Wawancara Eksklusif
Pengakuan Tersangka Jual Beli Hewan Langka, Saya Mohon Kasus Ini Diungkap Tuntas
Tim Penegak Hukum KLHK bersama Polda Jambi mengungkap dua kasus dugaan jual beli offset harimau dan gading gajah
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Deddy Rachmawan
Di tanggal muda bulan Juni besok, harus bayar lagi setengahnya. Jadi artinya, butuh duit tidak sedikit bagi kami. Kebutuhan untuk di pondok di Yogyakarta.

Tribun: Berapa jumlah yang dijanjikan untuk Anda, jika berhasil menjual offset harimau itu?
AW: Dari modal atau pokoknya Rp60 juta, saya dijanjikan akan dibeli Rp150 juta. Nanti setelah deal baru rembuk di antara kami bertiga. Itu pun termasuk pembeli itu juga istilahnya bukan asli yang punya duit, tapi juga akan kasih bagian ke kawan di Pekanbaru, sama orang yang mengaku pembeli, juga sama saya. Jadi soal pembagian berapa persisnya, kami juga belum ada satu keputusan.
Tapi di Jambi, kepercayaan yang punya duit itu datang dua orang untuk menge-deal-kan.
Baca Berita Jambi lainnya
klik:
Baca juga: Truk Batubara Terjebak di Tengah Jalan, Sebabkan Kemacetan Panjang di Simpang Niam Tebo
Baca juga: Awas Jual Beli Rekening Bisa Masuk Aktivitas Ilegal
Baca juga: Marak Jual Beli Rekening di Media Sosial, Awas Disalahgunakan untuk Judi Online Hingga Penipuan
Baca juga: Putri Bupati Brebes Hampir jadi Korban Kejahatan, Pelaku Ditembak saat Melawan Polisi
Tribun: Apa yang Anda harapkan dari pengungkapan kasus ini?
AW: Saya mohon, agar kasus ini diungkapkan secara tuntas. Kami tidak tahu apa-apa, hanya sebatas perantara.
Saya bukan pembunuh, saya bukan pemburu, dan offset harimau itu pun yang saya lihat sudah lama banget, sudah bentuk patung. Katanya, itu sudah puluhan tahun dibuat. Karena itulah saya menemui nasib seperti ini. Kami sangat terpukul dan nurani yang ada ini, walau benar-benar salah, seakan-akan tidak terima dengan kondisi itu. Tapi apa boleh buat.
Gading Gajah
Tribun: Sebelum terlibat jual beli gading gajah ini, profesi Anda sebagai apa?
HL: Lantara saya kena strok, saya jadi kuli bangunan. Sebelumnya saya sebagai sopir travel.
JAG: Saya karyawan di toko.
Tribun: Bagaimana bisa terlibat dalam perkara ini?
HL: JAG meminta saya mencarikan gading. Selang waktu tiga bulan, tidak dapat. Tidak ketemu, saya telepon, "tidak bisa, tidak dapat lagi barang itu. Sudahlah."
Tidak lama kemudian, datang ke rumah saya seorang mengaku bernama Ismail. Saya tidak kenal, dapat alamat saya pun tidak tahu dari mana, diajak ke rumah pun tidak mau. Akhirnya, kami ngobrol di warung. Pertama-tama dia menawarkan bambu petuk, kemudian dia menawarkan gading. Ini yang positif. "Barangnyo ado dengan sayo, di Tebo." Saya bilang telepon dulu ke Jambi, apa (JAG) masih cari atau tidak. Rupanya masih.
Dia datang ke rumah. Jelang hari tertangkap, ada empat kali dia datang ke rumah, siang terus. Dia datang naik ojek, bukan bawa motor sendiri. Itu belum membawa gading.
Setelah ada kesepakatan harga, kami baru mau ketemu. Dia datang pagi, tapi orangnya belum datang, dia ke pasar dulu. Setelah itu dia datang lagi, jam 10. Dia bilang nunggu di Pasar Atas Muara Bungo. Jam 12 lewat, saya susul memang ada Ismail tunggu di situ. Barangnya ada dalam tas. Dia tanya orangnya mana, orangnya di Simpang Jambi, menunggu di pecal lele. Orang itu sudah menyiapkan duit, Rp60 juta.
Jadi perjanjiannya, pas sudah sampai sana, barang itu diambilnya, dia beri duit dalam sangkek asoi. Ternyata Ismail tidak mau membawa tas ini. Jadi, kami tolak-tolakan, waktu habis juga. Akhirnya saya mau bawa tas itu, saya masukkan ke jok motor.
Barangnya (gading) kecil, kira-kira 35 cm. Kami berangkat, iring-iringan.
Saya ajak naik motor saya, tapi dia tidak mau. Kata dia, ojek ini sudah dibayar, tidak mungkin ditinggal. Begitu sampai di Simpang Jambi, saya lihat spion, si Mail ini di mana? Padahal jarak dari Simpang Jambi ke pecal lele itu dekat. Saya tunggu di pecal lele.