KLB Partai Demokrat Ternyata Bisa Disahkan Kemenkumham, Ini Penjelasan Pakar Hukum
Berkas Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat kini sudah diserahkan ke Kemenkumham. Lantas apakah Ketua Umum versi pemilihan di KLB bisa disahkan?
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Berkas Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat kini sudah diserahkan ke Kemenkumham.
Lantas apakah Ketua Umum versi pemilihan di KLB bisa disahkan oleh pemerintah?
Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad menilai, kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang bisa saja disahkan oleh Kemenkumham.
"KLB tersebut bisa disahkan, karena pada kongres Partai Demokrat (PD) di Jakarta 2020, ada hal-hal yang perlu direkonstruksi."
"Agar selaras dengan Undang-undang Partai Politik," kata Suparji lewat keterangan tertulis, Senin (22/3/2021).
Kata Suparji, substansi dalam AD/ART Partai Demokrat yang perlu direkonstruksi agar sesuai dengan UU Partai Politik, misalnya, dukungan untuk memberikan suara kepada ketua umum terpilih
"Surat dukungan tersebut kemudian diberikan oleh Ketua DPD/DPC, namun diduga pemberian surat dukungan tersebut dilakukan tidak secara demokratis," tuturnya.
Baca juga: SINYAL Demokrat Versi KLB Disahkan Pemerintah? Menkumham Minta Kubu Moeldoko Lengkapi Berkas
Dirinya beranggapan, hal itu tidak selaras dengan pasal 15 UU Parpol yang di dalamnya menerangkan kedaulatan partai politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan menurut AD/ART.
Suparji lantas menyebutkan, AD/ART Partai Demokrat meletakkan forum kekuasaan tertinggi pada Majelis Tinggi Partai.
Kata dia, dalam aturan internal itu, KLB dapat diadakan atas persetujuan Majelis Tinggi, serta minimal dihadiri 2/3 DPD dan 1/2 DPC.
"Ini menunjukkan Majelis Tinggi Partai mengeliminasi hak pemilik suara dalam urusan dengan kongres dan kongres luar biasa."
"Karena kekuasaan dan kewenangan Ketua Majelis Tinggi Partai lebih tinggi dari Kongres/KLB atau lebih tinggi dari kehendak para pemilik suara," jelasnya.
Baca juga: Partai Demokrat Versi KLB Diberi Waktu Pemerintah 7 Hari untuk Lengkapi Berkas
Di akhir, dirinya menyatakan, jika ditinjau dari AD/ART Partai Demokrat 2020, memang KLB di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara tidak sah.
Kendati demikian, ulasnya, jika AD/ART PD 2020 dikualifikasi tidak sesuai dengan kedaulatan anggota dan UU Parpol, maka Suparji mengatakan, AD/ART tersebut tidak dapat dijadikan batu uji untuk menilai legalitas KLB.
Sebelumnya, Razman Arif Nasution, Kepala Badan Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat versi KLB, menyebut AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 melanggar sejumlah ketentuan dalam UU 2/2011 tentang Parpol.
"Bahwa AD/ART Partai Demokrat yang dikeluarkan pada tahun 2020 pada saat kongres 2020 yang menetapkan AHY, adalah melanggar ketentuan UU Parpol No 2 Tahun 2011 Pasal 5, Pasal 23, dan Pasal 32," ujar Razman saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (9/3/2021).
Pasal 5 UU Parpol menyebutkan, perubahan AD/ART sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan parpol.
Forum tertinggi yang dimaksud adalah musyawarah nasional (munas), kongres, dan muktamar.
Termasuk, munas luar biasa, KLB, dan muktamar luar biasa.
Sementara pada Pasal 17 AD/ART 2020 Demokrat, dicantumkan bahwa Majelis Tinggi Partai menjadi badan yang bertugas pada pengambilan keputusan strategis.
Aturan AD/ART tersebut, kata Razman, jelas menyalahi pasal 5 UU Parpol.
"Padahal forum tertinggi pada UU Parpol adalah muktamar, munas atau kongres," ujar Razman.
Baca juga: SIKAP Jokowi Dipertanyakan Soal Pergerakan Moeldoko di KLB Partai Demokrat, Sosok Ini Sebut Aneh
Selain itu, lanjut Razman, Pasal 32 UU Parpol menyebutkan putusan mahkamah partai bersifat final dan mengikat secara internal.
"Tapi dalam AD/ART yang mereka buat ini, bahwa rekomendasi mahkamah partai sifatnya hanyalah rekomendasi, bukan bersifat mengikat atau berkekuatan hukum tetap," tutur Razman.
Razman juga menyinggung bunyi pasal 23 UU Parpol tentang pemilihan ketua umum partai.
Di mana disebutkan ketua umum partai bertugas melaksanakan, mengawasi, dan mengendalikan semua kegiatan kepartaian, baik ke dalam maupun keluar.
"Tapi di dalam AD/ART 2020 Partai Demokrat, disebut dalam hal menjalakan organisasi keputusan-keputusan yang strategis itu ada di Majelis Tinggi Partai," paparnya.
"Maka lengkaplah pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh apa yang mereka produk (buat) pada munas atau kongres 2020 ini?" ucap Razman.
Baca juga: Moeldoko Diminta Segera Bertobat, KLB Demokrat Akan Kalah, Andi Arief: Kudeta Keblinger
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, pemerintah akan menyelesaikan persoalan kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, berdasarkan hukum.
Hukum yang dimaksud Mahfud MD adalah peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.
Mahfud MD menuturkan, pemerintah akan menyelesaikannya setelah menerima laporan resmi dari penyelenggra, kegiatan di Deli Serdang tersebut adalah KLB Partai Demokrat.
Hal tersebut disampaikannya dalam keterangan video Tim Humas Kemenko Polhukam, Minggu (7/3/2021).
"Saya ingin mengatakan dasar penyelesaiannya adalah peraturan perundang-undangan."
"Pertama berdasarkan UU Partai Politik, yang kedua berdasar AD/ART yang diserahkan terakhir, atau yang berlaku pada saat sekarang ini."
"Bagi pemerintah AD/ART yang terakhir itu adalah AD/ART yang diserahkan tahun 2020," kata Mahfud MD.
Mahfud MD menjelaskan, AD/ART yang dimaksud adalah AD/ART yang diserahkan tahun 2020 bernomor MHH 9 Tahun 2020 bertanggal 18 Mei 2020.
AD/ART itu juga, kata dia, menyatakan Ketua Umum Partai Demokrat adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Nanti akan timbul persoalan apakah AD/ART yang menjadi dasar apa yang disebut KLB di Deli Serdang itu sah atau tidak, nanti kita nilai."
"Kita akan nilai secara terbuka dari logika-logika hukum, karena logika hukum itu juga logika masyarakat, jadi kita tidak boleh main-main," tutur Mahfud MD.
Mahfud MD menambahkan, jika nantinya ada pihak yang ingin mengubah AD/ART tersebut, maka pemerintah akan menanyakan mekanisme, para pihak, hingga forum apa yang menghendaki perubahan.
"Lalu kalau ada yang menginginkan perubahan, kita tanya bagaimana mengubahnya, siapa yang mengubah, forumnya apa, yang hadir di dalam forum itu sah atau tidak, nanti semuanya akan nilai," beber Mahfud MD. (Rizki Sandi Saputra)
SUMBER : Wartakotalive