Pola Asuh dan Kesepakatan Tujuan yang Tidak Seimbang Jadi Kendala Perilaku Berbahaya pada Anak
Tetapi, kalau seorang remaja sudah terlanjur melakukan perilaku beresiko. Seharusnya perilakunya lah yang dibenahi, bukan malah menyalahi remaja terse
Penulis: Rara Khushshoh Azzahro | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Perilaku berbahaya pada anak yang biasa mengarah pada tindak kriminal, ternyata didasari oleh pola asuh orangtua.
Dessy Pramudiani, Psikolog dan Wakil Ketua Himpunan Psikologi (Himpsi) Wilayah Jambi berkata, sampai dengan memiliki keteguhan karakter, anak harus diajarkan beberapa proses perkembangan sejak kecil.
Perkembangan motorik, seksual jenis kelamin, dan moral harus sudah diajarkan sejak usia tiga tahun.
"Usia tersebut yaitu ketika anak sudah bisa diajak untuk komunikasi," ucapnya, Selasa (15/6/2021).
Dalam bahasa prokologis, tidak ada yang namanya anak nakal. Namun yang ada yaitu tindakannya yang nakal.
Tindakan yang dilakukan anak, yaitu merupakan hasil tiru dari apa yang dilihat.
Jika seorang anak tidak mendapatkan contoh yang baik dari orang yang mengasuh, maka ia tidak akan melakukan hal yang sama.
Untuk pembentukan karakter itu orang tua yang berperan, dalam arti ayah dan ibu.
Selain itu juga mungkin di rumah itu ada orang dewasa lain, misalnya kakek atau nenek, juga berperan membentuk perkembangan anak.
Pada proses perkembangan menuju pembentukan karakter, porsinya harus lebih besar ayah dan ibunya ketika usia nol hingga lima tahun.
Ketika pada masa remaja, seorang anak harus dibersamai dengan pendampingan orang tua yang seimbang.
"Harus ada pendampingan peran ayah dan ibu yang seimbang. Lalu keduanya juga harus memiliki kesepakatannya tujuan mendidik anak yang seperti apa," ungkap Dessy.
Andai kata ibu atau ayahnya tidak ada, seorang anak harus mendapatkan peran yang menggantikan satu di antaranya karena sudah hilang.
Baik peran pengganti tersebut dari paman, bibi, nenek, kakek, kakak, atau lainnya.
Sementara itu, walau peran tersebut telah tergantikan. Pola asuh dan tujuan asuh pun harus dibicarakan serta disepakati keduanya.
"Karena dari sanalah karakter seorang anak terbentuk," ucapnya.
Pada kasus kekerasan alias tindakan berbahaya yang dilakukan anak, karena bekal yang ditanamkan pada anak belum cukup ketika masih kecil.
"Jadi peran ayah dan ibu itu merupakan dua hal kemudian menjadi satu yang sangat dibutuhkan sama anak," lanjutnya.
Kalau yang namanya remaja, jika dari usia dininya sudah terpola dengan perilaku yang positif.
Kemudian ketika ia tumbuh remaja, ia akan mengikuti alur perilaku positif. Sehingga orang tua tinggal mendampingi, jika ada perilaku yang sedikit menyimpang.
Tetapi, kalau seorang remaja sudah terlanjur melakukan perilaku beresiko. Seharusnya perilakunya lah yang dibenahi, bukan malah menyalahi remaja tersebut.
Dampak dari penyalaan terhadap remaja lah yang membuat rasa tidak nyaman, dan membuat remaja berontak
Baca juga: Gagal Banding di Pengadilan Tinggi, Cornelis Buston Ajukan Kasasi
Baca juga: Siswa di SMAN 4 Sungai Penuh Ujian Kenaikan Kelas Pakai Smartphone Android, Ini Kata Kepala Sekolah
Baca juga: Modus Jadi Tukang Las, Heryanto Pencuri Lintas Provinsi Diringkus Polsek Kotabaru di Bengkulu
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/31012017-anak-berkata-kasar_20170131_225110.jpg)