dimakamkan di Satria Bhakti. Ada yang dikubur di makam keluarga atau karena alasan lain. 

Tahun ini, sambungnya, ada empat orang yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Satria Bhakti.

Baca juga: Sejarah Kelurahan Sengeti, Markas Pertempuran Tentara Belanda dan Para Pejuang di Muarojambi

"Tahun 2019 itu ada satu penambahan, kemudian 2020 kosong dan 2021 ini ada empat orang. Yang saya ingat itu ada A Rahman, Gurun sama Djamaludin, yang satu saya lupa," ungkapnya.

Dari ratusan makam di Taman Makam Pahlawan Satria Bhakti, ada dua nama berdarah Tionghoa yang dimakamkan di sana. Salah satunya adalah Hok Tji yang dimakamkan pada 1948.

Sastra Wijaya, satu di antara cucu Hok Tji menuturkan ia baru mengetahui kakeknya dimakamkan di TMP Satria Bhakti pada 2017 setelah diceritakan ayahnya.

"Saya baru tahu cerita ini dari bapak saya di tahun 2017 ketika saya pulang ke Jambi. Waktu itu saya tidak begitu percaya ada cerita soal kakek saya. Kata papa saya coba lihat saja apakah ada nama Hok Tji di Makam Satria Bhakti," ucapnya kepada Tribun.

Sastra adalah wartawan saat yang kini tinggal di Melbourne, Austalia. Menurut cerita ayahnya, kakeknya (Hok Tji) mengembuskan napas penghabisan karena ditembak oleh Belanda pada tahun 1948 tersebut. Namun tak banyak cerita yang didapat Sastra.

Baca juga: WIKIJAMBI: Pasukan Selempang Merah di Tungkal, Saat Salat Jumat Tiba-tiba 6 Kapal Belanda Mendarat

"Ada yang bilang kebetulan beliau sedang melintas di jalan kemudian ditembak sama Belanda. Tapi yang jelas kemudian kakek saya dimakamkan di TMP Satria Bhakti dan setelah itu keluarga mama saya mendapat santunan dari pemerintah Indonesia di Jambi," ungkapnya.

Penasaran dan ingin membuktikan cerita ayahnya, Sastra kemudian mengecek langsung ke Taman Makam Pahlawan Satria Bhakti.

Benar saja, ia mendapati nama kakeknya di deretan nama yang ada di taman makam pahlawan tersebut.

"Saya kemudian pergi ke sana dan menemukan kakek saya dimakamkan dengan satu orang Tionghoa lainnya dalam satu kuburan. Jadi saya percaya itu memang kakek saya," ungkapnya.

Baca juga: Daftar Koleksi Museum Perjuangan Rakyat Jambi Tambah, Gunawan Serahkan Puing-puing Pesawat Catalina

Kata dia sepengamatannya, dari ratusan orang yang dimakamkan di sana, hanya ada nama dua orang Tionghoa.  Sastra mengaku bangga dengan kakeknya.

Meskipun ia tak pernah mengenal secara langsung. Maklum saja, pada saat kakeknya meninggal, ibunya baru berusia 3 atau 4 tahun.

"Apapun alasannya meninggal ketika itu dan kemudian dimakamkan di TMP pasti menunjukkan sebab tertentu dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia ketika itu. Juga sekaligus menunjukkan ada juga sumbangan warga Tionghoa di Indonesia, dan saya bangga," pungkasnya.  (samsul bahri)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved