WAWANCARA EKSKLUSIF
WAWANCARA EKSKLUSIF Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan, Demokrasi Indonesia dan Cebong-Kampret
Dia mencontohkan ketika Hatta Rajasa menjabat sebagai ketua umum PAN. Kala itu, Hatta disebutnya mewakili kaum Nahdlatul Ulama kultural.
Tapi Islam yang mana? Basis Islam tengah, modern, tradisional yang tengah moderat, yang menganggap semua manusia itu punya kesempatan yang sama, tidak boleh dibedakan. Karena semua manusia itu disebutnya hamba Tuhan, hamba Allah, sama semua kita. Nah soal agama itu masing-masing, agama itu didakwahkan, disampaikan, maksa nggak boleh, itulah yang PAN ini jalankan.
Oleh karena itu kalau PAN punya menteri atau kader PAN jadi presiden, semua orang boleh maju, tidak ada dari kelompok tertentu, harus dari kelompok ini, harus ada gelar ini, seperti Indonesia hari ini, kita kembali ke suku, agama, kampret, cebong, ini kita malah mundur. Kalau yang jadi menteri dari partai A, yang lain nggak boleh, hanya dari saya, kader tertentu, ormas tertentu, wah susah kalau seperti itu.
Susah kita maju, karena kita kembali seperti sebelum Indonesia merdeka, padahal kita sudah 76 tahun merdeka. Lihat dulu PAN ketika punya menteri, al sunnah wal jamaah, muhammadiyah, dari habib, dari mana saja oke nggak ada problem, mau Islam, Kristen, Hindu, Buddha, silakan, yang penting punya prestasi dan kompetensi.
Oleh karena itu PAN itu basisnya moderat tengah, terbuka untuk siapa saja. Pak Hatta Rajasa jadi Ketua Umum PAN basisnya Nahdlatul Ulama kultural, bisa jadi ketua partai. Saya ini pengusaha UMKM, bisa jadi ketua partai. Tidak harus kamu punya silsilah khusus, itulah PAN partai terbuka.
Dan kami meyakini ini yang bisa mempersatukan bangsa kita yang beragam. Karena Indonesia ini terdiri dari pulau-pulau, iklim tropis, kita ini tidak bisa ekstrim-ekstriman, fanatik-fanatikan itu tidak bisa, kita ini tengah, kepulauan, tropis, dingin sekali tidak, panas sekali tidak, sedang. Oleh karena itu Indonesia ini adanya tengah, kita kalau maju ya berada di tengah. Tidak bisa ini saya saja, ini saya saja, tarik kanan, tarik kiri, nanti ribut kita, ini yang terjadi hari ini.
Cuma PAN ini punya kekuatan terbatas, sehingga menyampaikan pikiran-pikiran, gagasan kami tidak begitu meluas, mau iklan logistiknya sedikit. Jadi mau pasang baliho, masyarakat lagi susah, uang kita terbatas, ya pilihannya kami tidak pasang baliho, kami mendingan bantu teman-teman yang terdampak Covid-19. Mungkin itu yang membuat lama populer, sehingga disetiap survei suaranya 2 persen saja.
Selama dua periode memimpin PAN yang paling dirasa membahagiakan Anda hal apa?
Kalau kita bisa membantu banyak apa yang dirasakan masyarakat. Misalnya begini, kemarin ada undang-undang Omnibus Law. Saya kalau mau dapat nama di rakyat bisa seperti Demokrat dan PKS yang walk out seperti pahlawan.
Tapi kalau walk out, saya nggak bisa bikin apa-apa. Saya pilih tetap bertarung, oleh karena itu saya pilih kader-kader terbaik. Di (pembahasan) Omnibus Law saya pasang yang terbaik seperti Prof Zainuddin Maliki, Alm. Doktor Ali Taher Parasong, Guspardi Daus, totalnya ada lima untuk mengawal Omnibus Law.
Mereka ini siang malam bertempur karena mau dipercepat. Bertarung habis-habisan sampai nangis berderai air mata. Kami bersyukur bisa mempertahankan yang menurut kami untuk kepentingan rakyat antara lain bidang pendidikan tetap tidak diliberalisasi.
Termasuk mempertahankan keberpihakan terhadap para tenaga kerja. Walaupun di mata publik kami jelek tidak apa-apa. Ya begitu lah perjuangan. Kalau mau enak kita walkout saja, tidak capek dan perlu bertengkar.
Apakah ada masukan dan penilaian terhadap apa-apa yang telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi atau memutus mata rantai Covid-19, termasuk program vaksinasi?
Saya kemarin ketemu pak Jokowi, saya bilang 'Pak Jokowi saya sudah lama nggak jumpa bapak secara langsung, beberapa kali saya lihat pak Jokowi di televisi'. Mukanya lebam, matanya bengkak, berarti presiden kita bekerja keras, bersungguh-sungguh.
Oleh karena itu saya mengatakan 'Pak Jokowi saya tidak bisa bantu bapak banyak, karena itu saya mendoakan semoga bapak presiden diberikan kekuatan, kesabaran, ketabahan dan pertolongan oleh Tuhan untuk mengatasi persoalan yang berat ini, ya pandemi, berdampak ekonomi, berdampak ke sosial. Jadi tidak ringan, tidak mudah, sulit, siapa saja presidennya ini berat.
Hanya masih banyak di pemerintahan, di birokrasi yang masih berpikirnya itu untuk kelompok atau kepentingan diri sendiri. Itu yang kita protes. Ini kan sebenarnya hanya ada tiga yang harus segera dibereskan.