Siapa Orangtua Soekarno, Mengapa Nyoman Rai Srimben dan Raden Soekami Bertemu di Buleleng

“Singkat cerita, masalah sudah bisa terselesaikan. Raden Soekami akhirnya mengajak Nyoman Rai Serimben untuk tinggal di kos-kosan ini,” ungkap Nyoman

Editor: Duanto AS
Istimewa
Soekarno dan orangtuanya 

Pihak banjar membentuk sekaa KEW ini dalam beberapa bagian, mulai dari sekaa dewasa, remaja, anak-anak, dan ibu-ibu PKK.

Konon, sekaa gong ini sudah ada sejak tahun 1926, dan bisa dikata sebagai sekarang tertua di wilayah Kota Singaraja.

Sebagai bukti, gong tertua asli milik Banjar Paketan kini tersimpan rapi di musem di Belanda.

Kelian Gong KEW, Made Astawa mengatakan, sejatinya warga meyakini bahwa sekaa gong di wilayah tersebut sudah ada jauh sebelum tahun 1926.

Hal ini dibuktikan dengan asal-usul sang maestro seniman kendang Gede Mendra (alm), yang memang berasal dari Banjar Paketan.

“Pemerintah pernah berencana akan memberikan penghargaan Wijaya Kusuma pada keluarga Almarhum Gede Mendra. Namun itu terhalang karena tidak memiliki bukti foto,” ungkapnya.

Nama Eka Wakya dikatakan Astawa mengadung arti ‘satu suara’.

Entah siapa yang membuat nama tersebut, namun diperkirakan sudah ada sejak zaman dahulu.

Sekaa Gong KEW kerap kali tampil di berbagai ajang bergengsi, baik ditingkat kabupaten maupun provinsi.

Dalam pembinaan dan pelatihan, masing-masing sekaa memiliki pendalaman tersendiri.

Seperti pada gong kebyar dewasa, disiapkan untuk membawakan gambelan khas Buleleng.

Sedangkan sekaa gong remaja dan anak-anak dilatih untuk pengawasan tabuh dan tari kreasi. Namun seluruhnya tetap memegang teguh kekebyaran khas Buleleng.

“Tiap minggu balai banjar kami tidak pernah sepi. Sekaa di sini memang semangat untuk berlatih. Sistem ngayah-nya pun masih sangat mengental. Kami tidak pernah mematok harga. Sudah terbiasa dari kecil menerapkan sistem ngayah. Dan hampir 99 persen anak-anak di sini bisa nabuh,” terangnya.

Disebutkan Astawa, keunikan gong kebyar yang dimiliki oleh Sekaa Gong KEW adalah terdapat pada bagian gongnya yang masih mepacek alias tidak digantung. Barungannya pun berbeda.

Khusus Di Banjar Paketan, pihaknya memiliki barungan delapan gangsa, empat kantilan, dua pemugal, dua penyahcah, empat calung, dua jegog, dua gong, terompong gede, terompong cenik, barangan besar dan lain sebagainya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved