Siapa Saefullah Yang Disebut Otak di Balik Kelompok Teroris JAD yang Ledakkan Bom di Gereja Katedral
Bom bunuh diri di Makassar ini disebut berkaitan dengan jaringan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
1.Yahya Abdul Karim dari Trinidad & Tobago (4 kali);
2. Fawaaz Ali dari Trinidad & Tobago;
3. Keberina Deonarine dari Trinidad & Tobago;
4. Ahmed Afrah dari Maldives;
5. Ricky Mohammed dari Trinidad & Tobago (2 kali);
6. Ian Marvin Bailey dari Trinidad & Tobago;
7. Pedro Manuel Morales Mendoza dari Venezuela;
8. Mehboob Suliman dari Jerman;
9. Simouh Ilyas dari Jerman;
10. Muslih Ali dari Maldives;
11. Furkan Cinar dari Trinidad & Tobago;
12. Jonius Ondie Jahali dari Malaysia.
Kata Pengamat Soal Bom Gereja Katedral
Soal bom depan Gereja Katedral Makassar, Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh, Al Chaidar yakin, pelaku pengeboman bagian dari jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi ke ISIS.
Analisisnya didasarkan pada sasaran pengeboman yang serupa dengan insiden di Surabaya, Jawa Timur, pada 2018 dan Jolo, Filipina, pada 2019: sama-sama menyasar gereja Katolik.
Al Chaidar menduga, serangan tersebut merupakan balas dendam kelompok JAD atas penangkapan puluhan anggotanya dan tewasnya dua orang dari kelompoknya oleh Densus 88 Antiteror Polri pada awal Januari lalu di Makassar.
"Jadi daripada tertangkap atau tewas maka mereka segera melakukan serangan amaliyah," ujar Al Chaidar kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, hari Minggu (28/03/2021).
"Mereka menyasar gereja karena mereka kelompok Wahabi Takfiri yang christophobia atau tidak menyukai orang-orang non-Muslim," sambungnya.
'Amaliyah jelang bulan Ramadan'
Senada dengan Al Chaidar, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Muhammad Syauqillah, juga menduga pelaku pengeboman di Gereja Katedral Makassar terkait dengan kelompok JAD yang kerap menyasar tempat ibadah.
Namun demikian, aksi itu tidak semata dilakukan atas dasar balas dendam tapi sebagai "amaliyah (aksi) menjelang bulan Ramadan".
"Mereka mengganggap bulan suci Ramadan adalah waktu yang tepat karena di bulan-bulan inilah amal dilipatgandakan," tutur Muhammad Syauqillah kepada BBC News Indonesia.
"Ini bulan yang sakral untuk kelompok itu."
Tindakan pengeboman jelang bulan Ramadan, katanya, juga pernah terjadi pada 2019 lalu di pos pengamanan Tugu Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Persebaran kelompok JAD meluas di 19 provinsi
Muhammad Syauqillah dan Al Chaidar sepakat bahwa jumlah anggota kelompok JAD di Sulawesi Selatan masih banyak kendati puluhan orangnya telah ditangkap Densus 88 Antiteror.