1000 Sumur Minyak Ilegal di Jambi Ditutup, Terbanyak di Wilayah Batanghari
Tim gabungan Polda Jambi dan Polres jajaran sudah menutup sekira 1.000 sumur minyak ilegal.
Penulis: Aryo Tondang | Editor: Teguh Suprayitno
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Polda Jambi dan jajarannya kembali melakukan operasi penutupan sumur minyak ilegal.
Sejak operasi penutupan dimulai, Tim gabungan Polda Jambi dan Polres jajaran sudah menutup sekira 1.000 sumur minyak ilegal.
Wadir Reskrimsus Polda Jambi, AKBP M Santoso saat gelar pers rilis Jumat pagi, atas kasus pengungkapan ilegal drilling di wilayah Mandiangin, Selasa (13/7/2021).
Meski tidak menyebut secara rinci titik-titik sebaran sumur ilegal tersebut, namun Santoso mengaku pihaknya sudah menutup setidaknya 1.000 sumur minyak ilegal di Jambi.
Katanya, titik terbanyak sebaran sumur minyak ilegal berada di wilayah Bajubang, Batanghari, yang terdapat 600 sumur minyak ilegal.
"Kalau ditotal secara keseluruhan, selama operasi Polda Jambi sudah tutup sekira 1.000 sumur, dan di Bajubang memang wilayah terbanyak," terang Santoso, Jumat (16/7/2021) pagi.
Untuk diketahui, Ditreskrimsus Polda Jambi akhirnya tetapkan 10 orang sebagai tersangka dari 17 orang yang diamankan atas kasus pengeboran minyak ilegal di kawasan IUPHHK-HKI, PT Agronusa Alam Sejahtera (PT AAS) di Desa Jatibaru, Mandiangin, Sarolangun, Selasa (13/7/2021) lalu.
"7 orang kita pulangkan, karena tidak terbukti terlibat," bilang Santoso.
Santoso bilang, 10 orang tersangka tersebut memiliki peran yang berbeda, untuk tersangka atas nama Ahmad Murisa, Ahamd Rivai, Randa Afrizon, Medi Guntama, dan tersangka Fauzi Iqbal berperan sebagai orang yang mengajak melakukan pengeboran.
Selanjutnya Faizal, Angga Saputra, Willy Feriansyah, Aswandi dan tersangka Lukman berperan sebagai pekerja yang melakukan pengeboran yang sudah lebih awal berada di lokasi.
Baca juga: Ini Otak Pelaku Sindikat Pencurian Komponen Alat Berat Profesional di Jambi
Santoso menegaskan, tidak ada keterlibatan oknum aparat dalam aktifitas ilegal drilling tersebut.
Saat ini pihaknya tengah mendalami satu orang yang diduga sebagai pemodal dari aktivitas tersebut.
"Saat ini kita sedang dalami, dan ada satu orang yang kita duga sebagai pemodal," ujarnya.
Dalam setiap satu titik sumur, kata Santoso, para pelaku membutuhkan modal atau biaya operasional sebesar Rp 40 sampai Rp 60 juta, dan para pelaku diperkirakan sudah 3 bulan berada di lokasi tersebut.
Diperkirakan, Illegal drilling tersebut memakan lahan sekira 16 hektare.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Kota Jambi Melonjak di Tengah PPKM Mikro, Apa Sebabnya?