Berita Nasional

NASIB Garuda Indonesia Disebut Makin Parah, Begini Solusi dari Pengamat BUMN

Maskapai penerbangan pelat merah itu disebutkan saat ini kondisi keuangannya masih belum menunjukkan angka yang positif.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Wikipedia
Pesawat A300 Airbus Garuda Indonesia 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jadi sorotan, perusahaan itu adalah Garuda Indonesia.

Maskapai penerbangan pelat merah itu disebutkan saat ini kondisi keuangannya masih belum menunjukkan angka yang positif.

Hal tersebut kembali diperparah dengan adanya pandemi Covid-19, yang memberikan dampak sangat signifikan terhadap kinerja operasional angkutan penumpang.

Pesawat Garuda Indonesia di apron Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten.
Pesawat Garuda Indonesia di apron Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten. (KOMPAS IMAGES)

Seperti dilansir Bloomberg, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengungkap, bahwa Garuda Indonesia memiliki utang sekitar Rp70 triliun (4,9 miliar dollar AS).

Seperti diketahui, krisis Covid-19 itu telah memaksa puluhan maskapai penerbangan dan bisnis penerbangan untuk merestrukturisasi atau mencari perlindungan kebangkrutan. Tak terkecuali Garuda Indonesia.

Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto mengatakan, pengelolaan keuangan di masa pandemi Covid-19, benar-benar sangatlah krusial.

Menurut Toto, melihat kondisi keuangannya saat ini, Garuda Indonesia sangat dituntut berpikir keras dan mendapatkan alternatif keuangan lain seperti mendapatkan suntikan dana dari pemerintah pusat.

Contohnya, hampir semua flag carrier regional seperti Singapore Airlines dan Cathay Pasific, mendapatkan tambahan injeksi modal dari negara agar mampu bertahan hidup.

Namun, meski Garuda Indonesia merupakan bagian dari BUMN, Perseroan ini disinyalir tidak bisa mengharapkan sepenuhnya bantuan injeksi modal dari Pemerintah.

Toto memiliki alasan, karena saat ini Pemerintah memang sendag berfokus dalam pemulihan ekonomi nasional di berbagai sektor sehingga dana yang diberikan pemerintah kepada Garuda Indonesia, memiliki nilai yang sangat terbatas.

Baca juga: H-1 Lebaran, Garuda Indonesia Layani Penerbangan Tujuan Jakarta

Baca juga: Susi Air Temani Garuda Indonesia Terbang Selama Masa Larangan Mudik

Baca juga: Susi Air Temani Garuda Indonesia Layani Penerbangan Selama Masa Larangan Mudik

Salah satu solusi yang dinilai tepat oleh Toto Pranoto adalah refinancing.

Refinancing sendiri merupakan sebuah skema penggantian pinjaman yang ada dengan pinjaman baru, dengan melunasi hutang pinjaman yang lama.

"Aspect pengelolaan keuangan atau financing, sangat krusial di era pandemi dan pasca pandemi bagi airlines business," kata Toto Pranoto kepada Tribunnews, Selasa (25/5/2021).

"Karena pendanaan negara terbatas, maka selain pinjaman modal kerja dari pemerintah, GIAA juga harus mampu memperoleh alternatif financing lainnya. Misal dengan refinancing utang jatuh tempo, maupun refinancing dari mitra pemasok," sambungnya.

Tak cuma refinancing, Toto juga menilai, pengurangan jumlah sumber daya manusia (SDM) di Garuda Indonesia adalah sebuah langkah yang relevan.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved